bismillahirrahmanirrahim.
update lagi, bestie! kaifa khaluk?
bestie, jangan lupa vote, komen, ya! boleh banget buat promosikan cerita tak lagi salah sama teman-teman kalian supaya ikut baca bareng.
cakap-cakapnya lanjut nanti lagi, bestie! pokoknya happy reading and enjoy!
***
Dua belas tahun kemudian ....
Kedatangan sang putri bungsu masih ditunggu di ruang tamu, tetapi yang ditunggu belum juga tampak batang hidungnya.
Pria paruh baya frustasi menghadapi sikap dan perilaku putrinya, sikapnya benar-benar sama seperti ia dulu.
Suara decitan pintu terdengar, sehingga Reagan mendongakkan kepalanya melihat perempuan itu seperti maling yang tertangkap basah.
“Dari mana kamu?” tanya pria bertubuh tegap menyambut di ruang tamu.
Melihat anak bungsunya pulang jam delapan malam yang tidak tahu waktu itu membuat Reagan beristighfar. Anak perempuan yang seharusnya pulang sebelum Magrib berbeda dengan Qiana yang selalu membangkang soal aturan.
Perempuan berhijab segiempat itu menatap Reagan dingin. “Qiana banyak tugas,” jawabnya beralasan.
Reagan mendekati Qiana dengan tatapan membunuh. “Jangan jadi orang bodoh yang mau aja dimanfaatin sama teman-teman kamu!” serkas Reagan keras.
Qiana berdecih pelan. “Bukannya Abi yang selalu ngajarin berbuat baik kepada orang yang membutuhkan?”
Reagan memijit pelipisnya yang berdenyut, Qiana berbeda jauh dengan Qiara. Reagan geram saat Qiana selalu menjadi anak pembangkang.
“Abi masukin kamu ke pesantren!” tekan Reagan tidak segan-segan.
Qiana diam membisu, lalu ia tertawa sumbang, selain ia tidak dibutuhkan di keluarganya, ia akan diusir dari rumah.
“Qiana tahu kalau Abi nggak sayang sama Qiana dengan cara halus gini Qiana bakal pergi dari rumah ini tanpa harus ke pesantren!” cerca anak sulung nyaring hilang kendali.
Plak.
“Mas!” Suara intonasi tinggi dari tangga membuat Reagan memejamkan matanya, sadar atas kesalahan yang diperbuat pada putrinya.
Pipi Qiana merah, sangat jelas ada bekas tamparan yang Reagan layangkan. Qiana menggigit bibir bawahnya menahan rasa panas pada pipi kiri, bibirnya tiba-tiba ada cairan kental yang turun ke dagu. Qiana mengelapnya kasar.
“Selain mulut kamu yang selalu menyakiti hati Qiana, kamu juga melukai fisiknya, Mas! Kamu udah berani main tangan.” Marah Aza mendengar jelas suara tamparan yang menyaring.
Aza beralih menatap Qiana dengan wajah sendu, menghampiri dan melihat bibir itu yang terluka, hendak menyentuh bibir anak sulung, putrinya sudah menepis tangan Aza terlebih dahulu.
Wanita paruh baya sedih melihat sikap Qiana yang tidak menginginkan sentuhannya. Saat hendak berucap, Qiana menyela, “Qiana akan pergi dari rumah.” Qiana langsung berlari ke kamar untuk membereskan baju-baju yang ia bawa.
Qiara melihat Qiana yang sudah membawa koper itu langsung mencegah dan melarangnya untuk pergi. Adik bungsu menggeleng tidak mengizinkan.
“Gue nggak butuh izin dari lo.” Qiana menepis kasar saat lengannya sudah disentuh oleh Qiara.Qiara berusaha mengejar Qiana, tetapi Qiana lebih dulu turun ke bawah. Anak sulung itu sedih melihat penderitaan adiknya, tetapi ia juga tidak bisa membantu dan memberikan dukungan kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Lagi Salah (Terbit)
Novela JuvenilKeluarga Qiara dan Qiana sangat bahagia dan penuh keharmonisan itu terpecah belah, setelah kecelakaan menimpa pada Qiara, gadis itu mengalami tunawicara, sehingga banyak rahasia yang masih menjadi teka-teki keluarga mereka. Pada suatu hari tidak sen...