Sedari pagi, aku selaku ketua tim bersama anggota tim, Leo dan Andy sudah ada di lokasi memantau perkembangan proyek pameran yang akan berlangsung kurang lebih seminggu lagi.
"Lia, masih ada tiga stan setengah jadi." lapor Andy sambil berjalan bersisian denganku.
"Oke, kalo perlu bahan apa lagi tinggal masuk ke bon saja." kataku.
"Iya, kurang triplek tebal saja sama karpet. Yang lain udah Oke."
"Lighting panggungnya gimana?" tanyaku dan dijawab oleh Leo. "Sudah siap, tadi aku udah suruh tukang perbaiki letak lampu sorot yang kurang ke tengah."
"Oke deh, nanti aku kasih laporan ke Pak Boss. "
Setelah mengecek segalanya dan dirasa sudah cukup memuaskan, kami pun balik ke kantor bertepatan dengan jam makan siang. Leo dan Andy mampir di warung makan.
"Li, ga ikut kita? " tawar Leo ketika mobil kantor yang kami tumpangi berhenti di depan warung tak jauh dari kantor.
"Ga, aku bawa bekal. " kataku.
Leo dan Andy manggut-manggut. Mereka turun dari mobil, aku dan Pak Sopir kembali ke kantor.
Sampai di ruangan kerja, aku sudah disambut dengan kicauan Loni.
"Lia, dari mana aja dari pagi ga keliatan batang hidungmu." keningnya berkerut, matanya mengiringi langkah kakiku.
"Pagi- pagi aku udah ke lokasi pameran. Ikuti perintah Pak Boss. " Jelasku sembari menarik kursi meja.
"Oh.gitu, udah maksi belum? Yuk bareng. " ajaknya seraya membereskan kertas-kertas yang berceceran di mejanya.
"Lain kali aja, aku bawa bekal. " tolak ku sambil mengeluarkan kotak makanku dari tas.
"Eh Sempet-sempetnya masak dari pagi."
"Ga masak apa sih... Cuman.. " Belum selesai ucapanku, Loni sudah melongokkan kepalanya mengintip isi kotak makanku.
"Yah ampun buah doang? Mana kenyang?" serunya.
"Ini ada lagi." Ku perlihatkan isi kotak makananku yang satunya. Pasti dia tambah heboh.
"Ubi tela?!" Mulutnya menganga, persis ikan koki deh.
Aku cengengesan.
"Astaga, Lia. Ngenes banget hidupmu. Makan pun ditakar." ledeknya.
"Kan demi body gitar. " ujarku sambil mencomot tela dan memasukkannya ke mulut.
"Ga gitu juga kale.. Itu namanya menyiksa diri! " cibik Loni.
"Iya, kamu enak, makan banyak tapi tetap kurus.tapi kayaknya banyak cacing di ususmu." olokku tak mau kalah.
"Ini namanya anugrah, Lia... " Loni tersenyum lebar. Dia lalu melangkah pergi.
Namun, belum sempat kakinya mencapai pintu dia berbalik badan, seperti ingat sesuatu. Aku yang sedang menikmati makan siang ku tertegun menatapnya.
"Eh, Lia, kamu semalam ke Mall Cp kan?" Loni menjentikkan jari.
Aku mengiyakan dengan anggukan kepala pelan setengah ragu.
Aduh, apa aku kepergok yah bersama Pak Boss? Nanti dikira selingkuh. Bisa digoda habis-habisan nih.
"Diajak pulang bareng ga mau, eh jalan bareng do'i ternyata... " goda gadis jangkung itu.
Aku bingung. Do'i?... Maksudnya Pak Messach?
"Kamu.. di mall cp juga?" tanyaku was-was.
"Ya lah, coba kamu bilang mau ke sana ketemu Tio, kan kita bisa bareng. Aku sama pacarku ke sana. Aku liat Tio sekilas pas sudah mau pulang, ku pikir kamu juga di situ. " ungkap Loni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layangan Asa
RomanceLiana, hanya ingin dinikahi setelah begitu lama dipacari oleh sang kekasih hati, Tio. Mereka sudah cukup umur menikah, sudah mapan secara kerjaan, saling mencintai tentunya? Apalagi yang ditunggu? Desakan Teresa, Ibu Liana membuat gadis itu pusi...