Bab 1: Pindah

137 11 24
                                    

╔┓┏╦━━╦┓╔┓╔━━╗╔╗
║┗┛║┗━╣┃║┃║╯╰║║║
║┏┓║┏━╣┗╣┗╣╰╯║╠╣
╚┛┗╩━━╩━╩━╩━━╝╚╝
Cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan nama, tempat, dan pengalaman, itu hanya kesamaan yang kebetulan saja. Maaf jika tidak terlalu horor seperti harapan.
Semoga karya ini menghibur. Mulai besok, akan sering diupdate malam hari.

Semoga kalian suka dan enjoy reading.

[CERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM LOMBA CHARS WRITING MARATHON]

MOHON DUKUNGAN DENGAN LIKE DAN KOMEN

“Karel! Tebak apa yang saya dapat hari ini?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Karel! Tebak apa yang saya dapat hari ini?”

Esmee pulang dengan kegirangan. Jangan lupakan sepucuk surat yang dilambai-lambaikan. Karel yang sedang memasak iga panggang pun melirik sejenak. Dengan senyum mengembang menyambut sang istri pulang, ia bertanya, “Apa itu? Sepertinya sangat membahagiakan.”

Esmee mengecup sekilas bibir sang suami. Itu adalah ritual mereka jika kembali bertemu setelah dipisahkan sejenak oleh keadaan.

Dapat dirasakan Karel saat ini pinggangnya di pukul erat. Esmee melambai-lambaikan surat berkop pemerintahan tepat di hadapan pria tersebut. Dengan girang ia berkata, “Perizinan saya diterima. Kita akan pindah minggu depan.”

“Benarkah?” tanya Karel tidak percaya dan ia ikut senang dengan pencapaian sang istri. Esmee mengangguk membenarkan. “Bagaimana bisa? Bukankah kamu baru setahun di rumah sakit itu?” tanya Karel masih tidak percaya. Ia menghadap sang istri dengan wajah terkejutnya.

Esmee memasang wajah bangga. “Karena saya tidak salah memilih lokasi pengabdian di permohonan pindah. Ternyata benar apa yang saya ketahui. Di sana tidak ada tenaga medis dan bukan hanya saya, akan ada dua perawat ditugaskan di sana bersamaku,” jelasnya panjang lebar.

Tangan Karel direntangkan. “Selamat, Sayang. Akhirnya apa yang kamu impikan tercapai,” ucapnya yang pelukan itu langsung disambut oleh Esmee dengan penuh kebahagiaan.

“Semua berkat kamu, Sayang,” balas Esmee yang mengecup kembali bibir sang suami.

Dentingan oven memecah kemesraan mereka. Karel melirik iga panggangnya yang sudah matang dan tampak menggoda. “Kamu lapar?” tanyanya yang menatap lekat bola mata sang istri. Esmee mengangguk sebagai jawaban. “Saya masakkan kamu iga panggang. Ayo, kita makan,” ajaknya yang melepas pelukan mereka dan bergerak lincah hendak menghidangkan makan malam untuk mereka berdua.

Iga panggang dengan kematangan yang sempurna menggoda Esmee. Wanita itu sudah duduk rapi menanti piringnya diisi oleh makanan. Saat kedua piring mereka terisi, sepasang suami-istri itu pun langsung makan malam usai berdoa. Makan malam kali ini terasa istimewa dikarenakan keberhasilan Esmee menggapai impiannya. Sebentar lagi, angan akan menjadi kenyataan.

00.02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang