05. Kita sejauh ini ya?

6 0 0
                                    

05. KITA SEJAUH INI YA?

🧁🎀🍰🍭

Pulang sekolah ini, Gema tidak langsung pulang ke asrama bersama teman-temannya. Ia memilih untuk berhenti sejenak di depan gereja yang biasa mereka lewati bersama. Hanya berhenti, ia tidak beranjak dari sana untuk sekedar masuk ke dalam dan berdoa. Sama sekali tidak bergerak dan hanya memandangi gereja tersebut dengan tatapan penuh arti.

Ia sadar, selama ini dirinya jauh sekali dengan Tuhan. Bahkan untuk percaya dengan Tuhan pun ia ragu. Semenjak Mama mengalami gangguan mental, ia putus beribadah. Menurutnya, Tuhan tidak pernah membantu. Semua doa yang ia lantunkan untuk Tuhan mungkin hanya angin lalu. Bahkan, ketika ia diterpa keputusasaan sekali pun ia tidak pernah menemukan jalan keluar. Tuhan, apa Gema sudah menjadi anakmu durhaka?

Tiba-tiba saja rasa bersalahnya karena sudah mendustakan Tuhan muncul begitu saja. Terlepas dari semua masalah yang ia hadapi, kenapa dia tidak mengakhiri hidup saja kalau memang dia tidak percaya lagi pada Tuhan? Seminggu lalu, Jovano mengatakan suatu hal yang membuatnya terus berpikir tentang seperti apa Tuhan.

Jovano bilang, "Dari banyaknya masalah dihidup. Lo tahu kenapa banyak orang yang bunuh diri?" Seperti biasa Gema tidak menjawab. Namun Jovano tidak mempermasalahkan dan memilih melanjutkan kalimatnya. "Karena mereka anak kesayangan Tuhan. Lo tahu istilah, hidup bagi kristus dan mati adalah keuntungan? Karena mereka selalu menganggap kalau mereka mati, Tuhan akan selalu maafin mereka. Karena Tuhan maha baik. Padahal, kalau ditelaah lagi. Gak ada yang namanya bunuh diri itu gak dosa. Tapi kenapa gue masih hidup sampai sekarang? Karena gue hidup untuk kristus. Gue hidup buat Tuhan, karena kalau gak ada dia. Gue gak akan ada di sini. Jadi gue pikir, keuntungan sebenarnya setelah kita mati adalah ketika kita bisa melakukan semua tugas kita di dunia. Gue masih hidup sampe sekarang, berarti tugas gue masih banyak yang belum kelar."

Ada bagian yang dia mengerti dan ada beberapa kalimat yang sulit untuk dia pahami. Tapi, kalimat-kalimat itu sekarang membawanya kemari. Ketempat yang sejak 4 tahun terakhir tidak pernah ia sambangi. Mungkin, untuk berdamai pada diri sendiri ia harus memahami Tuhan. Ia harus berdamai dengan Tuhan. Karena sejatinya Tuhan tidak pernah menganggapnya musuh, tetapi ia lah yang menjauhi Tuhan.

Keadaan di dalam gereja ini sangat sepi, mungkin karena ia datang dihari ketika semua orang menjalankan aktivitas di luar ke agamaan. Gema menghentikan langkahnya tepat didepan altar yang terdapat salib besar. Ia menghela napas panjang untuk sejenak merenung. Kemudian kedua tanganya menyatu dan mengepal. Sekali lagi, ia menarik napas dalam sebelum akhirnya perlahan menutup mata.

"Maaf. Saya sudah sangat jauh darimu, Bahkan untuk memanggilmu, bapa. Rasanya saya tidak pantas. Saya hari ini mulai mengerti, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh semua orang. Bahkan kematian pun belum bisa menjadi penjamin sebuah masalah selesai. Tetapi, minggu lalu kau telah mengirimkan anakmu yang menyadarkan saya betapa saya sudah sangat jauh darimu. Maaf. Maafkan saya."

Suasana hening, hanya deru napas Gema yang bergerak teratur menemati sang empunya berusaha berkomunikasi dengan Tuhan. "Mulai hari ini, saya akan terus beribadah padamu. Dan untuk Mama, apa boleh saya meminta agar beliau sembuh? Tolong, ya, Tuhan..."

Ketika dirasa sudah cukup, Gema membuka matanya perlahan sembari membentuk tanda salib pada pundaknya. Namun, dari ujung matanya ia merasa seperti ada seseorang yang ikut berdoa bersamanya. Ketika ia menoleh untuk mendapati orang itu. Ternyata dia adalah Zeus. Sedikit pemandangan langka memang melihat Zeus ada ditempat seperti ini. Anak itu tampak khusyuk menyatukan kedua tangannya sembari memejam. Gema memilih tidak ambil pusing, ia akan kembali keluar. Toh ini tempat umum, siapa saja bisa datang kemari walaupun tampangnya preman seperti Zeus sekalipun.

BESOK KITA KUMPUL LAGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang