"Rima! Jangan gangguin anak orang terus! Sana!" Usir kak Fajar. Rina terjengkit, mendengus kesal seraya mencibir. Ia berlalu dari hadapan Gama. Gama menghapus keringat di pelipisnya lalu melanjutkan bermain.
Tidak lama setelah kak Rima pergi meninggalkan nya, Gama terperangah dengan tepukan di bahunya. Dengan perlahan maniknya menoleh ke belakang.
"Na!" Gama yang tadi memegang ponsel kini beralih memeluk Luna.
"Gama jangan gini, nanti di liat orang" Luna memaksakan untuk melepas pelukannya karena kak Fajar sedang membelakangi mereka dan ingin menoleh.
"Eh Luna. Sudah nganter makanan nya?"
"Sudah, kak. Ternyata sebagian udah di kasih sama perawat lain, Luna jaga di sini lagi kak?"
"Enggak, kamu ngedata ya. Gantiin perawat yang lain, terus kamu boleh istirahat dan kerja lagi"
"Boleh," Luna mengambil kertas yang di bawahnya ada papan. Saat ia hendak pergi, Gama menarik ujung seragam nya.
"Kenapa? Gama lapar?"
"Gama mau ikut,"
"Gama ga takut?"
Gama menggeleng, menyerahkan ponsel Luna lalu mengekori Luna sampai di lantai dua. Gama memperhatikan benda panjang yang Luna pegang. Luna menoleh langsung berhadapan dengan wajah Gama.
"Ini apa, Na?" Gama tidak perduli dengan wajah Luna yang sangat dekat dengan wajahnya. Ia memegang benda panjang dan hitam tersebut.
Luna menahan napasnya, kacamatanya sudah Gama lepas, tahi lalat di dekat mata Gama terlihat, mata polos Gama mengerjap melihat wajah Luna.
"Gama jangan, kamu ngapain?!" Luna berusaha memundurkan wajahnya tetapi di tahan oleh tangan Gama.
"Ya Allah ya Allah!"
"Na ini buah?" Tanpa aba-aba Gama menggigit bibir seperti buah peach itu.
"YA ALLAH AKU TERNODAI!! GAMA PURA-PURA POLOS ATAU EMANG POLOS SIH?!" Pekik Luna dalam hati. Percuma saja dirinya memberontak, Gama mengunci pergerakan Luna dan jika Luna memberontak pasti Gama akan menggigit bibirnya lagi.
"Buah apa namanya, Na? Kok manis?" Luna terengah-engah, ia mengusap bibirnya kasar, air liur keduanya sampai menetes ke baju Gama.
"Gama, ini bukan buah. Ini bibir, Gama juga punya. Gama ga boleh kayak gitu lagi ya?" Luna tidak percaya Gama ini pura-pura polos, ciuman tadi Luna rasa Gama seperti good kisser.
"Tapi beda sama yang Gama punya?"
"Emang bentuknya beda-beda, Gama. Kamu liat mereka semua kan, tuh bentuk bibirnya emang sama kayak punya Luna?"
Gama menggeleng.
"Jangan kayak gitu lagi ya? Gama ga boleh kayak tadi"
"Memangnya kenapa?"
"Pokoknya gaboleh! Ikutin Luna" Luna berjalan dan Gama mengekori nya lagi dari belakang. Sampai di kamar terakhir, Luna mencoret nama tersebut dan menatap Gama.
"Gama lapar?"
Gama mengangguk. "Mau buah, Na" sepertinya Gama sangat penasaran dengan buah. Luna mengangguk.
"Kita beli di seberang ya? Gama mau buah apa?"
"Seperti bibir Na. Manis" sialan! Pipi Luna bersemu, Gama menyadarinya.
***
"Enak 'kan? Ini mah manis, jangan makan bibir Na lagi ya? Makan buah aja. Na nyetok di rumah nanti" Luna memperhatikan Gama yang memakan buah apel dengan lahap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rest For The Soul
Подростковая литератураdi dalam sel hanya satu lelaki yang menarik perhatian Luna. Lelaki dengan sorot mata kalut, takut untuk melihat siapapun. Kepala yang selalu ia tenggelamkan pada sela-sela lengannya, tubuh yang selalu berkeringat juga luka baru yang menyita perhatia...