#7

105 18 3
                                    

Ya, benar. Yechan jatuh cinta dengan Seeun, walau ia sendiri meragukannya. Tapi apa lagi jika bukan cinta?

Sepertinya lebih ke arah 'suka'. Yechan suka dengan Seeun. Lagi pula Yechan tidak memiliki rasa yang lebih dari menyukai Seeun. Hanya sebatas suka, mungkin.

Yechan menatap pantulan dirinya di cermin. Sempat terpikir perasaan di hatinya.

"Cinta atau suka?".

Gumam si manis itu. Yechan hanya sebatas memikirkan Seeun, membayangkan Seeun, hingga ...

Membayangkan keduanya berpacaran.

Baiklah, itu mungkin normal. Beberapa orang mungkin sempat membayangkan hal yang sama.

Yechan takut saja, jika perasaan yang sesungguhnya hanyalah sebatas suka, namun apa yang ia katakan semuanya tentang cinta, bisa saja Seeun terluka karenanya. Hati dan mulutnya harus sinkron. Jika hatinya mengatakan suka, maka apa yang ia katakan harus tentang perasaan sukanya, bukan perasaan cintanya.

Cinta dan suka berbeda. Keduanya saja belum berteman lebih dari satu bulan, apa lagi satu tahun. Cinta membutuhkan waktu yang lebih banyak daripada suka.

Tapi Yechan sendiri tak yakin ini rasa suka. Aneh, dan rumit.

Yechan melempar ponselnya ke kasur, tepat setelah membaca perbedaan suka dan cinta di salah satu website.

"Jadi selama ini gue cuman sebatas suka ke Seeun?" Yechan meremas rambutnya frustrasi.

Cinta memang rumit, pikir remaja itu.

Sejenak Yechan terdiam, lalu berdiri untuk mencari udara, bukan mencari Seeun. Yechan butuh udara segar, sendirian tanpa Seeun. Namun jika tiba-tiba Seeun datang dan menemaninya tak masalah, Yechan akan menikmatinya. Berjalan-jalan bersama Park Seeun akan mengasikkan baginya.

Tidak ia niatkan dari rumah untuk mencari dan bertemu Seeun. Jika dirinya secara tanpa sengaja bertemu dengan Seeun, maka itu takdir. Benar 'kan?.

Setidaknya untuk hari ini Yechan izin dengan ibunya kalau ia ini pergi. Hanya sebatas jalan-jalan, ia sudah berjanji tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh.

Jalanan kecil ia lalui dengan tatapan ke depan yang kosong. Dengan ekspresi yang datar membuatnya seperti memiliki masalah yang besar dan membuat pikirannya penuh.

Langkah terhenti, tepat saat melihat sosok yang tak ia niatkan dari rumah sudah berdiri di depan gerbang taman kota. Ya, siapa lagi kalau bukan si Park Seeun aneh itu.

Yechan tersenyum, lalu pergi menghampirinya. Tanpa mengatakan apapun, ia menggandeng tangan Seeun.

"Eih? Ada apa bayi?" tanyanya yang bingung melihat tingkah Yechan yang sedikit aneh "Tidak ..." jawabnya dengan tatapan ke depan, tak menatap Seeun yang sedang menatapnya kebingungan.

Yechan menatap genggaman tangannya, tersenyum tanpa sadar setelah menyadari betapa manisnya nada yang Seeun gunakan untuk bertanya tadi.

"Seeun," panggil duluan dari Yechan yang membuatnya menoleh "Kenapa, Chan?" Yechan tak melanjutkan kalimatnya, terus-terusan menatap genggaman tangannya itu, lalu menatap netra Seeun "Kok bisa ya aku suka sama sosok aneh sepertimu? Lucu deh," ucapnya dengan sedikit tawaan.

Seeun ikut tertawa sedikit "Namanya hati, Chan. Tidak bisa kau tebak. Bahkan aku saja tak menyangka kau bisa menyukaiku." Seeun mengajak Yechan untuk memutari taman, karena bosan saja.

"Bagi aku, kamu itu sempurna, Chan," ujar Seeun yang memandangi pohon-pohon "Walau terkadang sikapmu yang tidak ramah seperti waktu itu, aku tak menyerah untuk mendekatimu," lanjutnya sembari menatap Yechan "Lalu, aku juga tak pernah menyangka kau bisa menyukai sosok aneh sepertiku."

"Saat pertama kali aku melihatmu duduk di kafe dengan tatapan yang kosong, mungkin saja aku terpesona dengan keimutanmu. Aku belum berani untuk menyapamu saat itu. Tapi saat aku menyapamu untuk pertama kalinya, aku justru menggunakan cara yang salah, yang malah membuatmu tidak nyaman. Maaf akan hal itu, aku hanya terlalu bingung bagaimana cara menyapamu tanpa terlihat canggung."

Yechan menatap sekilas netra Seeun "Ya, maaf juga karena sudah bersikap tidak ramah kepadamu," ucap Yechan dengan senyumannya yang menggemaskan "Entah sudah berapa kali aku memanggilmu dengan sebutan 'bodoh'," Seeun tertawa mendengar kalimat Yechan, benar-benar menggemaskan. Dengan nada yang menggemaskan Yechan bergumam tidak jelas.

Seeun merangkul Yechan, mencoba untuk lebih akrab dengannya. Romantis, daun-daun kering berjatuhan yang membuat suasananya menjadi lebih romantis. Seeun berhenti secara tiba-tiba, yang membuat Yechan hampir terjatuh.

Sejenak hening, dua pasang netra saling bertemu, saling bertatapan. Untung saja tadi Seeun sempat menangkap Yechan yang hampir terjatuh. Meraih pinggangnya yang tanpa sengaja keduanya saling bertatapan. Bahkan ini lebih romantis dari yang tadi.

Yechan reflek melepas rangkulan Seeun di pinggangnya, lalu berakting seolah tidak terjadi apa-apa "Ayo jalan," ucapnya dengan rona merah muda di pipinya "Setidaknya kita duduk dulu, Chan," kata Seeun sambil menunjuk kursi taman yang sudah disediakan. Yechan mengangguk, lalu ikut duduk bersama Seeun.

"Tadi kita romantis banget, lucu deh, pipi kamu merah," Seeun mencubit gemas pipi Yechan, lembut seperti mochi. Yechan tersontak kaget lalu malu-malu setelahnya, menyingkirkan tangan Seeun secara hati-hati "Hentikan, bodoh ... aku malu." Seeun tertawa mendengar reaksi Yechan yang tanpa sadar memanggilnya dengan 'bodoh'.

"Yechan, ayo beli es krim," ajak Seeun yang sudah berdiri "Kau ingin mentraktirku?" tanya Yechan dan dijawab dengan anggukan.

Seeun dengan cepat menarik tangan Yechan, menggenggamnya dengan sangat amat romantis, sampai-sampai sosok kecil di sampingnya tertunduk malu karenanya.

+

PSYCHE || SEEUN & YECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang