Pintu apartemen terbuka lebar. Diaz masuk dengan seorang tubuh gadis di pelukannya. Bersusah payah ia mendapatkan gadis ini. Batinnya memaki, jika besok alisha berani memakinya ia sanggup membungkam gadis itu dengan mulutnya.
Sedangkan sosok pria yang tengah tidur dalam ruangan itu membuka matanya. Agak kaget—ketika temannya membawa orang lain masuk kedalam sini, sialan Diaz. Ini apartemennya tapi laki-laki itu malah mau aneh-aneh disini.
"Mau ngapain Lo? " Ketika melihat Diaz membaringkan tubuh gadis itu ke sofa yang berhadapan percis didepannya.
"Making love." Jawab Diaz cepat, temannya itu sangat cerewet. Namun ketika mendapati Cakra yang melotot dia dengan cepat membalas, "Gak liat Lo dia pingsan. Ya kali gue apa-apain. Macem-macemin cewe lain aja ga pernah apalagi dia."
Cakra mendengus, "Mata tau," Ia dengan cepat menegakkan bahunya. Rok yang dipakai alisha agak pendek, ia jadi dapat melihat paha gadis itu. "Lo kan agak gila."
Diaz melihat sorot mata temannya langsung melotot tak terima. " Mata Lo ya anjing! Aset gue nih."
Cakra menyengir lebar. "Gak sengaja, hehe..,"
Diaz mendengus tidak suka. Tangganya dengan cepat menarik selimut yang Cakra gunakan demi menutupi tubuh gadis itu. Cakra hanya bisa diam tanpa berkutik, dulu Diaz selalu membahas jika sahabat itu jauh lebih penting dari pada wanita. Sekarang ia melihat dengan mata kepalanya—teman bangsatnya itu menjilat ludahnya sendiri.
"Lagian kenapa Lo ga bawa kerumah aja sih. Kenapa harus di apart gue juga. Gue lagi males liat orang pacaran Lex." Ucapnya pelan. Ia lebih suka memanggil Diaz dengan nama awal pria itu.
Diaz mengambil satu tangan alisha, mengecupnya pelan, "Sengaja, biar bikin Lo iri."
Cakra berdecih, dulu ia suka sekali membawa pacarnya ke tongkrongan dan Diaz adalah satu-satu yang tidak memiliki pacar saat itu, lihatlah Sekarang. Keadaan berbalik kawan.
"Seyra dirumah gue. Makannya gue males kerumah, enek gue liat dia."
Cakra terdiam, ia berfikir sepulang tadi ia ingat sudah mengantarkan wanita itu kerumahnya. ternyata gadis itu pergi lagi kerumah Diaz. Semenjak kejadian beberapa tahun lalu gadis itu memang lebih banyak diam padanya.
Pria itu berdehem pelan."Lo gada niatan mau nyamperin mantan tersayang Lo itu?"
Cakra menatapnya sinis, "Lo ngusir gue nih ceritanya?"
Tangan Diaz beralih ke kepala alisha. Menepuknya pelan, ia benci dengan watak keras gadis ini, "Awalnya gue kira Lo ga se—peka itu tapi—,"
Cakra dengan cepat mengambil kunci motornya. Mendengar nama seyra membuatnya kalut. Pikirannya berkelana kemana-mana, dari semua mantannya hanya Seyra yang berhasil membuatnya tidak waras. Padahal ia yang memutuskan wanita itu dengan pura-pura berselingkuh dihadapan Seyra. Tapi ia menanggung semua penyesalan dalam hubungan mereka.
Diaz terkekeh, dia selalu punya cara untuk mengusir hama yang menggangu kesenangannya bersama gadisnya.
*******
Cakra mengusap wajahnya gusar. Tadi ia berniat untuk datang menemui Seyra. Tapi seakan hati kecilnya memaki dirinya—bahwa ia tak pantas menemui wanita itu disaat seperti ini.
Dulu, ia selalu menolak bertemu dengan gadis itu dengan alasan apapun. Agar Seyra tak dapat mengganggunya yang tengah bermain dengan gadis lain. Tapi sekarang, otaknya gusar. Setiap malam ia coba melupakan wanita itu tetap tidak bisa.
Pikirannya berkelana pada saat dia dan Seyra berbagi kehangatan untuk pertama kali. Saat itu usianya masih tujuh belas tahun. Itu pengalaman pertama untuknya, juga untuk Seyra.
Saat itu bahkan ia berani menemui gadisnya di negri paman sam tempat gadis itu bersekolah dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry Lia [END]
Teen FictionAska terobsesi pada adik angkatnya, cinta tidak biasa hadir diantara mereka. Allesia tidak menyadarinya, menganggap bahwa semua pukulan itu sebuah kebencian, padahal tanpa gadis itu sadari, itu hanya sangkalan betapa kerasnya hati aska menolak peras...