3 : KITA MENIKAH

52 9 9
                                    

Jantung Nesia seketika berdetak menggelepar oleh rasa takut karena ancaman yang dilontarkan oleh dua laki-laki tinggi besar serupa bodyguard itu.

'Siapa dua orang ini? Mengapa dia mengancamku seperti ini? Apakah mafia-mafia yang di film itu benar-benar ada?Apa salahku sehingga harus berurusan dengan mereka?' Nesia masih saja bertanya-tanya dalam hati. Jantungnya menggelepar, tangannya mendadak basah oleh keringat. Ketakutan semakin kuat melanda jiwanya.

"Apa? Membunuh saya? Memangnya salah saya apa?" tanya Nesia keras, berharap ada yang melihatnya.

Namun semua orang sepertinya sedang fokus di depan dan juga ruang karyawan sehingga tak ada yang melihat bahwa Nesia sedang dalam bahaya.

"Sebaiknya Anda tidak melawan!" tegas yang satunya lagi.

"Tapi, Pak?" protes Nesia. Gadis itu menggeleng tegas, menolak tekanan yang tak masuk akal ini.

Namun, protes Nesia seketika berhenti ketika salah seorang dari mereka mengeluarkan pistol yang terselip di pinggangnya dan menempelkannya pada pinggang Nesia. Nesia semakin gemetar dan keringat dingin mulai terasa muncul di tubuhnya.

"Ikut dengan saya!" perintah salah satu dari mereka yang berkulit sedikit gelap.

"Oke ... oke! Tapi kemana, Pak?" tanya Nesia dengan takut.

"Sebaiknya Nona tidak banyak tanya," jawab yang satunya yang berkulit sedikit bersih.

Meski sebenarnya Nesia ketakutan, namun dia tak bisa menolak. Gadis itu melangkah mengikuti kedua laki-laki misterius itu dengan langkah kaki yang sepertinya nyaris luruh karena saking takutnya. Nesia benar-benar tak menyangka bahwa hari ini sia akan mendapatkan kesialan seperti ini.

'Mungkinkah ajalku akan tiba hari ini?' tanya Nesia dalam hati. Air matanya mulai merebak. 'Bang Vino, kalau aku mati hari ini, aku ingin kamu tahu bahwa bagaimanapun aku masih mencintaimu. Meski kita sudah memutuskan untuk berpisah, tapi aku masih mencintai kamu.' Nesia masih saja merapal kalimat cintanya dalam hati. Berharap akan ada keajaiban yang bisa membuatnya hidup sedikit lebih lama.

"Saya akan dibawa kemana, sih, Pak? Apa salah saya?" tanya Nesia menoleh ke arah kedua orang misterius yang berjalan di sisi dan kanannya itu.

"Kami tidak berhak menjawabnya, Nona!" jawab salah seorang diantara mereka yang terus menghela Nesia menuju ke sebuah ruangan yang Nesia hafal betul bahwa itu ruang rias.

Dan benar saja, mereka berdua menghela Nesia memasukinya. Di sana, sudah menunggu seorang perias yang sepertinya profesional beserta asistennya, dan beberapa orang yang berpakaian sama dengan dua orang yang membawanya tadi.

Namun ada yang membuat Nesia semakin tak mengerti adalah ketika dia melihat calon pengantin laki-laki —yang wajahnya terpampang di depan gedung tadi— yang kini berada di ruangan yang sama dengannya saat ini.

'Mengapa dia ada di sini? Bukannya dia seharusnya berada di hall utama? Lalu dimana mempelai perempuannya? Mengapa periasnya malah bengong? Dan pengantin laki-lakinya? Mengapa harus menatapku seperti itu? Apakah ada yang salah denganku?' tanya Nesia dalam hati kemudian menunduk untuk mengamati dirinya sendiri.

Semua mata yang ada di ruangan itu menatap Nesia dengan sorot mata tajam. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka melihat dia orang itu membawa Nesia ke tempat ini. Lalu tanpa diduga, si pengantin laki-laki mengedikkan kepalanya, seolah memerintahkan agar asisten tukang rias itu membawa Nesia untuk ke kamar mandi.

"Mari, Nona," ajak perempuan yang sepertinya masih muda itu.

"Kemana, Mbak?" tanya Nesia dengan maksud menolak.

FROM THE WEDDING HALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang