≡;- ꒰ The Grand Bazaar ꒱

80 6 2
                                    

∘⁠˚⁠˳*⁠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

∘⁠˚⁠˳*⁠.


"Aku akan berendam dengan air dingin harum padisarah sehabis ini. Lihat saja."

Omong kosong yang disebutkan Vannie sebelum keesokan sorenya diseret Shalmar untuk menghadiri acara di Grand Bazaar.

"Lebih baik tidur di asrama daripada berdesak-desakan kayak gini," keluh Vannie.

Posisi Grand Bazaar yang terletak agak bawah membuat atmosfernya terasa sedikit engap jika dibandingkan dengan Akademiya. Ditambah lagi, Vannie membiarkan rambut panjangnya tergerai sehingga keringat pun mulai membasahi tengkuknya. Perasaan tidak nyaman yang terburuk, bahkan jika dibandingkan dengan hal paling buruk sekalipun.

"Ada banyak budaya keren dan makanan enak di sini, pendatang luar sepertimu harus coba semuanya," sahut Shalmar lalu menarik tangan Vannie untuk melihat-lihat.

"Oh, satu lagi. Kalau aku tidak salah lihat, itu sepertinya mahasiswa Akademiya juga..." Ucap Shalmar sembari menarik Vannie mendekat. Shalmar menunjuk ke arah pemuda yang dimaksudnya, membiarkan Vannie memperhatikan ke mana telunjuknya mengarah.

Alisnya naik sebelah ketika ia melihat seseorang yang sama sekali tidak disangkanya untuk hadir dalam acara seperti ini, "...itu senior Alhaitham, yang kemarin kita jumpai di kafe," pukas Vannie.

"Ngomong-ngomong soal dia, Kakak itu juga memberikanku sebuah buku. Buku pelajaran sih..." Sambungnya.

Vannie sempat terdiam sejenak. Kalau melihat dari tipikal orangnya, Alhaitham tidak akan suka berbicara dengan sembarang orang, apalagi kalau hanya sekedar basa-basi. Apalagi selama beberapa minggu terakhir di Akademiya, kemungkinan dirinya untuk berjumpa dengan lelaki itu hanya satu banding sepuluh.

Kecuali, itu seseorang yang memang menarik minat Alhaitham.

...Orang yang disukai, istilahnya. Pikir Vannie.

Atau mungkin, memang masalahnya ada pada Vannie, yang sebetulnya belum mengenal Alhaitham terlalu jauh.

"Ah, yasudahlah. Yang penting kita jaga image, jaga-jaga kalau sampai dia sadar kita juga disini," ucap Shalmar lalu kembali menarik tangan Vannie.

Perempuan itu lantas memperhatikan seniornya yang kelihatannya tengah asik mengobrol dengan seorang gadis berambut coklat yang disanggul satu, mengenakan dress sutra berwarna gradasi ungu-putih, beserta selendang satin putih tulang transparan yang menutupi bahunya.

Ia hanya menghela napasnya sebagai tanda menyerah, lalu membiarkan dirinya dipimpin Shalmar untuk berjalan-jalan.

Banyak warga sekitar yang terpukau dengan Vannie. Terutama karena dirinya dari Mondstadt, maka fitur yang ada pada wajahnya tentu berbeda dengan rakyat Sumeru. Selain itu, pakaian yang ia kenakan saat ini memang sedikit mencolok, sebab ia mengenakan salah satu yang sering dipakainya ketika masih berada di Springvale. Dress minimalis khas Mondstadt yang berhiaskan pernik yang manis.

𝐀𝐃𝐀𝐆𝐈𝐎 𝐵𝑙𝑜𝑜𝑚 | Alhaitham Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang