28

3 0 0
                                    

Setelah mereka mengatakan sejujurnya, keduanya di suruh kembali mengikuti ujian, dengan muka yang kecewa Bu Heni segera melaporkan hal tersebut terhadap wali kelas.

Wajah yang sedikit keringat yang sudah bercucuran di pelipis nya, kedua anak remaja itu terkesan panik dan ketakutan.

Bel pulang mulai berbunyi semua anak mulai berhamburan dari kelasnya, dan menuju tempat parkir.

Desi yang baru saja keluar gerbang dan akan menghubungi kakaknya agar menjemputnya, tawaran dari seseorang yang berada di depannya langsung membuatnya terdiam dan berpikir sejenak.

"Gak usah tir, makasih gue telfon Abang aja" tolaknya ketika Tirta mulai menarik dari tangannya.

"Pulang sama gue aja, gue udah bilang sama bang dan Bokap Lo" ujarnya.

Tanpa kata suruhan dari orang yang punya gados itu langsung naik tanpa menerima uluran tangan dari Tirta.

" Gapapa, kalo marah sam gue, tapi jangan sampai Lo benci Kavita, karena cuman Lo orang bisa diajak bicara dia" batinnya, cowok itu kembali menggenggam kan tangan yang sempat di tolak oleh Desi.

Di perjalanan tidak ada pembicaraan sedikit pun, Desi memilih diam sambil menikmati angin sore dan langit yang mulai berwarna jingga.

Lambat laun gadis itu harus sadar bahwa jalan yang mereka lewati bukan jalan menuju rumahnya.

"Kita mau kemana Tirta, ini bukan jalan kerumah gue" ucapnya membuat sang pengendara terdiam sejenak.

"Udah Li ikut aja, gue lagi butuh temen cerita" cara ia berbicara sudah bisa di tebak oleh gadis di belakangnya.

Desi yang diam menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya, perlahan-lahan matanya mulai tertutup karena mengantuk.

"Des, jangan ngantuk ini masih di jalan" ujarnya sambil memperingati gadis di belakangnya.

Desi yang sudah mulai menyandarkan kepalanya di bahu milik Tirta, cowok itu langsung membawa tangan yang semula di pundaknya melingkar di pinggang nya.

"Bisa-bisanya nih bocah tidur diatas motor" gumamnya

"Des bangun, udah sampai" ucapnya sambil mengguncangkan badan Desi dengan lembut.

"Hmm, udah sampai ya?"

Tirta Hanaya berdehem sambil membantu perempuan itu turun dari motornya. Lalu cowok itu menggandeng satu tangan milik Desi ke tepi danau sembari menikmati senja yang mulai tenggelam di temani oleh langit orange.

"Des, kalau gue mau cerita sedikit aja sama Lo boleh,"

Desi langsung menolehkan kepala untuk menatap kedua bola mata cowok yang ada di depannya. Rambut yang sedikit gondrong, bola mata hitam pekat tidak lupa dengan rahang tegas dan hidungnya yang mancung.

"Ternyata kakak gue orang tua yang hebat, Des, sejauh ini gue selalu berpikiran yang negatif tentang mereka, di balik kesibukan mereka ternyata ada sebuah penyakit yang harus mereka sembuhkan. Gue sedih, kecewa, tapi gue kasihan kalau lihat Kavita tiap hari cuma bisa lihatin foto mereka, mereka rela mendonorkan apapun demi anaknya tetap sehat. Waktu gue tahu cerita itu gue hancur, dan Kavita juga selalu menyalahkan dirinya atas apa yang dialami."

"Lalu bagaimana keadaan Kavita sekarang, dia udah baik-baik aja kan?" Tanya Desi dengan raut yang sedikit khawatir.

"Dia udah baik-baik aja, makasih ya udah mau dengerin cerita gue, maaf juga udah pernah nyakitin Lo kemarin"

"Iya, gapapa gue denger denger katanya Lo beneran putus sama Mita?"

Cowok itu hanya menganggukkan kepala,lalu menatap mata kucing milik Desi, matanya menghilang ketika perempuan itu tertawa.

Satu Hari Bersamanya (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang