Berbeda dengan Sena, cowok itu asik bermain dengan keponakan kecilnya, ketika jam dinding menunjukkan pukul 06.30 Sena mulai melajukan motornya dari pekarangan rumah, ia membonceng gadis kecil dengan pakaian merah putih dan rambut yang rapi dengan kuncir dan pitanya
Ketika keduanya sampai didepan gerbang sekolah, Kavita. anak kecil itu berusaha turun dari jok motor yang menurutnya terlalu tinggi.
"Uncle, ga bisa turun" cengiran khas itu membuat Sena tertawa, dari tadi sudah ia tebak, bahwa anak itu tidak bisa turun dari jok motor.
Sena yang menuruni motor miliknya lalu beralih ke jok belakang untuk menurunkan gadis mungil kesayangannya, agar segera memasuki wilayah Madrasah.
Anak itu emang agak lain dari yang lain, ketika kebanyakan anak memilih sekolah negeri ia malah memilih sekolah Islam. Dengan dalih bahwa disana ia akan di ajari berbagai macan pelajaran.
Dan yang membuat Sena bingung, kenapa ia bertahan dengan banyaknya pembelajaran yang hari-harinya menguras otak dan tenaga.
"Udah sana, masuk, belajar yang rajin, dadah cantiknya uncle" Sena yang melambaikan tangan pada gadis yang masih berada di depan gerbang, lambaian tangan itu di balas dengan senyum dan 1 jempol mungil yang mengisyaratkan kata "oke."
Menurutnya kata bahagia itu tidak lebih dari cukup, kebahagiaan itu selalu menghampirinya kapan saja, contohnya saat Sena melihat Kavita tersenyum dan sangat bersemangat untuk belajar di sebuah Madrasah Aliyah.
Berlebihan mungkin ketika ia di lihat ibu-ibu lain, tapi tidak apa-apa untuk apa mementingkan omongan orang lain jika kita tidak sesuai dengan apa yang mereka bilang.
Sena yang asik mengendarai motor, cowok itu melihat seorang gadis yang memakai pakaian yang sama dengan dirinya di bonceng oleh kakak laki-lakinya yang memiliki paras bak pangeran kerajaan.
Dengan kecepatan yang tinggi ia melewati dua kakak adik yang asik bercerita.
Motor besar milik Sena sudah memasuki parkiran, beberapa kemudian kedua saudara itu sampai di depan gerbang dan masih bisa di lihat melalui ekor mata milik Sena.
"Udah gak, usah cemberut. Cantiknya ilang nanti" ucap Aksara sambil merapikan rambut adiknya yang sudah berantakan karena terpaan angin yang lumayan kencang.
Dengan sangat cepat gadis itu langsung menepis tangan kakaknya"gak usah pegang-pegang, makasih"
"Gak usah ngambek, nanti pulang sekolah kita jalan-jalan ke toko buku,mau?" Bujuk Aksara agar mengembalikan senyum perempuan yang ia punya selain ibu dan calon istrinya nanti.
Tatapan mata yang semula sendu kini menjadi binar yang paling menyenangkan menurutnya, sejahat apapun Aksara laki-laki itu tidak akan membiarkan adiknya sedih berlama-lama.
"Boleh, beneran ya, jangan bohong"Aksara mengusap lembut puncak kepala anak itu, lalu ia meninggalkan gerbang sekolah ketika adiknya sudah benar-benar masuk kedalamnya.
Dengan tatapan yang tajam dan datar membuat orang orang di sekitar nya hanya menatap dan mengamati, namun sayangnya cewek itu sangat peka dengan keadaan sekitar.
Laksmi langsung melirik sinis kearah sumber suara dan rombongan anak laki-laki yang sedang memandangi dirinya, ketika salah satu diantara menatap sekilas mata gadis yang melewatinya, mereka langsung terdiam dan pura pura tidak terjadi apa-apa.
Dengan langkah gontai Laksmi memasuki kelasnya, ia melihat secara jelas bagaimana Sena memperhatikan Mita dengan sangat tulus dan lembut, ketika matanya bertemu dengan mata milik Mita ia hanya tersenyum simpul, lalu kembali duduk di tempat duduk yang di tempatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari Bersamanya (Revisi)
Short Story"Melalui bait aksara, kutulis kisahku dan kisah mu yang berakhir tanpa kata selesai" Senyum yang membuatku terpikat Perhatian yang membuat siapapun terikat Namun ada dia yang menjadi pengingat "Aku pernah mencintaimu lebih dari dia yang kamu cintai...