Minggu terakhir Melvi bekerja di kantor. Tidak banyak pekerjaan yang harus diselesaikan karena sudah ada Nisa yang akan mengisi posisinya mulai bulan depan. Jadi Melvi hanya harus memastikan proses perpindahan jabatan dan jobdesk berjalan baik, sehingga ia bisa ikut mempersiapkan pernikahan.
Sejauh ini Nenek dan Ibu yang bertanggung jawab untuk keperluan pernikahan Melvi dan Khalid. Juga dengan campur tangan Ibu Ima, calon mertuanya.
Beruntungnya tiga wanita itu bisa memahami ketidakpahaman Melvi soal pernikahan. Sehingga ketika Melvi menjawab 'tidak tahu' atau 'terserah, gimana baiknya saja' mereka tidak menuntut banyak.
Atau sebenarnya mereka sudah menyerah duluan dan tidak berharap banyak darinya?
Ketika pertemuan Niniak Mamak selang tiga hari dari malam pertunangan pun, Melvi tidak banyak bicara. Bahkan sepertinya pertemuan yang didominasi laki-laki itu sebenarnya tidak butuh kehadirannya.
Tapi demi melihat wajah pucat tak bernyawa Khalid diantara bapak-bapak itu, Melvi rela bertahan di sudut. Lihat bagaimana bibir itu bergemetar setiap sebelum menjawab pertanyaan keluarga besar Melvi.
Sayangnya malam itu mereka tidak diberi kesempatan bertemu dan mengobrol berdua. Selain kondisi rumah yang sangat ramai dan berisik, Melvi juga harus segera mengemas barangnya untuk kembali ke Pekanbaru pagi-pagi.
Bisa dibilang sekarang mereka sedang LDR.
Melvi hanya akan menghubungi Khalid saat butuh pendapat pria itu soal persiapan pernikahan. Seperti baju adat yang akan mereka pakai sewa dimana, teman-teman yang diundang, sampai keperluan menjelang kepindahan Melvi menyusul Khalid disana.
Dengan begitu jika tidak ada masalah, dua minggu lagi statusnya akan menjadi istri dari teman masa kecilnya.
Memikirkan Khalid, Melvi tersadar kalau pria itu belum membalas pesannya dari dua jam lalu. Tapi Melvi mengerti bisa saja calon suaminya sedang di lapangan jadi tidak punya waktu membuka handphone. Lanjut merapikan file dan folder di komputer, Melvi merasakan getar dari benda di sampingnya.
Ah, panjang umur. Baru saja kepikiran orangnya sudah menelepon.
"Halo." Sapa Melvi menjawab panggilan Khalid.
"Hai.. sorry baru bisa ngabarin."
Melvi tersenyum. Tipikal Khalid yang selalu minta maaf ketika membuatnya menunggu. "Hari ini survey lokasi lagi?"
"Bukan." Suara di seberang terdengar lelah. "Habis keluar ruangan Pak Indra."
"Gimana hasilnya?" tanya Melvi bersemangat. Sepertinya ia mulai menyatu dengan rencana hidup pria itu.
"Setelah kompromi dengan HR, perusahaan bisa terima kondisiku yang akan jadi pengantin baru bulan depan. Karena masa kerja berlaku mulai Oktober, jadi mereka kasih satu bulan sebelumnya untuk proses pindahan."
Melvi bergumam menyesapi penjelasan yang disampaikan Khalid. "Nggak menyangka aku akan terbang jauh dari sini, ke Kalimantan."
Helaan napas terdengar, dan entah kenapa Melvi merasa helaan itu menandakan kegusaran. "Tapi ada satu masalah." Ujar pria itu. Melvi menunggu masalah apa yang akan disampaikan Khalid.
Apakah tunjangan yang didapat pria itu dikurangi karena masih pengantin baru dan tidak punya tanggungan, atau ternyata promosi jabatan itu ditunda?
"Bukan kamu yang pindah kesini, tapi aku yang pindah kesana. Pak Indra baru jelasin kalau posisiku sebagai Manajer Umum Operasional bukan di perusahaan induk. Tapi di anak perusahaan yang kantornya di Pekanbaru."
KAMU SEDANG MEMBACA
SILLY REASONS TO GET MARRIED
ChickLitSetelah 3 tahun, Melvi akhirnya pulang kampung karena desakan nenek. Bukan tanpa alasan wanita itu tidak muncul saat Lebaran atau libur tahun baru, melainkan karena dirinya tidak sanggup menghadapi malu. Melvi terlalu malu menampakkan wajah ke hadap...