Part 2

381 62 0
                                    

Godric Hollow, Great Britain, 31st July 1984

"Berhenti menyalahkan orang lain Harry! Mom tau kau yang merusak kado ulang tahun kakakmu kan?" bentakan wanita cantik itu sukses membuat semua undangan pesta terdiam. Undangan yang terdiri dari keluarga Weasley dan beberapa anggota Orde Of Phoenix itu menatap penuh minat akan drama yang merupakan acara hiburan mereka.

"Lils tenanglah! Jangan emosi begini!" sang kepala keluarga Potter mencoba menenangkan istrinya yang sangat murka itu.

"Dad benar Mom. Aku yakin Harry bukanlah orang yang akan merusak kadoku. Pasti ada kesalahan," pembelaan bernada lembut itu datang dari kakaknya. Yang merupakan satu satunya orang yang masih menyayanginya di keluarga besar Potter.

"Tapi honey, bukankah kau sangat menyukai kado dari Uncle Siri-mu itu?"

"Yeah aku memang menyukainya. Tapi kalau sudah rusak ya mau diapakan? Sudahlah, daripada memarahi Harry lebih baik Mom dan Dad kembali melanjutkan pembiacaraan kalian yang tertunda. Aku mau mengobrol dengan Harry dulu."

"Ya sudah, kami ke sana dulu. Nikmati pestamu, Honey,"

Cup Cup

Dua kecupan didapatkan Harrietta dari 2 orang yang berbeda. Orang tuanya, yang sangat menyayanginya. Membuat wajahnya berseri dengan senyum lebar. Lalu dia memeluk adik kembarnya. "Sudahlah, jangan menangis lagi Harry. Aku tau bukan kamu yang salah kok."

"Tapi 'Riet... semua orang..."

"Jangan pedulikan mereka. Ayo, kau ikut berpesta juga. Bukankah hari ini adalah hari ulang tahun kita?" ajakan itu mendapatkan senyum lebar Harry. Mereka segera berlarian masuk dengan wajah penuh kebahagian.

***

Godric Hollow, Great Britain, 30th July 1985

Suasana di kediaman Potter terlihat penuh kebahagiaan. Berbagai properti ulang tahun mulai dipersiapkan untuk menyambut ulang tahun Putri Tunggal Potter yang jatuh pada esok hari. Kali ini sangat istimewa, karena mengundang hampir seluruh penyihir yang mereka kenal. Termasuk Malfoy dan sederet nama yang masih dicurigai sebagai Death Eaters.

"Dimana Harry?" pertanyaan dari sang bangsawan Malfoy sukses membungkam keramaian yang terjadi. Mereka saling pandang dengan wajah penuh kebingungan. "Kenapa kalian diam? Apa tak seorangpun yang melihat anak kecil itu?" Lucius Malfoy mengulangi pertanyaannya dengan wajah tak bersahabat.

"Paling dia sedang bermain di gudang. Sudahlah Malfoy, kau nikmati saja acara ini. Jangan membuatnya menjadi buruk," ucap James dengan senyum lebar dan wajah cuek.

Tch.

Dengusan terdengar dari beberapa orang. "Kau ini seorang ayah atau bukan sih? Bukankah yang akan ulang tahun adalah anak- anakmu, tapi kenapa kau terkesan tidak peduli huh?" seruan bernada sinis itu datang dari musuh abadi The Marauders.

"Kau tak perlu bertanya yang mustahil Severus. Ada putriku disana, jadi dia sudah mewakili adiknya. Ayolah, mari kita bersenang-senang," Lily membela sang suami dengan wajah ramah.

Yang lagi-lagi mendapatkan dengusan dari orang-orang yang sama. "Aku masih heran, kenapa dulu kau bisa jatuh cinta pada Muggle Born ini, Sev. Dia bukanlah ibu yang baik," Narcissa Malfoy berucap dengan wajah penuh celaan. Dia menatap sekeliling, mencoba mencari keberadaan bocah imut yang sangat disukainya itu.

"Apa maksudmu Mrs. Malfoy yang terhormat?"

"Daripada kalian memulai pertengkaran tak perlu, lebih baik kalian mencari Harry. Aku sama sekali tak merasakan kehadirannya di rumah ini sejak kedatanganku," suara penuh wibawa itu memadamkan api yang mulai berkobar. Mereka semua menatap penuh tanya pada sosok Percival Wulfric Brian Albus Dumbledore yang berjalan menuju mereka.

"Apa maksudmu, Professor? Palingan, bocah itu sedang bermain di kamar atau gudang seperti biasanya," sela James yang diamini oleh istrinya. Tidak dengan putri mereka yang mulai gelisah.

"Aku heran, kenapa bisa kalian menyebut diri kalian sebagai orang tua? Seorang Ibu ataupun Ayah takkan pernah melupakan anaknya! Sekarang, di saat putra kalian menghilang. Kalian bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa. Kalian ini sebenarnya orang tua atau tidak sih?" celaan penuh nada dingin itu bukanlah keluar dari salah satu orang dewasa. Melainkan dari Draco Malfoy.

"Jangan ikut campur bocah!"

"Aku sudah muak! Kenapa kalian tak pernah memperlakukan Harry sama seperti kalian memperlakukan kakak kembarnya? Bahkan di setiap hari ulang tahunnya, kalian sama sekali tak memiliki kepedulian sedikitpun padanya! Dia hanyalah anak kecil yang membutuhkan kasih sayang dari sekitarnya, tapi kalian tak peduli! Dia. Anak. Kalian! Bagaimana kalau ternyata dia pergi? Atau bahkan tiba-tiba mati? Hanya penyesalanlah yang akan kalian dapatkan!"

"Draco, kau sudah keterlaluan! Secara tidak langsung, kau seperti mendoakan kematian Harry, sayang."

"Aku mendapatkan firasat buruk, Mom. Ini bukan perasaan sedih seperti biasanya. Aku merasa... kehilangan," ucapan bernada sendu itu membuat semua orang tersentak. Potters segera berlari menuju kamar putra mereka. Putra yang selama ini mereka lupakan.

"Tidak ada! Harry tidak ada dimanapun Mom, Dad!" seruan panik itu terdengar sampai ke arena pesta.

Lucius, Narcissa dan Severus saling pandang. Mereka menutup mata mereka penuh konsentrasi. Mencoba merasakan kehadiran bocah yang sangat mereka sayangi.

Hiks hiks

Isakan lirih itu membuyarkan pikiran mereka. Mereka berjongkok dan menatap iba pada Draco. "Sayang tenanglah... Harry pasti baik-baik saja"

"Tapi aku sama sekali tak bisa merasakan kehadiran Mateku itu dimanapun Dad. Ini terjadi karena dua hal, kalau bukan kematian... berarti Harry berada di dunia Muggle."

"Muggle, Harry berada di sana, Draco. Kau jangan khawatir. Suatu saat nanti kalian pasti akan bertemu. Jadi, biarkan Harry untuk sementara waktu berada di sana. Dengan atau tanpa kemauannya. Sekarang sebaiknya kita segera kembali. Aku tidak tahan berada di antara para munafik ini," ucap Severus dingin, mengacuhkan tatapan tak suka yang dilayangkan pada

mereka. Berapparate menuju kediaman meraka tanpa pamit adalah hal yang mereka lakukan selanjutnya.

***

"Harry tak ditemukan dimanapun Dad. Apa yang harus kita lakukan? Hiks hiks! Dad! Kalian harus mencari Harry! Kalian harus mencari dia. Hiks hiks MOM DAD!" Harrietta mengguncang tubuh kedua orang tuanya yang terdiam kaku. Ingatan akan Harry semakin berkelebat dalam pikiran mereka.

Harry yang selalu mereka acuhkan. Harry yang selalu mereka marahi. Harry yang selalu mereka buat menangis. Harry yang begini... Harry yang begitu... sama sekali tak ada kenangan baik yang mereka ciptakan. Sejak Harry berumur 2 bulan... bukan! Mereka telah mengabaikan Harry sejak peristiwa itu terjadi.

Air mata penyesalan memang selalu datang di akhir. Pepatah itu tak pernah menjadi sebuah pembelajaran bagi setiap orang. Siklusnya selalu begitu. Membuat masalah → bersikap lupa diri → menyesal. Tak pernah berubah. Air mata penyesalan selalu menjadi sebuah klimaks dalam setiap cerita yang mereka buat.

"HARRY!!!!!!" 

The Chosen OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang