ᴛʜᴇ sᴛᴏʀʏ ᴏғ ʏᴏᴜ ᴀɴᴅ ɪ | ᴊɪʜʏᴜᴋ

2.6K 92 1
                                    

.

Jaehyuk is just tired and Jihoon is there for him.

.

.

.

Ia membuka kunci pintu depan dan setelah memutar pegangan, ia akhirnya bisa masuk ke dalam apartemennya. Sinar matahari yang terbenam menyaring diri melalui tirai di jendela, memberikan suasana yang hangat dan nyaman dalam ruangan yang ia tempati. Jaehyuk melepas sepatunya, kemudian melepaskan jaketnya untuk dilempar begitu saja ke atas kursi terdekat.

"Halo lovelies." Ia menyapa kesemua tanaman sukulennya saat ia berjalan melewati mereka.

Jaehyuk terkadang berharap ia bisa hidup sebagai tanaman. Tanaman tidak harus susah payah bangun pagi-pagi sekali untuk ke kampus atau memaksakan diri untuk tetap tersenyum ketika mereka tidak mau. Tanaman tidak akan merasa lelah atau cemas, seperti yang ia rasakan setelah seharian belajar di kampus. Mereka juga tidak bisa bergerak untuk di suruh-suruh dan di jadikan babu seperti yang dilakukan teman sekelasnya. Juga tidak perlu mendengarkan kalimat buruk yang dilontarkan oleh orang lain. Apapun kalimat yang tidak seharusnya orang lain gunakan untuk mendeskripsikan dirinya. Jaehyuk menjatuhkan dirinya ke atas sofa lalu menghela nafas panjang. Badannya sudah terlalu lelah untuk pergi berbaring di kamarnya.

Sebuah suara memberitahunya bahwa ada satu pesan masuk dan ia dengan cepat merogoh saku seluarnya untuk menemukan teleponnya. Satu ketukan pada layar dan ia melihat nama teman sekelasnya muncul. Ia kembali menghela nafas, membiarkan saja telepon dalam genggaman tangannya jatuh di atas bantal di lantai. Ia membiarkan matanya terpejam, mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak apa-apa jika sesekali ia mengabaikan pesan mereka.

"Tolong berhenti."

Jaehyuk merasa tidak nyaman dengan posisi tubuhnya. Ia bergeser ke pinggir sofa, mengubah posisinya supaya lebih selesa dari sebelumnya. Namun, ia masih merasa kurang nyaman. Ia sudah pun mencoba bermacam cara, tetapi semuanya terasa lebih buruk dari yang sebelumnya. Tubuhnya sakit karena terlalu kerap bergerak dan notifikasi yang terus-menerus masuk di teleponnya juga tidak membantu situasinya.

Yang ia inginkan hanyalah kenyamanan, bersantai setelah belajar dan menjadi orang suruhan sepanjang hari dengan istirahat yang secukupnya. Bukankah pulang ke rumah seharusnya membuatmu rileks? Tapi semakin ia bergerak, semakin ia merasa kesal dan gelisah. Dan betapa ia berharap teleponnya berhenti mengeluarkan suara.

Jaehyuk meraih bantal yang menempati sofa dan membawanya menekup wajah. Semuanya tampak tenang dan ia seketika menahan nafas. Notifikasi lain kedengaran berbunyi dari teleponnya. Hembus nafas yang ingin ia perlahan keluarkan berakhir ia lepaskan menjadi sebuah jeritan. It feels... good.

Ketika ia menjauhkan bantal itu, ia bisa merasakan air mata sudah pun menempel di wajahnya. Ada kesan basah yang tersisa di bantal dan ia buru-buru menyeka wajahnya. Matanya terasa perih dan tubuhnya masih terasa sangat pegal dan lelah. Teleponnya berhenti berbunyi dan itu cukup melegakan baginya.





. . .





Langit mulai menggelap seiring mentari yang kembali terlelap. Ruangan apartemennya juga turut kehilangan cahaya, tersisakan suasana ruangan yang remang-remang, sunyi tanpa kehidupan. Jaehyuk tidak memaksakan diri untuk mengubahnya. Karena menurutnya kegelapan itu memiliki kenyamanannya tersendiri seperti sebuah cahaya. Ia hanya membaringkan dirinya menghadap bagian sandaran sofa, memegang bantal dan memeluknya erat-erat.

Andai saja ia bisa membuat dirinya cukup tenang untuk tidur, namun bahkan setelah semua tangisan yang ia lakukan barusan tidak bisa menghentikan pikirannya dari terus berputar —memikirkan hal-hal yang tidak penting. Mungkin dengan hanya menutup matanya, ia bisa mendapatkan sedikit kelegaan. Mungkin dengan menangis lebih lama lagi, ia bisa langsung jatuh tertidur dengan sendirinya.

ᴀʟʟ ғᴏʀ ʟᴏᴠᴇ | all x jaehyukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang