Mengabaikan rasa dingin yang mulai menjalar, serta kemungkinan besar ia akan mendapat amukan dari sang Ayah. Nertaja tetap pada kekesalan dan keras kepalanya, duduk sendiri di pinggir kolam renang yang biasa digunakan oleh pihak sekolah ketika akan mengadakan lomba. Lokasinya terletak disamping Auditorium, akses area yang luas dengan atap terbuka. Awalnya Nertaja keluar akibat paksaan dari Darmawi, sang Ayah minta dibelikan rokok.
Kini pun Nertaja masih bertanya-tanya, apakah ini benar kebiasaan Darmawi yang baru ia ketahui atau ada penyebab yang lebih signifikan atas berubahnya lelaki itu. Apa itu artinya, dalam waktu tujuh belas tahun ia mengenal sang Ayah semua hanyalah topeng dan sandiwara semata? Sejauh apa ia telah dibohongi?
Tatapan sarat akan makna menembus hingga ke dasar kolam, Nertaja merasa benar-benar dalam kondisi tak berdaya. Bahkan untuk sekedar menyalahkan siapapun saat ini ia rasa tidak mampu.
Braakkk
Benturan benda keras terdengar amat jelas dikeheningan malam, suara seperti sesuatu menghantam lantai tanpa ampun. Nertaja yakin itu berasal dari Auditorium, tapi siapa dan apakah yang terjadi? Dibandingkan rasa penasaran, Nertaja memilih acuh. Ia berniat meninggalkan area kolam, dapat dipastikan bahwa Darmawi sudah terlelap pada jam-jam segini, tepat pukul satu malam.
Braakk
Kali ini suaranya terdengar cukup ringan, namun masih dapat ditangkap oleh indra Nertaja. Terserah dengan rasa ketidak ingintahuannya, gadis itu berjalan mendekat kearah Auditorium. Tanpa memakan waktu lama, gagang pintu berhasil ia tarik dan apa yang ia saksikan didalam ruangan tampak gelap, Nertaja meraba sakelar, berniat memeriksa. Nyatanya memang terjadi pemadaman namun setelah lampu berhasil menyala. Sungguh diluar dugaan, adegan yang ia lihat membuatnya bergeming ditempat dalam kurun waktu beberapa detik.
————————–—
Batas kesabaran Rahayu berakhir malam ini, sejak pukul delapan ia menunggu Aksara di tempat biasa hingga pukul sebelas lelaki itu masih belum memunculkan diri. Ia mendapat sebuah pesan jika mereka harus bertemu di Auditorium sekolah, setibanya di sana Rahayu kembali menebalkan kekesalan ketika menunggu Aksara selesai dengan latihan. Bahkan pada putaran kelima puluh sejak ia datang, Aksara seperti tak mempunyai niat untuk lekas mengakhiri kegiatannya.
Tepat pukul setengah satu, Aksara selesai dan ternyata saat itu pula kekesalan Rahayu menaiki puncaknya.
"Sesuai keinginan Lo, Gue udah buntutin Nertaja. Dia tinggal di apartemen Green Bay Pluit dan menurut keterangan beberapa orang yang Gue tanya, Nertaja sering mendapat luka lebam dan luka baru muncul setiap harinya. Kata nenek-nenek yang punya warung nasi uduk di belakang apartemen, Nertaja sering makan disana. Dia korban kekerasan dari ayahnya sendiri."
Kalimat terakhir membuat Rahayu mengecilkan suaranya seiring dengan raut kesal dan tak terima. Sangat tidak menduga apabila gadis arogan itu ternyata memiliki sisi gelap tersendiri.
"Kekerasan?"
"Iya."
"Oke, Lo bisa pulang. Udah malem."
Memang begitu, sangat alami. Menyuruh Rahayu pulang padahal ia menjanjikan informasi penting jika gadis itu berhasil mencari tahu tentang luka dan lebam yang menghinggapi Nertaja.
"Apa informasi penting yang lo janjiin? Bohong?"
"Nggak, karna udah malam. Jadi, besok aja."
"Cuma perlu ngomong kan? Emang harus praktek juga?"
Lagi, omongan Rahayu bagaikan angin lalu. Aksara mengemasi botol minum dan handuk mininya kedalam tas, bersiap untuk pulang.
"Aksara? Lo waras kan? Gue mertaruhin nyawa buat ketemu Lo dan ... cuma ini yang Gue dapat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OUTLINE
Детектив / Триллер[HIATUS] MISTERI/THRILLER‐FIKSI UMUM-FIKSI REMAJA-TRAGEDI-DARKROMANCE [17+] Kehidupan mereka yang bertolak belakang. Ada Rahayu, yang selalu menjadi korban kekerasan Saudara laki-lakinya sendiri. Ada Nertaja, yang berubah menjadi pelampiasan bagi Ay...