AYODHYĀ ; 01.

263 31 1
                                    

AYODHYĀ ; 01.

Janganlah mengira tulisan dalam naskah hanya sebatas rekaan yang dibuat dari imajinasi sang penulis, lebih dari itu sebuah aksara yang tersusun rapih berasal dari rasa, meskipun sang penulis tak menjelaskan apa maknanya. Maka dari itu tafsiran cerita sesungguhnya hanya sang penulis yang tahu. - listen Angela by Flower Face now. 

∘₊✧──────✧₊∘

  Luluh lantak lah langit, dengan sebuah gemuruh maka di sudut ujung ruangan itu, seorang gadis dengan cepat mematikan sambungan ponsel nya.

  "DEY!" ucap seorang pemuda, yang hampir seluruh nya basah kuyup, bukanya melindungi diri ia malah melindungi tas selempang nya dipeluknya, maklum berkas penting untuk presentasi nya besok ada di dalam, sudah dua tahun ia menunda kelulusan nya, ia tidak mau abadi di kampus ini.

  Dealova menengok, Nagara ada di belakangnya. Ia bangkit, menaruh ponselnya di meja yang terdapat laptop yang sedang menyala ada barisan tulisan di ms.word untuk naskah yang akan digarapnya. "lho?, bukanya mau bimbingan sama pak cipta?" tanya Dea pada Nagara.

  Nagara hanya menampilkan cengiran khasnya, matanya berubah menjadi segaris ketika senyum  nya melebar, bajunya yang basah kuyup demi menyembunyikan tasnya dari derai itu dibuka kemejanya menyisakan kaos berwarna putih yang lembab, ia duduk dibangku plastik sebelah dea. Dari dalam tasnya ia keluarkan satu box dimsum yang masih hangat, Nagara menyodorkan box dimsum yang masih terasa hangat itu kepada Dea "teman berjuang, buat lo" kata Nagara.

  Dea terkekeh, diterima box itu dengan ucapan makasih "thanks Gar!, lo emang paling tau. Makan berdua gasih kita?"

"Aduh gabisa Dey, jam tayang gue masih panjang. Gue harus survey lokasi buat pentas seni nih" 

 "Satu suap!, bensin lo nih buat berkelana, dari tangan gue pasti berkah" Kata Dea, dengan cepat perempuan itu membuka sumpit dan box nya kemudian memberi satu suapan untuk Nagara, pria itu memakan nya dengan lahap lalu bangkit lagi. 

  "Gue pergi lagi ya dey!" katanya, dengan cepat Nagara bangkit dan menghilang dibalik pintu ruang seni itu. Baru ingin mengucap hati-hati namun naas tak sempat, Dea hanya berdecak karna lagi-lagi Nagara meninggalkan kemeja nya "kebiasaan, nambah kiloan laundry gue, nih anak!"

  Dea kembali berkutat pada layar laptop nya, ia mengamati tiap-tiap dialog yang ia tulis dan mengabaikan dimsum nya yang perlahan dingin dimakan angin. 

   "Jadi, katanya apa bang?" Tanya Ashoka pada Gavri, di ruangan lain terdapat sekumpulan anak muda yang tengah membicarakan pentas seni yang akan mereka gelar tiga bulan lagi.

  "kisah Ramayana, tapi Dea mau ambil point of view nya Rahwana" Kata Gavri, yang baru saja sambungan ponselnya terputus.

  Byan yang sedang bersender pada bahu Ashoka itupun mengerutkan dahinya "biar apa?"

  "Biar beda"

  "emang iya bang gav?"

   Gavri pun terkekeh, lantas menggeleng "ya ngga aneh, Dea belum ngejelasin tapi gue ngga akan ngeraguin Dea sih, dia selalu hebat jadi ga perlu diraguin lagi. Pasti hasilnya terbaik"

  "bang coba tanya"

  "tanya apa yan?"

  "kenapa ga ambil pov dari Hanoman?, lebih netral" kata Byan, dengan cepat Ashoka menjitak kepala sang kekasih. "aw!, gue kan cuman beropini?" katanya, tak terima jika ia di jitak begitu saja.

  "coba berfikir realistis, yan, ya tuhan!" kata Ashoka, kadang suka bingung dengan pikiran asburd sang terkasihnya itu.

  Gavari terkekeh "Ngga semua cerita harus dipandang netral Yan, harusnya banyak sudut justru membuat satu hal lebih nampak jelas. cerita ngga melulu harus berisikan orang baik"

  "Lha? terus kalau ngga ada orang baik di dalam cerita, pas nulis resensi buku anak smp harus nulis pesan moral nya apa dong?" Tanya Byan.

   Ashoka menoleh "Pesan moral bukan berarti cuman tentang tulisan kebaikan kan?, kadang keburukan juga bisa jadi pesan agar di kemudian hari keburukan itu ngga ter-realisasi, yan"

   Byan nampak berfikir, cukup setuju dengan pendapat Ashoka. Lantas Gavri pun terdiam diam-diam ia setuju dengan ucapan Ashoka.

   Kembali lagi pada ruang sendiri sang penulis, jemarinya masih lincah bertuang resah lewat papan ketik laptopnya itu, maka bagian yang ia tunggu untuk di tulis pun tiba dan ketika bait aksara itu sudah sampai pada titik, ia menghela.

  "Bahkan ketulusan cinta, ngga akan pernah dimenangkan untuk dia yang ngga sempurna" gumamnya, dalam naskahnya ia menceritakan bahwa rama lah sosok antagonis di dalam laman ini, bagimana pesan moral yang byan pertanyakan tadi? bagi Dea kisah tidak melulu harus diikuti dengan pesan moral, bagi Dea kisah hanya cukup berakhir dengan sebuah pilihan ; utuh atau runtuh, adanya pesan moral tergantung bagaimana yang pembaca menyaksikan nya saja namun tafsiran sesungguhnya hanya sang penulis yang berhak memutuskan.

  "Kalau Rahwana memperjuangkan rasanya kenapa ia dicap sebagai penjahat? dengan seorang lelaki yang tak menjemput kekasihnya dengan tangan nya sendiri?"

  "Kalau Rahwana memuliakan wanita, kenapa ia masih kalah dengan seseorang yang meragukan kesucian wanita?"

   "Kalau Rahwana membuat mahligai surga hanya untuk bisa menempatkan seseorang terkasihnya dengan nyaman, mengapa ia masih terlihat lebih buruk dengan seorang pria yang mengusir terkasihnya ke hutan?"

  "kalau Rah-" senandika Dea terhenti, kala suara panggilan dari seorang gadis belia itu nampak di depan pintu bersama dengan seorang lelaki. "teh Dea!" katanya, ia azwin mebawa satu kotak donat dengan Kawa yang menemani di samping nya dengan wajah datar.

  "Kalau aku bisa membangun istana megah, kenapa kau memilih tinggal di gubuk derita, azwin"

AYODHYĀ

Ayodhyā | JiminJeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang