Padahal, waktu itu Axello sudah pernah bilang agar Papa tidak menyuruh anak buahnya untuk mengawasi setiap pergerakannya. Karena itu semua memang tidak perlu, selain membuat dirinya tidak nyaman, dia takut teman-temannya yang lain merasa segan dengannya. Memang menurutnya cowok keren dan kaya seperti dia harus disegani, tapi di dalam situasi yang berbeda. Kalau harus dijaga oleh mata-mata seperti ini, bocah tengik seperti Libra saja pasti menertawakannya dengan keras.
Bahkan ketika Axello membuka tirai jendela kamarnya saja pemandangan pertama pasti anak buah Papa. Padahal, Axello sudah berkali-kali menyuruh mereka untuk tidak mengikuti peraturan, tapi Yosep—yang paling tua diantara bodyguard Papa selalu saja menolak karena takut didepak oleh Papa.
Karena Papa pernah bilang Axello adalah anak satu-satunya, penerus perusahaan batu bara Hermawan Sandiego. Sebagai anak pertama dan terakhir alias anak satu-satunya tentu saja Axello diberi penjagaan agar tetap aman tanpa lecet sedikitpun. Berlebihan memang, namun tidak sedikit orang tua yang overprotective seperti ini.
"Mereka bertiga gak capek apa di bawah sana?" Zeus bertanya, mereka memandangi ketiga anak buah Papa dari jendela kamar Axello. Biasanya hari libur begini mereka lebih sering menghabiskan waktu berdua di kamar Axello, Matheo, Alam dan Archio.
Biasanya hari libur begini unit pasti lagi sepi-sepinya karena kebanyakan penghuni kamar sedang melakukan aktivitas di luar. Sebagai orang yang malas bergerak sana-sini Axello dan Zeus selalu mengasingkan diri di kamar.
Axello membuang napas, "Demi duit."
Dia berjalan menuju kasur dengan Zeus yang masih tetap berdiri di jendela menatap bagian luar. Karena kasurnya berada dibagian paling atas, Axello berakhir duduk di kasur milik Matheo yang berada tepat di bawah kasurnya. Andai sekolah mengizinkan untuk membawa kasur pribadi pasti dia akan membawa kasur yang paling besar yang ada di kamarnya. Kasur seperti ini, hanya akan membuat badannya sakit setiap bangun pagi.
"Manurut, lo, mereka lagi ngapain di bawah?" Tanya Axello.
Zeus tidak langsung menjawab karena memilih naik ke atas kasur milik Archio. "Kerja bakti kali," jawab Zeus.
"Bocah-bocah tolol, mendingan di kamar dari pada sosialisasi gak jelas."
Zeus membuka sebuah novel yang memang tergeletak di atas kasur Chio. Entah apa yang spesial dari buku itu karena sudah berminggu-minggu anak itu selalu mengeluh tentang ending bukunya. Lalu matanya tertuju pada buku seni milik Gema yang juga tergeletak di kasur Chio.
Sosialisasi? Gema sendiri tidak pernah menunjukan sikap peduli untuk dirinya. Paling kecil cuma menyisihkan makanan, apa itu bisa disebut peduli? Zeus tidak bisa membayangkan entah apa yang dilakukan Gema di luar sana sekarang.
Axello menoleh ke arah Zeus, teman yang sudah dua tahun lebih selalu menemaninya disaat semua orang tidak tertarik untuk berteman dengannya. Mungkin karena kepribadiaannya yang membosankan. Juga alasan mengapa Zeus menjadi temannya karena karakter mereka hampir sama. Sama-sama tidak suka bersosialisasi, sama-sama bisa tanpa orang lain. Bukan masalah, karena sejauh ini sifat seperti itu bertebaran di mana-mana, hanya saja Axello dan Zeus belum menemukan titik di mana sebuah uluran tangan dari orang lain sangat berarti untuk mereka genggam.
"Bosen gak sih, lo, temenan sama gue?" Axello menumpu kepala belakangnya dengan lipatan kedua tangannya.
Pertanyaan itu seketika membuat Zeus merenung sejenak, padahal kalau Zeus pikir secara singkat tidak ada yang membosankan dari diri seorang Axello. Hanya Zeus yang tahu bagaimana watak asli Axello tanpa harus diceritakan ke orang lain bahkan pada teman-temannya. Untuk mengingatkan waktu makan saja Axello lebih sering melalukannya dibandingkan Gema.
KAMU SEDANG MEMBACA
BESOK KITA KUMPUL LAGI
Teen FictionTREASURE CAST. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua pembaca, harap dengan sangat jangan membawa hal-hal yang diluar topik cerita, maka dari itu jangan latah memanggil tokoh ku dengan nama asli si tokoh, tolong panggil mereka dengan nama yang su...