Asa-asa yang Melayang

33 11 71
                                    

"Kamu, aku antar pulang pulang yah?"

"Tapi... Aku ga bawa helm. "

"Gampang, aku bawa lebih kok. "

"Hmm.. Baiklah."

"Besok, aku jemput kamu, kita berangkat ke kantor bareng."

Enam tahun yang lalu, itulah awal mula romansa terjalin di antara kami. Sikap tulusnya telah mengetuk pintu hatiku, lagipula aku juga tersanjung ditaksir seorang pria tampan sekaligus baik hati seperti Tio.

"Na, selamat hari jadi pertama. " Tio membawa kue tart dengan lilin bentuk angka satu di atasnya. Hatiku berbunga-bunga, Tio seorang yang romantis, tipe pria idamanku.

"Makasih... " Aku tersenyum bahagia lalu tanpa aba-aba satu kecupan hangat mendarat di keningku. Kecupan pertama.
Pria berlesung pipi ini mengeluarkan jepitan rambut berornamen mutiara air tawar, terbungkus plastik bening dari kantong celananya kemudian berkata, " Na, ini buat kado hari jadi kita, " Dia membuka plastik itu memperlihatkan dengan jelas indahnya jepitan rambut mutiara, hatiku terlampau senang, wajahku mneghangat.

"Aku beli nya di Lombok." Sambungnya seraya menjepit rambutku dengan jepitan itu.

"Kamu cantik.. " bisik Tio di telingaku.

Hati siapa yang tidak berbunga-bunga diperlakukan begitu manis oleh orang yang dicintai?

Satu kotak berisi barang-barang pemberian Tio tergeletak di atas meja. Beberapa dari benda itu memiliki kesan yang mendalam, terselip kenangan tak terlupakan, salah satunya jepitan rambut yang masih sering ku pakai ini.

Apapun yang diberikan Tio selalu kusimpan dengan baik walau bentuknya sudah tidak seperti dulu lagi.

Dua minggu lagi kami akan merayakan hari jadi kami yang ke enam, harapanku hadiah yang diberikan Tio kali ini adalah cincin pertunangan, setelah itu kami akan segera menikah, mematahkan setiap anggapan tentang hubungan kami, yang katanya pasangan pacaran abadi, tidak nikah-nikah.

Kini?

Aku terpuruk, berada di dalam sumur kenistaan.

Bagaimana aku tidak berpikir seperti ini? Aku sudah memberikan apa yang seharusnya kujaga sebagai seorang gadis kepada Tio, pria yang kuharap akan menikahiku. Aku percaya pada Tio, pada janjinya akan segera melegalkan hubungan kami.

"Na, jangan menangis seperti ini, kamu membuat ku merasa sangat bersalah." Tio mengelus kepalaku yang berada dalam pelukannya di ranjang kamar apartemennya.

"Aku ga menyalahkanmu, Tio, hanya saja aku merasa sangat berdosa, aku telah menjadi penganut yang jatuh padahal aku.... " Jari telunjuk pria yang kucintai ini menempel di bibir mungilku sembari dia menyela, "Na, jangan salahkan dirimu, semua terjadi karena kita saling cinta. Kamu tahu kan aku sayang banget sama kamu.. "

"Aku akan menjadi istrimu?" tanyaku dengan penuh harap.

"Ya, sayang. Kamu sekarang sudah menjadi istriku, soal resepsi nikah tinggal kita tentuin 'kan?

"Abis ini aku tak ingin melakukannya lagi.. Aku tak ingin hidup seperti orang munafik, Tio.. " ungkapku mengenai keyakinan ku sebagai seorang penganut agama yang taat, cukup satu kali jatuh.

Tio tidak menjawab, dia kembali mendekapku dengan penuh rasa cinta, itu yang kurasakan.

Sejak itu aku semakin giat menjalin asa, terus berdoa agar hari itu akan tiba, aku dan Tio berada di pelaminan suatu hari nanti, aku memakai gaun putih indah bersanding dengan Tio, cinta pertama yang sangat kusayang, mewujudkan impian ku semasa kecil.

Layangan AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang