HANTAMAN

6 6 1
                                    

Cuaca dikatakan tidak bagus karna malam itu angin bertiup cukup kencang, Darmawi sedang menyantap dua cup mie instan di sebuah minimarket. Perasaan ayah satu anak itu belum sepenuhnya stabil, ia diterpa banyak guncangan dalam waktu yang berdekatakan. Runtuh dan bangkrutnya perusahaan yang ia kelola, meninggalnya sang istri dan sekarang tidak memiliki satupun aset berharga lagi. Belum lagi tentang kekesalannya terhadap mendiang istri, perselingkuhan yang sama sekali tidak pernah ia duga akan menimpa rumah tangganya.

Darmawi mengadah, langit malam yang gelap semakin menghitam. Gumpalan awan hitam bersiap mengeluarkan cairan bening, mengguyur bumi beserta kesedihan setiap manusia diatasnya. Pandangan lelaki itu menurun, tanpa sengaja menatap sepasang sarung tangan kain yang dijajalkan penjual di sepanjang trotoar jalan.

———————

Jam kosong adalah harta karun bagi Rahayu—terlelap sempurna diatas meja, sebuah buku catatan pun berkorban menjadi penutup wajahnya agar tidak berinteraksi langsung dengan sinar matahari yang masuk lewat jendela disampingnya. Seminggu belakangan tugasnya terasa membosankan, hanya membuntuti Nertaja bila gadis itu pulang sekolah, sesekali mengganggunya dan kadang bermasalah dengan para piramida sekolah, mungkin mencari perkara dengan Rahayu mereka mendapat kesenangan. Untungnya, gadis itu selalu memiliki cara dan trik tak terduga dalam menghadapi hama-hama tersebut.

Menyebalkan, ketika ia tahu siapa orang yang terlibat atas kematian Lukman Rahayu malah dibuat tak berkutik setelah ungkapan Nertaja beberapa hari lalu. Jika memang apa yang dikatakan Aksara benar, Nertaja tidak mungkin bisa berkeliaran bebas. Apalagi bersama pikiran santai seakan semua beban itu menghilang, balik lagi pada pemikirannya. Rahayu yakin jika Nertaja benar-benar terlibat tapi ia harus mencari tahu lebih jelas, dibagian apa gadis itu meletakkan posisinya.

Satu yang ia yakini, penjelasan Aksara bukanlah karangan semata.

"Nyonya Azela?"

Bagian apa dan bagaimana ia tiba-tiba teringat pada Nyonya Azela, Rahayu merasa memang ada hal ganjal pada wanita misterius itu. Ia lantas bangkit dari posisi tiduran, duduk diam menatap lurus kepapan tulis. Mencoba mengingat-ingat tentang apa yang ia abaikan dari Ibu Aksara tersebut.

"Luka."

Bola mata Rahayu membulat sempurna, benar. Ada yang aneh pada luka kecil dipelipis kening Azela, setelah diingat lagi Rahayu yakin bahwa luka tersebut baru muncul usai pemakaman Lukman. Sedangkan dihari ia datang kerumah dan menemukan jasad sang adik, sama sekali tak ada luka maupun lebam pada kening wanita itu. Apakah ia salah lihat atau tidak, Rahayu perlu menyelidiki guna memastikan prasangkanya. Bisa saja ini akan menjadi klue yang cukup kuat.

Naluri alami Rahayu menyuruhnya bangkit, ia berjalan tergesa seperti ingin mencari keberadaan seseorang.

"Aksara."

Satu panggilan saja, dalam keadaan kelas yang ramai Aksara mendengar suara kecil itu. Bahkan saat ia berada disamping segerombol gadis-gadis yang tengah ngerumpi.

Tersenyum kecil, kemudian berlalu menuju keambang pintu.

"Ada berita lagi?"

"Mama Lo sehat kan?"

Pembicaraan yang menarik, pikir Aksara.

"Mau ketemu Mama?"

Tidak usah penasaran atau bingung, kini Rahayu telah menguasai emosi lelaki dihadapannya ini.

"Boleh."

"Abis pulang sekolah atau nanti malam?"

"Nanti malam."

"Lo masih belum bisa bikin Nertaja buka mulut?"

Aksara menggeleng, bicara dengan Nertaja kini tidakklah semudah dulu lagi.

OUTLINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang