4. Penolakan

21.5K 204 9
                                    

Senin.

Hari, yang semua orang di seluruh dunia sepakati, paling menyebalkan dalam sejarah.

Sebagai manusia yang normal, tentu saja Prisa juga berpikiran yang sama.

Tidak ada hal menyenangkan yang terjadi di hari Senin. Tugas kantor menumpuk, ada banyak laporan yang perlu di cek atau direvisi, puluhan footnotes yang akan menyita seluruh atensinya di depan komputer, dan ada banyak cerita-cerita tentang akhir pekan yang terdengar di sela-sela kesibukan.

Tapi hari ini entah mengapa semua hal itu tidak benar-benar membuatnya jengkel dari biasanya. Ia merasa lebih baik hari ini. Padahal, ia tidak ingat pukul berapa ia tidur semalam.

Wajahnya tiba-tiba memanas setelah mengingat apa yang baru weekend ini ia lakukan sampai ia bertanya-tanya apakah semua itu benar-benar nyata. Tapi Prisa tidak mengijinkan dirinya berpikir lebih lanjut, karena ia tidak ingin semua itu mendistraksinya dari tugas yang perlu dikerjakannya.

Yah, meskipun ia masih merasa malu setengah mati, ia merasa hari Seninnya kali ini terasa lebih baik dari biasanya.

Prisa yang sedang fokus bekerja kemudian mendongak dari layar dan melihat Danella menduduki kursi kosong di samping kubikelnya—Ronald, staff yang bekerja di sebelahnya memang belum pulang dari cutinya—lalu mengeluarkan desahan panjang yang melelahkan.

"Aku tidak habis pikir. Kenapa sih dia sepertinya senang sekali menyiksaku, Pris." Danella menatapnya dengan mata penuh kejengkelan. "Dia sepertinya punya masalah kejiwaan."

Lalu dengan suara lebih pelan berbisik melanjutkan, "Aku yakin weekend kemarin dia tidak mendapatkan jatah belaian sampai aku yang jadi pelampiasan."

Prisa melotot mendengar itu dan spontan memukul temannya itu, "Hush, jangan bicara sembarangan! Kalau ada yang mendengar bagaimana?"

Danella mendengus. "Tidak masalah, semua orang juga tahu kalau dia memang butuh sentuhan wanita biar tidak cranky dan menyebalkan terus setiap hari."

Ini bukan pertama kalinya Prisa mendengar keluhan dari Danella tentang 'dia' setiap harinya, terutama di hari Senin, tapi tetap saja ia tak habis pikir betapa mudahnya temannya itu membicarakan direktur utama di perusahaan mereka dengan cara seperti itu.

Tapi toh, tak mungkin kan Bosnya datang ke area staf perencanaan beberapa lantai dari teritorinya dan mendengar pembicaraan mereka di pojokan ruangan seperti ini, bukan?

Prisa tertawa tipis. "Dia tampan loh, kenapa kau yakin statusnya single?"

Danella mendengus tidak suka. "Siapa yang mau sama pria tampan namun menyebalkan?"

"Tapi kau dulu mengatakan tidak akan menolak kalau dia mengajak affair di luar jam kerja," goda Prisa kepada temannya itu. Eovaldi, atau 'Pak Valdi' memang setampan itu sampai-sampai membuat hampir setengah populasi wanita di perusahaan mereka sempat tergila-gila kepadanya ketika beliau menempati posisi direktur beberapa bulan sebelumnya.

Prisa memang jarang berkesempatan melihatnya, tapi tentu saja bahkan dalam radius beberapa meter pun ia bisa melihat bahwa direkturnya itu memang sangat tampan dan berkarisma.

Tentu saja semua kegilaan itu berakhir ketika sang bos yang tampan itu menunjukkan wajah aslinya: si pria dingin dan gila kerja. Yang, menurut Danella, hampir setiap hari tak pernah berhenti menyiksa departemennya. Sebagai sang manajer yang sering dipanggil ke ruangan bosnya itu, Danella adalah korban yang paling sering mendapat cecarannya. Dan karena itu, Danela selalu berasumsi bahwa, tak ada wanita yang akan betah untuk berkencan dengannya seberapa pun kaya dan tampannya dia.

WILDSIDE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang