Ssst! (R-rated)

2.8K 57 0
                                    

Gala dinner akhirnya selesai dalam dua jam. Hari yang melelahkan dengan basa-basi sosial, rasanya aku ingin cepat menyentuh tempat tidur.

"Kamar lo di mana?" tanya Karin yang berjalan di sebelahku ke arah lift.

Sebetulnya ballroom tempat gala dinner ada di lantai 1, cuma naik satu lantai. Tapi karena resort lumayan luas, kami khawatir tersasar.

Aku melirik stiker di balik kunci kartu kamarku, "ehm, 210."

"Yahh kirain sebelahan. Gue 202 nih sama Vita."

Beberapa orang ikut masuk ke dalam lift. Sepasang mata yang ku kenal ada dalam rombongan orang-orang itu dan langsung berdiri di sebelahku.

"Ah, halo!" sapa Alex saat melihatku dan Karin, sambil menyelipkan tubuhnya ke ruang kosong yang masih tersedia. Pintu lift kemudian tertutup.

"Hi, Alex. Congrats ya buat posisi barunyaa,"
sapa Karin dengan nada ramah, lalu menyenggol lenganku, "Sarah nggak kasih selamat jugaa?"

Aku memutar bola mataku pada Karin yang menahan tawa, "selamat, Alex," kataku sambil memajang senyum ramah palsu pada Alex.

Alex tertawa renyah, "makasih, ya. Tapi.. sepertinya cuma sementara. Memang kami lagi ada restrukturisasi, jadi mungkin bakal banyak perubahan dalam satu-dua tahun ke depan."

TINGG

Kami tiba di lantai dua dan seisi lift langsung menghambur keluar. Sebagai resort, tempat ini tak punya kamar terlalu banyak dan hanya ada tiga lantai. Seisi lift ternyata keluar di lantai dua, sama seperti aku dan Karin. Begitu pula Alex.

Tak lama setelah keluar lift, Karin tiba di depan kamarnya, 202.

"Eh udah sampe nih kamar gue," Karin melihat kembali kunci kartunya, memastikan nomornya sama dengan yang tertera di pintu. "Bye, selamat istirahat, sampai ketemu besok pagi?"

"Ya, sampai ketemu besok," jawab Alex mengulangi kata-kata Karin.

"Bye, rin."

Satu per satu orang yang keluar keluar lift bersama kami masuk ke dalam kamar masing-masing. Tinggal aku dan Alex. Dalam hati aku berpikir, kenapa letak kamar kami jauh banget.

Apalagi, jarak-jarak kamarnya lumayan jauh karena masing-masing kamar punya ukuran yang lumayan besar. Selain itu, kamar juga hanya terletak di satu sisi, sementara sisi lainnya beranda yang menghadap ke alam terbuka, yang sekarang sudah gelap karena matahari sudah ditelan malam.

"Kamarmu.. nomor berapa? Satu kamar sama Ben?" tanyaku sedikit canggung.

Alex mengangguk, "ya. 213. Kau?"

"Ehm, 210."

Kami terdiam sesaat.

"Katanya kau nggak datang. Bohong..." kataku sambil melirik ke arahnya. "Sumpah, kaget banget waktu melihatmu tiba-tiba ada di sana tadi."

Alex tertawa, "bukan bohong.. memang waktu itu aku belum tahu pasti datang atau tidak."

"Kan bisa chat aku dulu.."

"Maaf, yaa. Hanya mau kasih sedikit kejutan," kata Alex.

Tak lama kami tiba di depan kamar 210. Aku merogoh dompet mungilku untuk mengambil lagi kunci kartunya.

Belum sempat aku membuka pintu, Alex dengan gesit membuka pintu dengan kartu lain yang diambil dari saku jasnya. Dan pintunya terbuka! Hei? Ada apa ini??

Belum sempat aku bertanya apa-apa, Alex mendorong punggungku pelan untuk segera masuk ke dalam kamar bersamanya, lalu menutup pintunya.

"Hei, Alex?! Kau ngapain?? Ini kamarku," kataku, berusaha memproses banyak pertanyaan di kepalaku.

My Client is My Ex-FWB [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang