"Apa maksud kamu—Tiara, apa yang kamu katakan?"
Aku lantas dengan ragu menengok pada Kak Bian yang memandangku dengan tatapan nanar, dengan takut aku pun mengangguk untuk mengiyakan pertanyaannya itu. Kemudian aku kembali menunduk. Kakiku sudah sangat lemas sekarang, tidak berani kugerakkan apa-apa selain kepala, sedangkan nafasku sudah terengah-engah dari tadi hanya saja aku berusaha menutupinya.
"Benar begitu, Tiara?" Pak Lingga bertanya dengan nada yang terdengar sekali jika dia sangat penasaran. Dan aku hanya mengangguk, tapi kali ini aku sudah tidak ragu lagi, aku mengangguk dengan lebih yakin. Kurasa, sudah tidak ada lagi yang bisa disembunyikan sekarang.
"Kalau begitu bagaimana kejadiannya?" Aku mendongak, menatap ke arah Pak Lingga yang saat ini mukanya bahkan terlihat lebih serius dari sebelumnya, suara terdengar berat barusan dan nadanya sedikit sewot. Aku tentu mengerti, siapa yang tidak geram jika saksi kejadian yang sangat penting justru malah tidak mengaku, sepertiku.
Aku menelan ludah secara kasar, berusaha menetralkan suaraku yang enggan keluar karena tenggorokanku terasa kering. Menatap satu-persatu orang yang ada di sini, sampai pandanganku bertemu dengan Andi yang jelas sekali menaruh curiga padaku. Entah kenapa aku muak sekali melihat wajahnya itu, dia sangat penuh dengan rahasia, bisa-bisanya menusukku dari belakang seperti ini.
"Wa—waktu itu … waktu itu saya melihat kejadiannya, Pak. Tepat, tepat di depan saya—"
"Apa?! Kenapa bisa begitu?"
Kalimatku terhenti karena Pak Naf tiba-tiba menyerobot dengan pertanyaan. Membuat nyaliku kembali ciut karena Pak Naf sedikit berteriak tadi, rasanya lidahku kelu, padahal tadi aku pun berbicara dengan terbata-bata. Belum lagi tanganku yang terus saja gemetar dari tadi—tidak, bukan hanya tanganku, sebenarnya mulut dan kakiku pun bergetar sedari tadi, sehingga aku terus merapatkan kakiku dan saling menautkan jari-jari tangan sampai tidak ada cela agar mengurangi gemetaran.
"Biarkan dia bicara dulu, Pak." Itu Pak Kepala Sekolah yang mengatakannya. Sedangkan aku masih tidak berani mendongak lagi. Yang ada dalam pandanganku sekarang hanyalah kakiku yang memakai sandal dan lantai keramik di bawah, entah mereka sedang memperhatikanku atau tidak, ya walaupun sudah pasti pandangan mereka semua tidak lepas dari ku.
"Silakan lanjutkan, Tiara," suruh Pak Lingga. Dan lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk, dan mulai melanjutkan penjelasan yang tadi sempat terhenti.
"Jadi waktu itu, saat saya mengumpulkan tugas di ruang guru dan sedang mendengarkan nasihat Bu Lina, tiba-tiba ada orang yang masuk ke ruang guru." Aku menjeda untuk mengambil nafas kemudian mengeluarkan secara perlahan. "Karena suasana gelap, saya tidak tahu siapa orangnya. Lalu …." Berhenti, aku mendongak dan menatap dengan lekat satu-persatu orang-orang yang ada di sini. Aku hanya melakukannya sekilas, raut tegang mereka mengatakan jika mereka tidak ingin dibuat menunggu oleh perkataanku.
"Lalu orang itu … membunuh Bu Lina."
"Seperti apa orangnya?" tanya Pak Lingga.
"Saya kurang tahu, Pak. Saya bahkan nggak tahu orang itu memakai pakaian apa." Aku menggelengkan kepala untuk lebih meyakinkan mereka bahwa yang kukatakan adalah kejujuran.
"Apa kamu yakin, Tiara? Maksudnya, ciri-cirinya, seperti tinggi orang itu mungkin, badannya besar atau bagaimana? Seperti itu." Pak Lingga kembali bertanya, sedangkan lipatan di keningnya masih belum hilang daritadi.
Aku menimbang-nimbang sejenak, menyipitkan mata dan kembali memikirkan kejadian waktu itu. Tapi entah kenapa, seakan ada yang menghapus sedikit demi sedikit ingatanku tentang kejadian mengerikan itu, aku bahkan mulai lupa bentuk tubuh pelaku. Ini tidak bisa dibiarkan, jika aku tidak bisa menjawabnya, mereka pasti akan mencurigaiku bahkan mungkin aku akan dikira pembohong. Tidak, tidak, setidaknya masih ada yang bisa kuingat. Tinggi badan pelaku ya … mungkin hampir sama dengan tinggi badanku, atau mungkin sedikit lebih tinggi. Dan bentuk badannya, mungkin yang dimaksud Pak Lingga adalah orang itu perempuan atau laki-laki jika dilihat dari bentuk badan, kalau untuk itu aku tidak tahu pasti, tapi memang tubuhnya biasa saja, tidak kekar ataupun kurus, dan jika ada tonjolan di bagian dada—yang menandakan jika pelaku adalah perempuan pun pasti tetap tidak akan terlihat jelas, suasananya sangat gelap waktu itu. Tidak banyak yang bisa kukatakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Lie
Mystery / ThrillerJelas-jelas aku melihat ibu guru itu dibunuh oleh seseorang. Tapi kenapa mereka mengatakan jika aku berbohong? ___________________________________________ Aku adalah satu-satunya saksi mata terjadinya pembunuhan di sekolahku. Korbannya seorang guru...