PERJANJIAN

26 8 2
                                    

Jum'at, 30 Desember 2022

Seperdetik setelah pintu putih polos dengan gradasi garis tipis itu dibuka—seluruh anggota tubuh Rahayu terserang lemas dalam sekejab, poros pandangannya menatap lurus kedepan—sebuah objek tertangkap jelas oleh netra yang mendukung gurat keterkejutan didalam tatapan Rahayu.

Seonggok tubuh mini berlayungan darah diatas sprey putih gading adalah hal pertama yang membuat Rahayu syok, refleks berikutnya ia langsung berlari menghampiri bocah malang tersebut bersama teriakan ketir penuh ketakutan. Frekuensi bunyi yang kuat membuat orang yang berada dilantai bawah bertanya-tanya, satu-persatu dari mereka meninggalkan meja makan guna memastikan teriakan yang bersumber dari lantai atas.

Tangan kurus Rahayu bergetar hebat, ia merangkul kepala Lukman agar berbaring diatas pahanya—alhasil ia pun ikut kotor oleh lumuran darah, pisau yang tertancap diatas dada sang adik hanya menyisakan hulunya saja.

"Dek, buka matanya. Kakak kesini mau jemput Lukman. Dek, ayo bangun. LUKMAN BANGUN!" dalam ketakutan yang kian menjadi, teriakan melengking itu tak dapat dihindari.

Rahayu panik, ia harus bagaimana? Ingin sekali ia cabut pisau bergagang hijau tersebut namun, tangannya terlalu bergetar saat ini. Tangisan tak berdaya semakin membuat Rahayu putus asa, meski ia terus menepuk pipi dingin Lukman sambil sesekali mengguncang kuat bahu lemas sang adik.

"Kenapa teriak-teriak?" Pertanyaan khawatir yang di lontarkan Azela berubah menjadi keterkejutan hebat ketika melihat simbahan darah di dada Lukman, ia yang hampir terjatuh berhasil disambut oleh Hendra yang datang menyusul—sama kagetnya saat melihat kondisi anak yang baru seminggu ia adopsi.

Sabtu, 31 Desember 2022


Bahkan baru kemarin setelah pemakaman selesai, Rahayu, satpam beserta keluarga angkat Lukman memenuhi panggilan Pihak Reskrim Polda Metro Jakarta Pusat. Berkat keterangan dari mereka pula kasus kematian Lukman ditetapkan sebagai tindak pembunuhan.

"Akibat kamera pengawas saat kejadian terjadi tidak berfungsi, dan setelah mendengar pernyataan dari Pak Sarif dan buk Azela. Kami menetapkan kasus ini menjadi pembunuhan, beserta beberapa bukti yang didapat oleh pihak kami diantaranya perhiasan dan jejak darah di jendela kamar serta pagar balkon, juga rekaman CCTV di gerbang masuk perumahan terlihat dua orang preman mengendarai motor KLX masuk tepat pukul dua pagi dan keluar pukul dua lewat empat puluh lima menit, ini merupakan bukti terkuat atas kasus pembunuhan saudara lukman." Lelaki berseragam abu-abu yang dilengkapi tanda dua balok emas menandakan jika pangkatnya adalah Inspektur satu.

Posisi mereka sekarang berada di ruang persegi bernuansa gelap atau biasa disebut ruang introgasi yang kerap digunakan oleh Pihak Penyidik.

Rahayu menatap satu-persatu manusia yang duduk dihadapannya, ada Nyonya Azela—wanita berusia sekitar tiga puluh tujuh tahun tersebut terlihat masih syok dengan luka selebar jari kelingking bayi di area keningnya. Dokter Hendra— meskipun kelihatan tenang mungkin saja ia juga dalam kondisi tak baik, namun tetap berusaha menguatkan sang istri. Pak Satpam— kesaksian lelaki berkumis tebal itu termasuk cukup penting untuk penetapan kasus kematian Lukman dan Lelaki pendiam berwajah pucat yang merupakan putra tunggal dari Nyonya Azela, sedari kemarin dipemakaman hingga hari ini masih enggan berbicara panjang pun kesaksian yang ia miliki tak begitu banyak.

Entah mengapa Rahayu merasa ada yang tidak beres pada Lelaki bermata Coklat tersebut. Bahkan caranya memandang Rahayu saja dapat menimbulkan kecurigaan besar dibenak gadis itu, mungkin ada sesuatu yang ingin dia sampaikan tapi ada gurat ragu yang tergolong tak peduli membuat Rahayu semakin penasaran.

"Saya harap pelakunya bisa ditangkap secepatnya, saya dan Istri saya tidak akan pernah menyerah pada kasus ini."

"Penyelidikan akan terus digencarkan, bapak dan keluarga harus bisa bekerjasama dan menunggu hasil dari pihak kami."

OUTLINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang