05. Devil Also Have An Angelic Side

7 3 0
                                    

Berbeda dengan hari-hari sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Kali ini suasana hati Xavier secerah cuaca yang sedang  terpatri.

Ia berangkat jauh lebih pagi dari hari-hari biasanya, karena hari ini adalah jadwalnya piket kelas.

Tenang saja, mereka memang lelaki, tapi bukan buaya pada umumnya. Ucapan mereka bisa dipercaya. They will be good boys. Tidak membuat keributan, tidak bertengkar, tidak mencari korban bully, tidak membolos jam pelajaran, mengerjakan tugas, dan termasuk ikut piket kelas. Sejujurnya, Xavier paling menyukai kegiatan piket kelas.

Tidak banyak yang tahu sisi asli seorang Xavier Leocade, pemilik aura paling gelap diantara teman-temannya. Mari kita bahas salah satunya.

Xavier suka kebersihan. Camkan itu!

Dia sudah terbiasa hidup seorang diri semenjak kembali ke negara ini. Orang tuanya menetap di Amerika. Jadi, mau siapa yang membersihkan rumah kalau bukan ia sendiri? ia tidak menyewa Maid, tukang kebun, sopir atau bahkan Bodyguard. Ia benar-benar hidup seorang diri di sini sebagai Xavier Leocade. Ia tidak mau terlihat mencolok supaya kamuflasenya tidak gagal.

Alasan lainnya selain ia suka kebersihan yaitu... Ia selalu ingin mengobrol dengan Aya. Robot serbaguna yang ada di kantin, yang mana orang-orang selalu memanggilnya dengan sebutan yang berbeda. Karena ia merindukan Aya, jadi... ia memutuskan untuk memanggil robot itu dengan sebutan Aya.

Sekarang masih terlalu pagi. Sekolah tentunya sangat sepi. Bahkan mungkin, hanya ada ia seorang diri. Perkiraan para murid datang sekitar satu jam lagi. Jadi, ia bisa bebas melancarkan aksinya.

Xavier memasuki Office Centre, menghidupkan listrik di penjuru sekolah. Sudah seperti  Security saja.

Kemudian, ia segera menuju kelas untuk membersihkannya.

Mulai dari mengangkat bangku, menyapu, mengelap jendela. Semua itu Xavier lakukan sendiri. Ia sudah mengajak Aya. Robot itu terpaku di depan pintu kelas. Memutarkan musik sesuai Playlist milik Xavier, sembari menghanguskan sampah kecil yang baru saja di masukkan oleh lelaki yang saat ini sedang duduk sejenak, bermain ponsel, sekaligus me- non aktifkan musik.

Robot yang ini, memang sedikit berbeda dengan milik Ezekiel di Apartemennya. Yang di sekolah hanya berbentuk tabung, juga berukuran tiga kali lebih besar dari babu digital milik temannya itu. Tapi kalau yang seperti ini, Ezekiel juga memilikinya di sudut ruang TV.

Xavier berdiri, mengekori Aya yang berjalan di depannya. Mereka munuju lubang pembuangan abu di sekolah.

"Aya..."

"Ya, Tuan?"

"Bagaimana bisa kamu berjalan?"

"Kehendak manusia, Tuan."

"Kamu bisa terbang, kan?"

"Bisa, Tuan..."

"Coba terbang."

𝓕𝓸𝓻 𝓯𝓾𝓽𝓾𝓻𝓮  || <ℓєє мιηнуυк >Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang