Matanya mengerjap beberapa kali. Hera melihat suasana di sekitarnya. Sedang memproses dimana tubuhnya terbaring.
Cahaya silau dari gorden yang terbuka memaksanya untuk tersadar dari alam mimpi.
Ia menggeliat, menarik selimutnya hingga ke leher, lalu memejamkan matanya lagi tak lama setelah menyadari di mana keberadaannya. Tidak tau apa yang lebih diharapkannya, bangun di dalam kamar ini atau lebih baik di tempat semalam saja.
Dama, selesai membuka gorden, berjalan menuju ranjang menghalangi sinar mentari yang membuat gadis itu merasakan kehadirannya.
Ranjang terasa bergerak. Menandakan bahwa Dama mendudukkan dirinya di tepian, tepat di samping tubuhnya.
Dengan matanya yang masih terpejam, Hera merasakan sesuatu yang lembut menyentuh pipinya. Menghasilkan sebuah suara kecupan, bersama dengan deru nafas hangat yang terasa menyapu bulu halus wajahnya.
She likes it, usually.
Namun sekarang, dengan kondisi keduanya, dengan sentuhan itu saja, ia tau bahwa hubungannya akan tetap berputar pada poros yang sama, dan ia membencinya.
"Siap-siap. Aku tunggu di depan."
Belum sempat lelaki itu pergi, Hera menyentuh tangannya.
"Mau pergi kemana?" tanyanya parau.
"Cari makan."
Gadis itu tak lama mengangkat tubuhnya untuk duduk. Ia mengusap matanya yang masih belum terbuka sempurna, dan lehernya yang terasa pegal.
Merasakan adanya kerah kaos dari sentuhannya barusan, ia memperhatikan kaos oversize yang melekat ditubuhnya saat ini. Memandanginya bingung.
Ia tau bukan ini yang dikenakannya semalam.
"Aku kemarin ga pake ini," ucapnya.
"So?"
He knows, she wants to know more.
"Siapa yang gantiin?"
Tidak langsung menjawabnya, Dama memberi waktu gadis itu untuk mencari jawabannya sendiri, sembari setia menyelami matanya.
Jam terus bergerak, melantang seiring tidak adanya pertanda gadis itu akan membuka suaranya lagi.
"Aku," ujar Dama kemudian.
Hera membuang pandangannya, memutuskan kontak mata berbahaya pria itu.
Sialan.
"Baju kamu yang kemarin lusa masih ada di sini, udah ikut di-laundry."
Kali ini Dama benar-benar beranjak keluar dari kamar, meninggalkannya sendirian.
Tak ada pilihan, Hera dengan malas beranjak menuju kamar mandi, setelah mendapatkan kaos crop polos berwarna baby pink miliknya yang terlipat rapi di dalam lemari Dama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars We Carved
Romantik"We're so childish, aren't we?" - Sebuah kisah-kasih dalam balutan biru telah tertulis abadi di sudut abu-abu. Ditemani oleh hujan dan sapuan angin malam untuk dua insan yang pernah punya harap. Terbelenggu dalam kuasanya angan yang samar terabaikan...