Fourth

344 12 1
                                    

ignore typo

Kamu sangat lelah karena hari ini mendapat kelas tambahan desain pola dasar. Karena asrama dengan gedung fakultasmu dekat. Sebelum kesana, kamu ingin membeli makanan di minimarket. Namun ada sebuah tangan menahanmu masuk kesana. Siapa lagi kalau bukan tangan Ran yang menahan. Kamu heran mengapa Ran selalu berada di sekitarmu setiap saat.

"Mau ngapain ke minimarket? belanjaan bulanan lu kurang?" Ran membawamu ke tepi.

"Apaan sih? aku cuma pengen nyoba ramen,"

Ran memutar bola matanya malas, "udah ayo ikut gua."

Kamu menggelengkan kepalamu yang membuat berdecak pelan. Ran menarik tanganmu lagi menuju mobilnya lalu menyuruhmu untuk masuk. Kamu pun pasrah dan mengikuti duduk di kursi penumpang.

"Kenapa sih kak? katanya kakak ogah kalo orang-orang liat kita, katanya kakak gasuka sama orang miskin."

"Bisa diem ga?"

Kamu menoleh menatap Ran dengan tatapan heran. Mengapa Ran tidak seperti biasanya.

Setelah menghabiskan waktu sepuluh menit, kalian berdua pun tiba di restoran elite seperti restoran para pejabat dan petinggi. Ran mengajakmu masuk lalu melakukan reservasi meja VIP yang di dalamnya tidak memakai kursi melainkan sofa mewah.

Ran menyebutkan menunya dari hidangan pembuka hingga penutup ke pelayan. Kamu yang tidak pernah makan disini hanya diam dan mengikuti Ran.

"Tolong satu botol cocaine,"

Pelayan itu menunduk sebelum kembali ke tempatnya. Ran juga telah membayar biaya makan kalian.

Kamu melirik Ran yang sedang memainkan ponselnya, suasananya hening dan hanya ada suara musik khas Jepang.

"Hey maba, gimana tempatnya?"

"Looks so fancy,"

Ran tersenyum miring lalu menepuk space kosong di sampingnya. Kamu mengerti maksud Ran. Kamu duduk di sampingnya menatap pria itu yang tengah menatap badanmu yang masih berbalut kemeja dan rok span. Pria itu mendaratkan kepalanya di lehermu juga menduselkan wajah disana. Kamu merasa tergelitik karena napas hangat serta bibir Ran menempel di kulitmu yang dingin akibat pendingin ruangan.

"Mhm.. Ran," kamu menahan suara desahanmu dengan mengigit bibir bawah.

Ran tersenyum tipis sembari memegang rahangmu agar menghadapnya. Ia mencium bibirmu dengan segera, sesekali dilumat olehnya.

Kamu mengalungkan lenganmu di lehernya karena tidak ingin membuat Ran kecewa. Ciuman kalian yang panas harus terputus karena pelayan masuk untuk mengantar pesanan minum.

Lantas kamu hanya menunduk malu karena pelayan itu mungkin melihat kalian berciuman. Tidak dengan Ran, ia hanya santai sembari menuangkan minuman untuknya dan dirimu.

"Santai aja, nih diminum."

Setelah minum bersama, Ran kembali menatapmu. Kini tangannya sudah berada di pantatmu, menarik dirimu untuk duduk diatas pangkuannya. Kamu merasa kesusahan saat duduk karena rok span yang kamu gunakan menjadi sempit.

"Kak uh.. ini rok aku, jadi sakit.."

"Iya nanti," Ran menatapmu sambil melepas kancing kemejamu, memperlihatkan belahan dada yang mulus. Ia menenggelamkam wajahnya diantara belahan dada, menjilat juga menghisapnya. Kamu menggigit tangan agar desahanmu tidak lolos dengan keras.

Ran menghabiskan waktu yang banyak di dadamu dan bel ruang VIP kalian berbunyi tanda pelayan sudah siap mengantar makanan.

Ran menerima panggilan bel tersebut dan mempersilahkan pelayan masuk. Kamu yang duduk dengan kemeja berantakan pun panik saat Ran melakukan itu. Saat tiga pelayan masuk, reflek kamu membuang wajah dan menguburnya di ceruk leher Ran. Sungguh kamu ingin sekali memaki pria di depanmu.

Semua makanan telah dihidangkan lalu pelayan kembali keluar dan menutup pintu ruang VIP.

"Kita makan dulu, and then.. we should continue it."

Kamu meneguk ludahmu dan kembali duduk di sofa yang berhadapan dengan Ran. Kamu ingin sekali memperbaiki kemejamu, namun Ran marah. Jadi kamu makan dengan posisi bra serta belahan dadamu terekspos.

"Woah.."

Baru satu suapan kamu sudah kagum dengan rasa masakan restoran ini. Ran terkekeh sembari melanjutkan makanannya.

Setelah hidangan terakhir, kalian beristirahat sejenak untuk menikmati cocaine. Ran kembali menyuruhmu untuk duduk di pangkuannya. Masih dengan keadaan pakaian seperti tadi, Ran melanjutkan untuk menenggelamkan wajahnya di belahan dadamu.

"Uhm.. kak, i.. ini di restoran.." kamu menutup wajahmu yang merah karena takut pelayan masuk kembali untuk menegur kalian.

"Then?"

Hidangan penutup yang sebenarnya adalah kamu, bagi Ran. Tangan nakalnya sudah menggerayangi bagian tubuhmu. Paha Ran terasa sakit saat merasakan rokmu lalu memutuskan untuk merobek bagian belakang agar kamu dapat duduk dengan posisi yang pas.

"?! Nanti aku pulangnya gimana??"

"Gampang, sayang."

Sayang? Sayang??

Wajahmu memerah karena Ran tumben sekali memanggilmu dengan kalimat itu dengan suara yang lembut. Ran terkekeh melihat reaksimu, ia melepas outter jasnya– menyampirkannya di sofa. Merasa badannya mulai memanas, Ran melepas sebagian kancing kemejanya juga menurunkan resleting celana.

Ia mengeluarkan kejantanannya yang sedikit tegang. Tangannya tergerak untuk mengurutnya di depan dirimu.

"Tunggu apaan? cepet lepas celana lu."

Kamu turun dari pangkuannya lalu melepas celana dalammu. Jujur sudah basah sedikit akibat permainan Ran tadi. Sembari kamu melepas celana dalam, ia memasang kondom di kejantanannya.

"Waktu kita ga banyak, jadi buruan."

"Iya sabar kak.."

Kamu pun beranjak duduk kembali di pangkuan Ran, mengangkat badanmu sedikit agar penis Ran masuk. Kamu meremat dengan kuat pundak Ran saat menurunkan perlahan badanmu.

"A.. ah shh perih.."

Ran menunduk untuk melihat miliknya yang sudah masuk sempurna atau belum. Dirasa sudah menancap sempurna, kamu menggerakkan badanmu keatas lalu turun secara berturut-turut. Ran mencengkram pantatmu dan membantumu untuk bergerak dengan tempo sedikit cepat.

"Ahh ah kak–

"Panggil Ran."

"Eumhh Ran! Ahk janganhh.." saat kamu memanggil Ran, ia langsung mempercepat gerakan badanmu dan menghentakkan pinggulnya berlawanan.

"I am close"

Ran mempercepat tempo karena sudah mencapai puncak. Kamu dan Ran sama-sama mendongakkan kepala saat tempo semakin cepat dan bertambah.

Ran menghentakkan pinggulnya lagi lalu orgasme, begitupun juga dirimu. Bedanya, kamu tidak bisa pipis disini jadi kamu tahan. Kamu turun dari pangkuan Ran dan duduk di sampingnya untuk mengatur napas. Ran sibuk melepas kondom serta merapikan pakaiannya. Ia memunguti celana dalammu dan melemparnya ke arahmu.

"Ternyata lu cepet basah juga ya," Ran terkekeh melihat cairan yang ada di celana dalammu.

Kamu hanya membuang muka karena malu, "gak ah," memakainnya lalu merapikan pakaian juga. Ran memberikan jasnya untuk dililit di pinggangmu agar menutup rok yang disobek tadi.

"Bisa jalan?"

"Dikira aku ini lemah??"

Ran tersenyum; kemudian memberikan kode agar kamu menggandeng lengannya. Kamu sudah rapi walaupun nyeri sedikit dibagian vagina. Makan malam ini terasa berbeda bagi keduanya.

Ran dan kamu adalah sama-sama makanan penutup untuk dinner hari ini.

TBC

Dont forget vote and comment. Thank you!

Lust [Ran Haitani]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang