14 : TIDAK ADA SEKS

35 11 2
                                    

Setelah Remy pergi dengan langkahnya yang lebar dibalut amarah, Lukas melangkah mendekati Nesia dengan senyum kecil penuh kekaguman. Nesia heran melihat senyum Lukas yang tidak gentar sama sekali dengan ancaman Remy.

"Selamat pagi, Nona Nesia. Sepertinya, mulai hari ini akan ada drama setiap pagi," ujar Lukas yang sudah rapi itu mendekat ke arah Nesia.

Lukas memandang Nesia yang masih tenang setelah melakukan perlawanan terhadap Remy. Namun Lukas tahu, gadis di depannya itu juga melakukan hal yang sama dengan Remy, menahan amarahnya.

Hei, mengapa mereka berdua seakan memiliki aura yang sama, selalu berinteraksi aktif meskipun dengan emosi?Apakah mereka ....

Kemudian berbagai kemungkinan muncul di kepala Lukas.

"Apa yang Anda tertawakan, Tuan Lukas? Apakah Anda sedang bahagia melihat bos Anda itu emosi sepagi ini?" tanya Nesia.

Lukas menggeleng masih dengan senyumnya yang melembut.

"Maaf, Nona Nesia. Kemarahan Tuan Lukas sudah setiap hari saya lihat dan dengar. Mungkin akan terasa aneh jika dalam sehari saya tidak mendengarnya marah," jawab Lukas dengan santau.

"Mungkin keanehan berikutnya di rumah ini adalah Anda," ujar Nesia menimpali.

"Bukan seperti itu, Nona Nesia. Namun, ada satu hal yang membuat saya mendapat warna untuk hari ini. Dan mungkin untuk hari-hari berikutnya. Dan saya rasa itu cukup menyenangkan setelah bertahun-tahun lamanya rumah ini begitu lengang," kata Lukas lebih lanjut.

Kali ini tidak begitu formal karena Remy tidak ada di sini.

"Oh, ya? Mungkin Anda bisa membagi sedikit dengan saya?" tanya Nesia tak yakin.

"Tentu saja saya akan membaginya dengan Anda. Namun, sebagaimana protokol pagi Anda, saya persilahkan Anda untuk sarapan. Sepertinya orang dapur sudah menyiapkannya untuk Anda," kata Lukas mempersilahkan.

Nesia menatap ke arah meja makan besar, tempat dimana mereka semalam melakukan konfrontasi. Sejenak Nesia ragu, karena biasanya dia tidak sarapan sepagi ini. Apalagi dengan menu baik seperti yang terhidang di meja makan rumah ini.

Melihat Nesia hanya diam, tidak menjawab namun juga tidak maju, Lukas mengerutkan keningnya.

"Apakah menunya tidak sesuai dengan keinginan, Nona? Saya bisa meminta bu Maryam untuk menggantinya sesuai dengan selera Anda," ujar Lukas sedikit bingung.

Mendengar pertanyaan seperti itu, Nesia buru-buru menggeleng tegas.

"Oh, tidak, Tuan Lukas. Bukan seperti itu," sergah Nesia.

"Lalu? Apa yang membuat Anda sepertinya enggan untuk sarapan pagi ini, Nona? Apakah karena Tuan Remy yang tidak sarapan?" tanya Lukas lagi.

"Tidak! Tidak seperti itu, Tuan Lukas," jawab nesia kemudian tersenyum canggung sekaligus malu untuk mengatakan alasan yang sejujurnya.

"Jadi karena apa, Nona Nesia?" tanya Lukas masih belum bisa menduga apa penyebabnya.

Nesia tersenyum, tak tahu harus bagaimana mengatakannya.

"Maaf, Tuan Lukas. Anda ... saya rasa Anda tahu bagaimana saya sebelum terdampar di sini, kan? Saya tidak terbiasa sarapan pagi, apalagi dengan sajian semewah ini. Anda tahu, kan, apa sebabnya?" tanya Nesia dengan wajah polos, kehilangan ekspresinya yang tadi menyalak galak pada Remy.

Lukas tersenyum melihat wajah polos Nesia kali ini. Benar-benar bertolak belakang dengan apa yang dilihatnya beberapa saat tadi ketika menantang kesabaran Remy.

Lukas kemudian menggeleng atas pertanyaan Nesia. Tentu saja dia tak tahu alasan apa yang dimaksud oleh Nesia.

"Maaf, Nona. Saya tidak bisa menduga apa yang Anda maksudkan," ujar Lukas jujur.

"Itu ... ehm, saya tidak terbiasa sarapan pagi karena ... karena memang tak ada yang bisa saya makan. Biasanya hanya segelas teh manis dan sepotong roti kalau kebetulan saya sedang ada uang untuk membelinya," jawab Nesia dengan senyum malu-malu.

Selain begitu mengejutkan, hal ini juga membuat Lukas ingin tertawa karena ekspresi Nesia yang tersenyum malu ini terlihat begitu menggemaskan. Sungguh, Lukas harus menahan bibirnya agar tidak melebar karena tawa.

"Ya ... ya ... baiklah, saya mengerti. Tapi mulai saat ini, sebaiknya Anda mulai membiasakan diri untuk sarapan. Mungkin dalam beberapa hari ini saya akan mencari guru kepribadian untuk Anda." Lukas mengatakan apa yang akan Nesia jalani mulai hari ini.

"Guru kepribadian?" tanya Nesia.

"Ya, seperti yang saya katakan semalam." Lukas menjawab.

"Tapi saya belum menyetujui apapun, Tuan Lukas," sanggah Nesia.

"Untuk hal itu, saya akan pergi menemui pengacara Tuan Remy hari ini untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kesepakatan Anda dan Tuan Remy." Lukas memberikan sedikit penjelasan pada Nesia, membuat gadis itu terkejut.

"Haruskah menggunakan pengacara, Tuan Lukas?" tanya Nesia dengan heran.

Lukas tersenyum dan mengangguk.

"Mungkin memang Anda harus mulai mengenal Tuan Remy, Nona Nesia. Beliau tidak pernah main-main dengan segala hal yang ditanganinya. Bahkan mengenai kesepakatan pernikahan sementara ini, saya yakin beliau juga tidak main-main. Apalagi memang beliau memiliki tim advokasi. Tapi tenang saja, selama tidak ada yang menyalahi perjanjian, semua akan baik-baik saja," ujar Lukas menenangkan.

Nesia mengangguk meski sejujurnya dia tidak begitu paham.

"Oh, ya. Tuan Remy biasanya selalu sarapan ketika pagi hari sebelum bekerja, mungkin Anda harus membiasakan diri dengan hal ini," ujar Lukas lebih lanjut.

"Apakah saya juga harus menemaninya sarapan?" tanya Nesia.

"Tentu saja. Apapun namanya, Anda adalah istri Tuan Remy yang sah, dengan atau tanpa surat perjanjian itu, kan?" ujar Lukas mengingatkan bahwa posisi Nesia memang istri Remy saat ini.

Nesia menggeram kesal setiuap kali Lukas mengingatkan dirinya bahwa dia dan Remy adalah sepasang suami istri. Tidak adakah hal lain yang lebih enak didengar selain peringatan mengenai hal yang sama?

"Tapi, Tuan Lukas, Anda tahu, kan, bagaimana interaksi beliau yang agung itu atas keberadaan saya? Saya hanya tak mau beliau kehilangan selera makan hanya karena saya berada di ruang yang sama dengan beliau," sanggah Nesia yang dengan sengaja memberikan gelar 'yang agung' pada Remy.

Lukas menahan senyumnya mendengar julukan yang disematkan oleh Nesia untuk Remy itu.

Tidakkah Nesia mengerti bahwa yang dijulukinya sebagai yang agung itu adalah suaminya? Baiklah, pernikahan mereka memang tidak selayaknya terjadi. Tapi tetap saja pernikahan itu sah, bukan?

Lukas yakin, jika Remy mendengar hal ini dia pasti akan kehilangan kesabarannya karena merasa direndahkan meski dengan julukan tinggi seperti itu.

"Mungkin di masa mendatang tidak akan seperti itu, Nona Nesia. Jadi saya sarankan agar Anda mulai membiasakan diri untuk sarapan bersama beliau. Untuk sementara, mungkin Anda masih bisa bebas sarapan tanpa beliau. Namun, saya akan mengurus surat itu hari ini. Setelahnya, saya akan mencari guru kepribadian untuk Anda, Nona." Lukas menjelaskan.

Nesia menghela napas panjang, menatap makanan yang menurutnya mewah itu dengan tatapan serba salah.

"Silahkan sarapan, Nona." Lukas kembali meminta Nesia sarapan.

"Anda, Tuan Lukas? Tidakkah Anda ingin sarapan?" tanya Nesia menatap Lukas.

"Terima kasih, Nona Nesia. Tapi ada yang harus saya urus segera hari ini," jawab Lukas.

"Apakah mengenai surat perjanjian itu?" tanya Nesia.

"Benar, Nona." Lukas mengangguk.

"Jangan lupa sertakan satu poin penting tadi malam, Tuan Lukas," pinta Nesia dengan serius.

"Apakah itu, Nona?" tanya Lukas mengerutkan keningnya.

"Tidak ada seks selama masa perjanjian pernikahan!" jawab Nesia tegas.

"Ha? Apakah Anda serius dengan pasal ini, Nona?" tanya Lukas meragukan keputusan tegas Nesia.

"Ya. Tentu saja."


***


FROM THE WEDDING HALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang