Sesuai rencana—siang hari menuju sore—Dama dan Hera bergerak meninggalkan area parkir dan masuk menuju pintu belakang cafe bernuansa industrial ini.
Satu hal sedikit membuat Hera menghela nafasnya malas ketika harus memijakkan kakinya di sana. Ia mendapatkan pesan dari Tere bahwa Mesya telah terduduk manis di tempat bersama dengan Jeffan.
Image seorang Mesya tidak begitu baik. Banyak mulut yang berkata hal buruk tentangnya. Harus disayangkan, omongan itu terbukti cukup benar di saat Hera menghadiri party di apartemen Kia pada tempo Hari. Apa yang dibicarakan Mesya terkesan tidak pantas jika membahas perihal teman prianya.
Seperti,
"Jeffan kemarin ngeliatin terus tau pas gue lagi pake lip cream deket dia! I know he wants to taste mine. Well, not gonna lie I want to taste his lips too."
"It's okay, Rian is a trash anyway."
"Gue diboncengin Rian kemarin habis dari kampus. Malemnya gue lanjut jalan sama Hugo and ended up we booked a hotel."
"Rian doesn't spoil me enough."
Hanya terdengar kurang menyenangkan di telinga Hera.
"Weh, dateng juga, Bos." Jeffan tersenyum lebar.
Baru 5 langkah yang diambil sebelum keduanya sempat mendudukkan diri, Mesya—usai membubuhkan lip tint di bibirnya—beranjak berdiri, mengulurkan tangan pada Dama.
Dama menaikkan alisnya, menyambut tangannya bingung.
"Mesya. Dama, ya? Kemarin belum sempet kenalan." Gadis itu berujar dengan penuh antusias.
Dama tersenyum simpul. Ia mengangguk.
"Hera, mah, aku udah kenal," tambah Mesya.
Gadis itu bergerak duduk, disusul oleh Dama dan Hera.
Mereka berada di bagian outdoor cafe. Meja yang ditempatinya berbentuk lingkaran, begitu juga dengan kursinya. Mulai dari Tere, Jeffan, Mesya, Dama, Hera, dan kembali pada Tere lagi, namun itu semua sebelum Juan datang mengisi celah kosong di antara Hera dan Tere.
"Gandengan yang biasanya mana, Ju?" tanya Jeffan.
"Ga ada gandengan-gandengan."
"Loh, kamu udah nggak sama Caca?" Mesya menimpali dengan matanya yang membulat.
Juan memandang gadis itu aneh. Ia tidak pernah melihatnya, namun gadis itu bertanya seakan sudah mengenalnya lama.
Ia memaksakan tawanya mengiyakan. Pemuda itu lantas melirik Tere yang baru memantik rokoknya. "Bagi, Re."
Tere menoleh, memberikan sebatang rokok miliknya.
"Thanks," ujarnya dibalas anggukan.
"Juan ngerokok?" Mesya kembali membuka mulutnya.
"Hah?" Juan mengerutkan keningnya. "Iya." Ia memandang Jeffan, menanyakan siapa gadis ini melalui sorot matanya.
Jeffan terlihat mengetikkan sesuatu pada ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars We Carved
Roman d'amour"We're so childish, aren't we?" - Sebuah kisah-kasih dalam balutan biru telah tertulis abadi di sudut abu-abu. Ditemani oleh hujan dan sapuan angin malam untuk dua insan yang pernah punya harap. Terbelenggu dalam kuasanya angan yang samar terabaikan...