Rose bersiul pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyebrangi jalan ke arah salah satu bangunan bertingkat empat yg berderet di seberang jalan, disalah satu area permukiman di Reverside Drive. Langit kota New York terlihat cerah. Hari yg indah selalu bisa membuat semua orang gembira, bukan?
Sebenarnya tidak juga. Tidak semua orang, Rose yakin ada seseorang yg mungkin sama sekali tidak menyadari langit kota New York yg cerah. Dan bahkan mungkin tidak menyadari daun-daun sudag berubah warna menjadi kuning, cokelat, dan merah. Tidak sadar dan tidak peduli.
Dan seseorang itu adalah kakaknya.
Rose yakin Freen terlalu sibuk untuk menyadari apapun yg terjadi di sekelilingnya akhir-akhir ini. Dia baru saja merampungkan konser pianonya di Eropa, dan minggu depan dia akan memulai konsernya di Amerika serikat. Dan seperti biasa, kalau Freen sudah sibuk, dia jarang mau menjawab telepon dan jarang mau meluangkan waktunya yg berharga untuk membalas pesan atau semacamnya. Karena itu Rose akhirnya memutuskan pergi menemui Freen secara langsung. Setidaknya untuk memastikan kakaknya masih hidup.
Rose melangkah masuk ke dalam gedung. Satu menit kemudian dia sudah berdiri di depan pintu bercat putih di lantai empat dan tangannya terangkat menekan bel.
Pintu baru terbuka setelah Rose menekan bel untuk yg ketiga kalinya. Raut wajah kakaknya yg berdiri diambang pintu menegaskan dugaan Rose bahwa suasana hati kakanya sedang tidak terlalu ceria.
"Hai." Rose tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tangan untuk menyapa.
Freen menatap adiknya dengan alis berkerut samar.
"Kau rupanya," gumamnya, lalu melangkah ke samping membiarkan Rose lewat.
"Ya," sahut Rose singkat dan berjalan ke ruang duduk yg luas dan rapi.
Cahaya matahari menembus kaca jendela yg berderet di salah satu sisi ruangan, membuat ruangan itu terasa hangat, terang, dan sangat nyaman. Rose melirik piano hitam yg berdiri di sisi lain ruangan. Piano itu dalam keadaan terbuka, dan partitur-partitur musik penuh coretan berserakan di sekitarnya, di atas piano, di bangku piano, di meja kecil samping piano, dan juga di lantai di sekeliling piano.
"Kukira kau masih di Korea." suara Freen terdengar di belakangnya.
Rose memang pernah memberitahu kakaknya bahwa dia dan krunya akan mengikuti perlombaan b-girl yg diadakan di Korea.
"Aku kembali ke New York kemarin sore," sahut Rose ringan.
"Benarkah?" Freen menggeleng pelan dan duduk di bangku pianonya.
"Ada minuman? Aku haus setengah mati." Rose berbalik dan berjalan ke arah dapur, kemudian membuka pintu kulkas.
"Kau tidak punya apa-apa selain air mineral??"
"Entahlah. Cari saja sendiri," terdengar jawaban setengah hati dari kakanya.
Rose mendesah dan mengambil sebotol air mineral lalu menutup pintu kulkas. Dia berjalan kembali ke ruang duduk, dimana kakaknya sudah kembali menghadap piano dan menempatkan jari-jarinya di atas tuts, memainkan beberapa nada ringan.
"Jadi apa yg membuatmu begitu sibuk sampai tidak bisa menjawab telepon dari adikmu? Persiapan untuk konsermu minggu depan?"
"Bukan," gumam Freen. Dia tidak memandang Rose, masih menatap tuts piano.