Part 5 - Grebek

115 2 0
                                    

Happy Reading!

.
.

Apakah sulit menjadi wanita terhormat sehingga suami orang lain pun harus digoda?

Aku tidak sepenuhnya menyalahkan Resti atas semua ini, karena kesalahan itu datang dari keduanya, suamiku juga adalah pria yang genit, ia tidak pernah mengirim pesan kepadaku seperti mengirim pesan pada Resti.

Hanya sekedar menanyakan apakah aku sudah makan, apakah anak-anaknya sudah makan, bahkan tidak pernah, sementara pada Resti ia bertanya tentang anak Resti dan apa yang disukai anak Resti.

Di sini aku mempertanyakan anak Resti dan anaknya apakah berbeda? Kenapa tidak memberikan kasihan sayang kepada anak-anaknya?

Aku sudah berusaha untuk menahan segalanya, aku selalu mengatakan dalam hatiku aku akan memaafkan Mas Wisnu, kesalahan pertama ini akan ku anggap ujian pertama di rumah tangga kami, karena selama menikah kami selalu terlihat baik-baik saja, tapi ternyata ada rahasia besar.

Aku sudah bersiap menyusul Mas Wisnu dan akan stay di kantor melihat Mas Wisnu akan ke mana, aku harus mencari tahu di mana mereka tinggal dan di mana mereka sering bertemu.

Asya sudah ku titipkan kepada Ibu, aku mengatakan kepada Ibu kalau aku akan ke kota untuk bertemu dengan adikku, aku tidak mengatakan kepada Ibu bahwa aku akan membuntuti Mas Wisnu, jika aku mengatakan itu, Ibu pasti akan melarangku karena takut aku kenapa-kenapa di jalan.

Selama ini, aku berusaha untuk tenang dan tetap menunggu keputusan Mas Wisnu, apakah Mas Wisnu akan meninggalkan Resti atau masih bertahan dengannya? Atau, memilih Resti dan memulangkanku?

Ketika hendak mengemudikan motor aku dihentikan dengan suara notif ponselku dan bodohnya aku, aku berharap suara notif itu dari Mas Wisnu, tapi ternyata pesan dari Kak Hanum.

Ku baca pesan yang dikirimkan Kak Hanum lalu dengan mata membulat aku membaca dengan seksama.

Kak Hanum mengatakan bahwa ia mendengar tentang pernikahan sirih antara Mas Wisnu dan Resti, aku hampir saja terjatuh dari motor karena aku tidak bisa menumpuh berat badanku, seolah duniaku hancur berkeping-keping untuk kedua kalinya, aku memilih tak membalas pesan dari Kak Hanum dan memilih pergi meninggalkan rumahku.

Aku berdoa didalam hati, semoga Allah memberiku kemudahan, memberiku petunjuk agar aku tahu tujuanku.

Anak-anakku akan menjadi korban perselingkuhan ayahnya. Anak-anakku akan kehilangan ayahnya. Jika aku tak mencari tahu dan tak mempertahankan pernikahanku, anak-anakku akan kehilangan sosok ayah, dan anak Resti akan kehadiran sosok ayah.

Semuanya tentu saja sulit, aku menangis di tengah perjalanan mengendarai motorku, aku tak tahu apa yang bisa ku lakukan jika sudah tiba di kantor Mas Wisnu.

Mas Wisnu hanya lah seorang karyawan biasa dulunya, lalu dua tahun yang lalu ia mendapatkan kenaikan jabatan menjadi manager umum, dan itu membuatku bangga. Dia bukan siapa-siapa dulu, bahkan tak punya apa-apa, namun ku temani dia dengan sabar, dan akhirnya Allah menunjukkan sisi baik dari semua yang kami jalani. Lalu, Mas Wisnu selingkuh?

Tidak bisa kah seorang pria bertahan hanya dengan satu wanita? Haruskah gonta-ganti

Tiba lah aku di kantor Mas Wisnu, aku memilih menunggu Mas Wisnu di lobby, namun motorku ku parkir di tempat khusus, karena security tahu bahwa aku adalah istri sah dari Mas Wisnu. Namun, ku beritahu mereka kalau jangan ada yang melaporkan kedatanganku.

Aku sudah sering kemari, membawakan bekal makanan untuk Mas Wisnu, namun beberapa hari ini aku sudah tak melakukannya karena aku sedang terluka.

Hampir satu jam aku menunggu dilobby dan keluar lah Mas Wisnu dari lift, aku memalingkan wajah agar Mas Wisnu tak tahu kedatanganku.

Aku berjalan pelan dan menuju motorku, sementara mobil Mas Wisnu sudah meninggalkan parkiran. Aku ikuti dia dari jarak yang agak jauh, aku fokus melihatnya agar tak sampai kehilangan jejaknya.

Aku menitihkan airmataku lagi dan ku dengar suara notif ponselku, aku mengabaikannya karena jika aku melihat siapa yang menelpon, aku pasti kehilangan jejak Mas Wisnu.

Ini adalah kesempatanku untuk pergi mencari tahu Mas Wisnu, aku tak perduli hujan membasahi ku, bahkan bajuku sudah basah kuyup, jaket yang aku kenakan tembus hingga ke baju bagian dalam, semua itu tak ku pedulikan, yang aku inginkan aku ingin melihat pemberhentian Mas Wisnu.

Hujan makin deras, aku tetap melanjutkan perjalanan dan tibalah aku di sebuah lorong kecil yang ada di pusat kota. Di sini tak terlalu ramai dan bangunannya hanya ada perumahan, dan beberapa rumah kost.

Ku lihat mobil Mas Wisnu masuk ke sebuah kost Pondok Hijau, itu yang tertulis didepan kost. Aku melihat Mas Wisnu masuk di sebuah kamar yang ada dibagian ujung, aku tersenyum ketir, karena terlalu dalam sudah luka hatiku ini. Jadi, di sini tempat tinggal mereka?

Ku hubungi saudari-saudari Mas Wisnu agar datang menemaniku untuk melabrak mereka, aku tak mungkin melabraknya sendirian. Aku tak punya tenaga dan tak punya kekuatan untuk melawan mereka berdua.

Tak lupa pula ku telepon Tante Mas Wisnu yang dapat membantuku untuk menyelamatkan rumah tanggaku. Aku suruh mereka kemari dan menemaniku. Sebelum mereka kemari, aku akan tetap ada di sini dan melihat situasi.

Hari sudah malam, aku benar-benar meninggalkan Dipta dan Asya seharian, aku harus menyelesaikan semuanya dulu sebelum kembali ke rumah.

Hampir satu jam aku menunggu di sini, dan akhirnya keluarga dari suamiku datang dan mereka berbondong-bondong menghampiriku.

"Mana kamarnya?" tanya Kak Hanum.

Aku menunjuk salah satu kamar ujung tanpa tenaga, bajuku masih basah dan aku tak perduli semua itu.

Kak Fera datang dan menyentuh kedua pundakku. Lalu berkata, "Kamu baik-baik saja, 'kan?"

Aku mengangguk.

"Ya sudah. Ayo kita temui suamimu dan pelakor itu," kata Kak Hanum.

Dengan hati yang ku tenangkan, aku langsung menuju kamar yang tadi ku lihat Mas Wisnu masuk, lampu kamarnya sudah dimatikan, tak seperti kamar lain yang masih menyala, aku tersenyum ketir, dan berusaha tenang.

Ku ketuk pintu kamar Mas Wisnu dan Resti, awalnya perlahan, namun ku kuatkan ketukanku dan ku lihat kamar sudah menyala, aku tersenyum lagi.

Kak Hanum, Sulis dan Kak Fera berdiri dibelakangku sebagai penguat, mereka lah yang menjadi alasanku kuat mengetuk pintu kamar mereka saat ini, dan terbayang lah wajah anak-anakku.

Mas Wisnu keluar dari kamar dengan celana pendek dan baju tali satu, aku tertawa dalam hati karena Mas Wisnu begitu seksi berpakaian seperti ini, sementara pakaian itu yang biasa ia kenakan di rumah.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Mas Wisnu.

"Dasar gila kamu, ya. Kamu di sini ternyata? Buka pintunya, aku akan menemui Resti dan berbicara kepadanya." Aku berusaha membuka pintu kamar namun terdengar suara cekrek dari dalam kamar, Resti menutup pintu kamar itu dari dalam sehingga aku tak bisa masuk.

"Kamu tenang dulu," kata Mas Wisnu memegang kedua pundakku.

"Bagaimana bisa aku tenang, Mas? Kamu sudah mengkhianatiku." Aku menangis didepan Mas Wisnu.

"Kita bicarakan ini baik-baik."

"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi, Mas. Kamu pilih aku atau Resti. Itu aja. Jika kamu pilih Resti aku yang akan mundur."

"Kalau Ibu dan Ayah tahu kamu begini dibelakang mereka, kamu mau bicara apa lagi? Kamu ini ya, Resti itu sepupu kamu, kamu suka sama sepupu kamu? Atau hanya nafsu saja?" tanya Kak Hanum dengan wajah memerah, karena ia tahu aku sudah tak punya tenaga lagi untuk berbicara.

Bersambung.

.
.
Bantu voted, komen, follow yaa.
Terima kasih.

Love you all.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SELIMUT TETANGGA (ON-GO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang