Layaknya di banyak cerita yang tersebar di dunia maya, remaja ini memiliki nasib yang sama. Hidup telantar, namun hanya dibiayai masalah persekolahan tanpa adanya mereka membiayai kebutuhan pokok lainnya.
Remaja yang awalnya sosok manis hancur begitu saja setelah peperangan yang terjadi di rumahnya. Semua benda melayang, membuat begitu banyak suara yang membisingkan. Adu mulut antara orang tuanya, sampai-sampai bertengkar hebat yang melibatkan fisik.
Dengan cepat ia mengunci pintu kamarnya, terduduk di lantai dengan headset di telinganya "Alihkan pikiranmu, Lee Yechan ... ," ucapnya kepada dirinya.
Sebut saja Yechan, dengan usia 15 tahun atau tepatnya dua tahun yang lalu, di mana ia melihat orang tuanya bertengkar hebat untuk yang pertama kalinya. Jelas mentalnya akan hancur sedikit demi sedikit di usianya yang masih tergolong muda.
Tubuhnya seketika tersontak kaget saat terdengar suara benda terjatuh yang begitu kuat dari luar kamarnya "Padahal gue udah pake headset ... ," gumam Yechan sembari mencoba menulikan pendengarannya.
Yechan perlahan membuka matanya, bagaimana bisa ia menulikan pendengarannya jika suara orang tuanya bertengkar saja sangat keras. Bisa saja tetangga di samping rumahnya terganggu, Yechan yakin akan hal itu. Seharusnya Yechan berperan sebagai penengah di antara orang tuanya itu, namun apa daya, mereka selalu menganggap Yechan hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
"Apa gue kabur aja?," tanyanya pada dirinya sendiri, memperhatikan jendela kamarnya sejenak sebelum menghela napas "Ga, terlalu gila," Yechan langsung bangkit dari duduknya itu, sedikit membuka pintunya itu, mengintip untuk melihat keadaan di luar.
Begitu sunyi, tidak tahu apa yang terjadi. Apa orang tuanya sudah selesai bertengkar?
Yechan perlahan membuka lebar pintu kamarnya. Melihat sekeliling rumahnya itu. Tidak ada siapa-siapa, hanya ada ruang depan yang hancur berantakan, dan Yechan yakin itu adalah ulah ayahnya.
Ia menghela napasnya, kemudian pergi ke ruang depan yang sudah benar-benar berantakan. Yechan hanya berniat untuk merapikan ruang depan saja, tidak yang lain.
Pelan-pelan ia menginjakkan lantai itu, begitu banyak pecahan beling yang tersebar, entah dari vas bunga atau toples makanan dari beling yang kosong tanpa makanan.
Sudah bulat keputusannya, setelah ini ia akan pergi mencari udara di luar. Pergi ke mana pun asalkan tidak ada adegan bertengkar.
"Ngapain kamu?."
Yechan menoleh ke belakangnya, seketika mengalihkan pandangannya, mencoba kembali fokus ke pekerjaannya "Bunda tanya, kamu ngapain Yechan?," Yechan menggeleng mendengar pertanyaan ibunya itu "Percuma, Chan. Nanti akan berantakan lagi. Tidak usah sok rajin," ucap ibunya, terlalu sakit saat mendengar ucapan ibunya.
"Anjing, tajem bener mulut ibu gue," Yechan terkekeh, menahan rasa sakit di hatinya. Bukan mencari perhatian, bukan. Tidak enak saja melihat keadaan rumahnya yang begitu berantakan.
•••
Pergi ke kafe dan menikmati latte memang membuat hati Yechan menjadi sedikit tenang. Sembari memandangi suasana di luar kafe, ia menyuruput latte itu.
Yechan membuka ponselnya, mengecek jam berapa sekarang.
"Hai," sapa entah siapa saat Yechan sibuk memandangi jalanan kecil di luar kafe. Yechan secara reflek menoleh, lalu mengerutkan alisnya. Ia duduk berhadapan dengan Yechan, namun Yechan menghiraukannya. Ia mana peduli dengan orang itu.
Orang itu mendengus kesal melihat reaksi Yechan yang begitu datar "Tidak ramah! Aku tadi menyapamu, dan kau tidak menyapaku balik?," Yechan memutar bola matanya malas menanggapi orang itu "Jika kau ingin duduk di sini, silahkan. Tapi tolong jangan ganggu aku," ucap Yechan dengan tegas.
"Santai, kawan baru. Aku hanya ingin berkenalan, sudah seminggu lebih kau terus-terusan duduk dan memandangi jalan kecil itu," kata orang itu yang membuat Yechan semakin mengerutkan alisnya "Oh ... jadi selama ini kau memperhatikanku?," tebak Yechan sambil menunjuk orang itu.
Orang yang terduduk di depannya itu mengangguk dengan percaya diri "Aku Park Seeun, salam kenal, tampan ... ," goda Seeun. Yechan tak menggubris apa yang Seeun katakan, ia kembali memandangi jalan kecil tadi.
Seeun memindahkan kursinya, menjadi duduk di sebelah Yechan lalu menyenderkan tangannya di bahu Yechan "Eih ... kau sangat tidak ramah," Yechan langsung menoleh, tidak terima dengan apa yang Seeun lakukan "Dan kau tidak sopan, menaruh tanganmu di bahu orang tanpa izin," ucap Yechan yang langsung menepis tangan Seeun.
"Ayolah ... ayo kita berteman, kita akan menjadi teman baik nantinya. Cepat, kenalkan dirimu," Seeun menggoyangkan lengan Yechan perlahan "Bisakah kau diam? Aku sedang banyak masalah," ceplos Yechan karena ia sudah benar-benar geram dengan Seeun.
Seeun seketika terkejut pelan "Masalah? Makanya ayo berteman, mana tau aku bisa membantu," ujar Seeun sembari menyikut pelan lengan Yechan "Kau tampak sangat muda, berapa umurmu?," tanya Seeun dengan penasaran namun Yechan tak menjawab.
Yechan menatap sejenak sosok Seeun di sebelahnya itu, kemudian menghela napasnya "17," jawab singkat Yechan "Akhirnya kau menjawab pertanyaanku. Oh ya, namamu?," Seeun kembali menanyakan nama Yechan, dan tentunya dijawab dengan gelengan oleh Yechan.
"Jadi? Kau tidak punya nama?," Seeun bingung saja dengan tingkah Yechan, begitu aneh. Apa susahnya Yechan menjawab pertanyaan Seeun, cukup katakan namanya saja sudah cukup menjawab rasa penasaran Seeun.
"Lee Yechan."
Seeun seketika menoleh ke arah Yechan, tersenyum senang karena akhirnya sosok imut di sampingnya itu menjawab pertanyaan yang membuatnya penasaran.
"Lee Yechan? Nama yang bagus!," Seeun benar-benar senang sekarang "Kalau begitu, ayo berteman."
Yechan langsung berdiri, meninggalkan Seeun sendirian di sana "Cih! Bahkan aku belum meminta nomernya. Dasar si Yechan imut."
+
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHE || SEEUN & YECHAN
RomanceHidup telantar, namun tetap dibiayai masalah persekolahannya dan hanya diminta untuk menjadi sangat pintar, melebihi yang lain. Jangan lupakan mentalnya yang lemah dan hancur karenanya. Bertubuh lemah, namun semua berubah ketika bertemu dengannya. N...