"Liana, kapan kamu akan menikah? Jangan tunda loh."
"Liana, adikmu aja nikah, kamu koq belum, jangan lama-lama pacaran!"
"Liana, desak pacarmu nikahi kamu, masa pacaran ga nikah-nikah sih?!"
Kalimat terakhir itu adalah murni omelan mamaku.
Yah, aku sudah terbiasa mendengar segala omongan, himbauan, kritikan, dan sindiran soal hubunganku dengan pacar aku, Tio.
Terutama mama aku, Ibu Ratu Teresa.
Begitu aku memanggilnya jika aku sudah kesal dengan omelan mama tiap kali menyinggung soal hubunganku yang katanya tiada berujung.
Uff, memangnya aku mau pacaran lama-lama?
"Liana, kalau dia ragu nikahi kamu, putusin saja!"
Mama selalu begitu, sepertinya tidak suka dengan pacar aku, Tio. Padahal awal-awal aku kenalkan mama paling antusias, deh.
"Iya, mama bukan ga suka Tio tapi koq kayak digantung gitu loh kamu itu?"
Digantung?
Satu minggu lamanya kalimat ini terngiang-ngiang di telingaku, merasuk ke pikiranku, menempel di memori otakku sampai aku sulit memejamkan mata jika malam, dan menjadi penyebab hilangnya konsentrasi saat aku bekerja di kantor alhasil aku sering ditegur Pak Messach, bos ganteng tapi killer.
Apa benar aku digantung?
Iya sih, umur pacaran kami itu bisa dibilang tak muda lagi, sudah menjelang 6 tahun, tanggal 14 February nanti.
Aku dan Tio, pacar aku hanya selisih dua tahun. Bulan Maret nanti umurku sudah menginjak kepala tiga.
Tak muda lagi yah? Aku sih cuek asalkan kami saling mencintai dan setia.
Tahu apa sih mereka soal hubungan kami? Memang menikah itu seperti membalik tangan begitu yah?
Terus jika menikah muda, bisa dijamin nih bakal awet? Tidak'kan?
Semua itu butuh perencanaan.
Itu kalimat jitu yang kupakai buat melawan setiap omongan menulikan telinga.
"Rencana apa, tokh, Liana? Kamu kerja, dia kerja, gaji kalian lumayan gede, digabung tiga tahun sudah bisa beli rumah! Lah ini pacaran sampe enam tahun! Adikmu aja udah punya anak tiga! Tanya Tio! Kapan kamu dilamar?"
Mama aku selalu bisa mematahkan argumenku, sebal sekali!
Jadinya aku kepikiran kan?
Sungguh aku digantung? Akh! Kalimat itu berjingkrak-jingkrak lagi di pikiranku.
Ayo, Liana, jangan terpengaruh omongan provokatif itu, Tio itu cinta mati sama kamu! Seperti katamu, semua butuh perencanaan, batinku memotivasi diri sendiri.
Ini hanya soal waktu saja.
"Liana, pernah ga kamu tanya sama pacar kamu misalnya kelanjutannya gimana? Ada omongan tentang masa depan ga?"
Tante aku, Ruth juga ikut-ikutan menasehati aku.
Jujur sih, aku terlalu nyaman pacaran sama Tio, pria yang mempunyai senyum mempesona itu sehingga tak terbersit untuk bertanya sejauh itu sampai tak terasa usia pacaran kami bukan umur bulanan lagi. Waktu cepat berlalu yah?
"Jangan-jangan Tio ga serius sama kamu? Bisa jadi kan? Kalo serius pasti dong kamu diajak diskusi soal nikah? Jangan-jangan dia punya gebetan baru, kamu yang dikadalin! "
KAMU SEDANG MEMBACA
Layangan Asa
RomanceLiana, hanya ingin dinikahi setelah begitu lama dipacari oleh sang kekasih hati, Tio. Mereka sudah cukup umur menikah, sudah mapan secara kerjaan, saling mencintai tentunya? Apalagi yang ditunggu? Desakan Teresa, Ibu Liana membuat gadis itu pusi...