03. Ini Pesantren

31 21 10
                                    

bismillahirrahmanirrahim.
kaifa khaluk, bestie? khair?

bestie, minta tolong bantuin aku promosi, ya! soalnya udah promo sana sini tetep ngga ada perubahan view nya, sedih tapi gapapa masih tetep usaha! hehe.

kalian boleh pake banget ajakin temen-temen kalian buat ikutan baca supaya nanti kalian bisa cerita bareng sama temen kalian buat bahan topik.

happy reading and enjoyyy!

***

Setelah memperkenalkan dirinya, ia diantar untuk masuk ke kamar barunya bersama teman-teman yang menjadi teman satu kamarnya.

Melewati setiap kamar, banyak orang yang menyapanya, perempuan itu membalasnya dengan senyum tipis untuk menanggapi sapaan mereka. Bersyukur karena teman-teman pesantren yang berada dalam bayangannya tidak terjadi pada dirinya.

“Alhamdulillah. Udah sampai.” Wanita itu menyuruh Qiana untuk menunggu di luar, Qiana mengangguk patuh.

“Ayo, Qiana masuk,” ujar Halimah, selaku pengurus pesantren.

Qiana masuk dengan sambutan hangat, sama seperti tadi ia beriringan dengan Halimah melewati setiap kamarnya.

“Waalaikumsalam!” seru mereka kompak.
Qiana menoleh pintu kamar kembali, tidak ada orang yang masuk selain dirinya dan Halimah, ia paham mereka telah meniyindirnya secara tidak halus.

‘Ternyata mereka nyindirin gue.’ Umpatan kecil yang Qiana tahan agar tidak keluar dari bibirnya.

Perempuan itu mengubah mimik wajahnya dengan datar, teman sekamarnya tidak mengharapkan kehadirannya.

“Hai, santriwati! Kamu yang akan menjadi teman kita sekamar. Kenalin aku Bella,” sapanya sambil mengulurkan tangannya.

Qiana menjabat tangan Bella dan menyebutkan nama untuk perkenalan.

“Kenalin aku Keysa,” sambung perempuan dengan gamis hijau tosca itu.

“Aku Livia.”

“Aku Luna.”

“Dan aku Alisa.”

Qiana membalas satu persatu jabatan tangannya. Ini masih awal baginya di pesantren, mengingat kedudukannya sebagai santriwati baru di pesantren, ia harus menjaga sikap dan tidak membuat keributan dengan teman-teman barunya.

Selepas kepergian Halimah, mereka saling melemparkan tatapan tidak suka dan memojokkan Qiana berbagai ekspresi.

“Qiana mau ikut nggak?” tanya Bella, setelah mengambil buku dan kitab.

“Ke mana?” tanya Qiana basa-basi.

“Aku sama Keysa ngajar anak warga buat ngaji sore, kebetulan hari ini libur ngaji kitab sama ngaji Qur'an. Jadi, setiap minggunya udah ada jadwal kayak gitu.” Qiana mengangguk mengerti.

“Lain kali aja gue ikutan,” tolak Qiana ringan.

Satu kamar dibuat terkejut dengan sikap Qiana yang sebenarnya. Mereka saling tatap satu sama lain, melemparkan pandangan yang sulit diartikan.

Keysa mengode Bella agar tidak ada pertanyaan macam-macam dari Livia, Luna, dan Alisa.

Bella yang mengerti maksud Keysa mengangguk. “Oke. Kita duluan, ya. Assalamualaikum,” pamit Bella dan Keysa serempak.

“Waalaikumsalam.”

Selepas kepergian Bella dan Keysa, Qiana mendekati tas kopernya untuk mengemasi pakaian-pakaiannya ke lemari.

Suara rintihan keluar dari mulut Qiana. Ia menatap pelakunya dengan tatapan tajam.

“Kamu mau tidur? Nggak baik, loh, kalau tidur sore hari.” Nasihat Livia setelah menjebak kaki Qiana, sehingga tersungkur ke kasur.

“Bukannya lo, ya, yang jebak gue barusan? Lo kayaknya pikun sampai terpengaruh dari efeknya setiap sore tidur.” Qiana tidak pernah berucap sepanjang ini dengan orang yang menurutnya tidak penting.

Perempuan itu tidak bisa diam jika dirinya dipermainkan, Qiana bukan perempuan yang lemah dan menjadi patuh kepada senior. Ketika diperhatikan gaya mereka lebih tua usianya dibanding dirinya, hanya saja selisih satu tahun.

“Kamu itu nggak cocok di pesantren ini karena dari tampilan kamu aja udah badgirl! Kesalahan kamu itu pakai celana, pakai cardigan terus dalamnya pakai kaos doang, dan satu lagi kamu pakai hijab segiempat mini. Ini itu pesantren!” omel Livia melengkingkan suaranya.

Qiana yang pusing mendengarkan omelan Livia, hanya memijit pangkal hidungnya. Tidak habis pikir, ia dimasukkan satu kamar dengan para senior galak.

“Ada aturan gitu, ya?” Perempuan itu hanya ingin menguji kesabaran para seniornya.

Luna dan Alisa melotot sempurna. Semua yang dijelaskan Livia tidak ada ketakutan dari wajah Qiana, hanya menampilkan wajah songong itu yang ingin sekali mereka terkam.

“Bawa ke tempat rahasia aja, deh, Vi.” Luna dan Alisa menatap Qiana sinis.

Livia mengangguk setuju, lalu mulai menyeret lengan Qiana kasar membawa ke tempat rahasia itu yang menjadi saksi rencana mereka.

“Eh, gue mau dibawa ke mana?” tanya Qiana panik, ia berusaha melepaskan lengannya dari Livia.

Mereka bertiga menghiraukan teriakan Qiana dan meluruskan rencana jahatnya. Hari pertama masuk pesantrennya adalah hal yang buruk baginya.

Kali ini Reagan dan Aza memasukkannya ke tempat yang salah.

***

emang pendek, bestie.
tapi aku double update.

yok, kasih semangat buat yang nulis dengan cara klik bintang, komentar? terbuka luas, kok. buat kalian mau kasih aku kritik, saran, dukungan, atau motivasi boleh

Tak Lagi Salah (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang