Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Becca meninggalkan pekerjaannya, bergegas menghampiri tas tangannya dan mengeluarkan ponselnya yg berdering-dering. Dia menatap layar ponsel sebelum menekan tombol "jawab" dan menempelkan ponsel ke telinga.
"Ya, Rose?"
Freen mengangkat alis. Ternyata adiknya.
"Aku?" Becca melirik sekilas.
"Aku ada di rumah kakakmu sekarang."
Saat itu Freen baru ingat bahwa dia belum memberi tahu Rose bahwa gadis yg dikejar-kejarnya kini menjadi pengurus rumah Freen. Freen ingin tahu bagaimana reaksi Rose bila tahu soal ini.
"Membantunya." kata Becca lagi di telepon, sepertinya sedang menjelaskan keberadaannya di apartemen Freen kepada Rose.
"Karena sepertinya dia memang sangat membutuhkannya."
Freen menggeleng membantah, namun Becca mengabaikannya dan memalingkan wajah.
"Aku baik-baik saja. Ya. Tidak, kau tidak perlu datang," lanjut Becca. Lalu dia terdiam dan alisnya terangkat heran.
"Apa? Kau sudah ada di sini?"
Freen dan Becca serentak menoleh ketika bel pintu berbunyi. Lagi-lagi bel pintu.
Becca berjalan keluar dari dapur dan pergi membuka pintu. Freen tidak menyusul. Dia duduk di salah satu bangku tinggi di dapur dan memeriksa barang-barang yg dibeli gadis itu. Roti gandum, mentega, susu, buah-buahan, sayuran hijau, daging, jamur...
"Hai, Rose. Apa kabar?" Freen mendengar suara Becca yg riang menyapa Rose.
"Kau sudah makan siang? Belum? Aku akan membuat pasta. Kau mau?"
Freen menoleh ketika Becca dan Adiknya muncul di dapur. Rose menatapnya dengan tatapan heran bercampur waswas.
"Bagaimana kau bisa membuka pintu di bawah?" tanya Freen pada Adiknya. Sungguh, keamanan di gedung ini perlu dipertanyakan kalau semua orang bisa masuk begitu saja.
"Sepertinya ada orang yg sedang pindah rumah. Pintu di bawah terbuka lebar," sahut Rose dan menempati bangku tinggi di samping Freen. Rose menoleh menatap Becca, yg sudah kembali sibuk dengan barang-barang belanjaannya tadi, dan kembali menatap Freen.
"Jadi kenapa Becca ada di sini?"
"Aku sendiri yg menawarkan bantuan, Rose," Becca membenarkan.
"Kau dengar, bukan?" tanya Freen pada Rose dengan nada puas.
"Dia sendiri yg memaksa ingin menjadi tangan kiriku, ingin membantuku bersih-bersih, ingin menyiram tanamanku kalau aku punya tanaman, dan ingin memberi makan anjing dan kucingku kalau aku punya anjing dan kucing."
"Ya, begitulah," Becca membenarkan sekali lagi.
"Tapi bagaimana dengan jadwal mengajarmu? Tidak terganggu?" tanya Rose kepada Becca yg sedang mengisi panci dengan air.
"Sama sekali tidak," sahut Becca tanpa menoleh.
"Aku sudah melepas beberapa kelasku, jadi jadwal mengajarku tidak terlalu padat lagi sekarang."
"Oh, ya? Kenapa?" Freen mendengar Rose bertanya dengan nada heran, seolah-olah Becca tidak boleh mengurangi jadwal mengajarnya.
"Tidak kenapa-napa." Becca mengangkat bahu.