Jef menujukan penglihatan nya kepada theo yang bercuit, theo bercuit setelah beberapa pesan masuk di ponsel nya.
"Jef, sorry, gua izin keluar dulu bentar ya? mau nelpon client." Ujar nya.
"Ah iya iya theo." Jawab sang pria yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit.
Theo pun keluar dari ruangan, tinggalah kini sepasang manusia yang pernah menjalin kasih di masa lalu.
"Saya izin duduk ya?"
"Eh iya iya ci, tarik aja kursi nya kalo emang gak mau terlalu deket dengan aku."
Oci menghiraukan rekomendasi dari pria tersebut, dia duduk tanpa menarik kursi alias posisi kursi tersebut terletak tak jauh dari wajah jef.
"Kenapa bisa?" Oci bercuit pelan, bahkan suara nya terdengar antara ragu dan canggung, bisa di bilang oci gengsi, ahaha.
Mereka saling tatap.
"Kenapa ga kapok?"
"Kenapa kejadian dulu gak dijadiin pelajaran jef?"
"Kali ini gara gara alkohol lagi kan? Iya kan?"
"Kalo kamu ga sayang nyawa kamu, artinya kamu ga sayang anak kamu."
"Harus nya kamu lebih bisa jaga diri jef, sekarang kalo kayak begini siapa yang ngurusin kamu? aku udah ga bisa."
Oci menghela nafas nya grusar, bibir nya sudah kulai terkantup. Sial, baru saja oci melawan gengsi nya.
"Udah selesai ya ngomel nya?" Jef terkekeh.
"Padahal mau di omelin lagi, kangen." Rintih pria tersebut.
Tangan kanan yang terdapat kabel infus tersebut mencoba meraih pergelangan tangan putih cantik milik oci.
Sudah jelas, oci akan menolak perlakuan tersebut.
"Sebentar aja ci, please...." rintihnya.
Oci pun mengurungkan niat nya untuk menarik tangan nya, dan membiarkan tangan nya di genggam oleh tangan berkabel infus tersebut.
"De javu ga sih, ci?" Tanya nya, sang lawan bicara pun mengangguk.
"Beda nya sekarang gak ada temen temen kamu yang rese." Oci berkomentar.
Jef tertawa.
"Panggil mereka lagi kali ya? Terus kamu sama mereka nginep lagi di ruang inap aku, kayak dulu."
"Males banget, yang ada aku stress lagi harus ngehadepin manusia manusia aneh. Mereka tuh punya seribu satu cara ritual aneh yang selalu bikin aku emosi." Sang wanita mencurahkan keluh kesah nya.
"Yuda dengan seribu jurus flirting nya, johnny dengan seribu lagu nya, danu yang agak mendingan, tapi kalo ketawa, seisi rumah sakit bisa denger. Pokoknya semua temen kamu bikin hidup aku ga tenang." Masi berlanjut, oci bergumam.
Jef tertawa, kali ini pun tanpa sadar oci ikut tertawa.
Hati oci kini kacau, rasa nya seperti banyak kupu kupu yang berterbangan, tidak bisa di bohongi, oci merasa nyaman dengan perilaku jef yang sedari tadi terus mengusap usap lembut punggung tangan nya. Rindu, oci juga merindukan hal hal kecil seperti ini.
Di sisi lain namun masih di tempat yang sama, dua anak lelaki masih berdiri di balik tiang tembok rumah sakit.
"Kita kayak begini jadi kayak di sinetron sinetron njing." Oceh lelaki yang umur nya lebih matang.
"Ayo kesono aja jen, ngapain ngintip ngintip begini." Lagi lagi mengoceh.
"Tolong kerja sama nya om, sebentar aja jangan di ganggu dulu ayah sama bunda nya abang." Jendra menoleh ke arah lelaki di belakang nya.
Ya, sedari tadi jendra dan mahen memantau dari kejauhan. Niatnya mereka berdua ingin mejuju ke kamar inap jef, namun langkah kaki nya terhenti saat melihat seorang laki laki bertubuh jangkung yang berdiri di luar ruangan, ya theo.
Dan jendra memutuskan untuk berdiam terlebih dahulu di balik tiang tembok.
•••
ミJENDRAミ
KAMU SEDANG MEMBACA
JENDRA | LEE JENO
Teen Fiction"Ayah enggak berani lawan duel sama abang? wajar sih, soalnya ayah udah jompo." ujar anak tersebut dengan tawa pecah nya. "Kurang ajar ini anak, kata siapa ayah enggak berani? abang tau ayah lebih tua dari abang, berarti ayah jauh lebih berpengalama...