BAB 6 : STRANGE SILENCE

4.9K 641 12
                                    

Seperti tergenang dalam lumpur basah, Aren tidak sanggup untuk memberontak, kedua pergelangan tangannya dipegang erat oleh anjing mesum yang sedang menciumnya.

Aren melotot, terlihat tidak menikmati hal ini. Marcus tentu tidak peduli, sang putra mahkota itu memejam matanya, menikmati kelembutan dari Aren.

Aren langsung menjauhkan wajahnya ketika Marcus semakin intens, dan kedua bibir mereka mengeluarkan decapan basah. Aren merasa bibirnya membengkak dan kebas.

"Apa kau terlalu terlena dengan ciumanku sehingga tidak bisa berkata-kata?" Aren cukup yakin, kalau emosinya tidak terkelola dengan baik pasti ia akan langsung melempar tai anjing ke wajah Marcus.

Lelaki cantik itu sontak berdiri dan menjauh. Nafasnya terengah-engah dan dia tidak mau mengeluarkan sepatah kata. Dilihatnya Marcus duduk bak raja hutan. Kondisinya yang shirtless, sangat jantan, apalagi memiliki wajah paripurna seperti itu orang-orang pasti sepakat bahwa telanjang pun lebih baik dari pada memakai baju. Memang, privilage orang tampan.

"Kenapa? Terpesona kah?"

Aren melongo tak percaya 'terpesona? walaupun tampan, saat ini dia seperti anjing yang sedang meriang di mataku, tidak kah dia malu tidak menutupi tonjolan besar di antara kedua pahanya itu?'

Ia menarik nafasnya berusaha tenang 'jangan bertindak gegabah Aren, di hadapan mu ini adalah seorang putra mahkota yang dicintai alam semesta, kalau kau memukul wajahnya sekarang, pasti kepala mu langsung berada di kaki dan kaki mu berada di kepalamu!'

Aren tersenyum manis "tentu saja saya sangat terpesona dengan anda, Yang Mulia. Anda sangat tampan, berkharisma, kuat, jenius dan dicintai oleh banyak orang, siapa yang menolak itu? Saya yakin, hanya monyet saja yang tidak terpesona dengan anda, Yang Mulia." Marcus sangat tahu kalau Aren sedang berdusta, namun ia tidak memperdulikan itu dan tetap senang ketika Aren memujinya walaupun tak sepenuh hati. Ia masuk dalam permainan karena merasa lucu.

Marcus mengangkat alisnya "kalau begitu kenapa kau menjauh? Bukankah itu tandanya kau sedang menolak ku," Marcus menjeda perkataannya "sayang?"

Aren semakin tersenyum manis "saya lapar, Yang Mulia."

Marcus tersenyum miring "begitu kah? Oke, aku akan memesan layanan kamar." Lelaki itu berdiri, karena kebetulan letak telepon dekat dengan Aren yang tepat berada di sebelah kanannya, Marcus mendekat mengangkat telepon untuk layanan kamar.

Aren tidak bisa menjauh karena Marcus secara sengaja membelit pinggangnya.

"Ya, aku ingin makan malam di antar ke kamar kami." Aren mendongak, melihat Marcus yang sibuk berbicara. Dari sudut manapun memang Marcus tidak memiliki celah sedikitpun.

"Aku tidak ingin makanan yang terlalu berat, istriku akan sakit perut jika makan makanan yang berlemak di malam hari." Marcus menunduk dan terkekeh ketika Aren memasang wajah kesal yang lucu. Seseorang di sebrang panggilan tentu heran ketika sang tamu tertawa tiba-tiba.

"Ya, kalau bisa secepatnya, istriku sejak tadi sedang merengek meminta makan." Aren mendelik, kenapa ia dituduh seperti itu? Tidakkah Marcus merasa bahwa itu sangat tidak adil? Dia tidak merengek seperti apa katanya.

Aren mendecakan bibirnya "Yang Mulia, saya tidak tahu anda semenyebalkan ini."

Marcus menutup teleponnya dan kedua tangannya pun memeluk pinggang Aren "Oh, sayang. Aku tidak tahu kau semenggemaskan ini."

Aren malas menanggapi lagi sambil diam-diam membuang nafasnya dan membiarkan bagaimana Marcus mengangkatnya dan membawanya ke meja makan.

"Sebaiknya kau duduk cantik di sini dan kita tunggu sebentar, makan malam tidak akan lama lagi sampai."

Dan betul saja, beberapa pelayan datang dan kemudian mereka menata hidangan makan malam yang Tuan tamu pesan.

Hidangan itu tidak spesial karena sesuai perkataan Marcus yang meminta untuk tidak mengeluarkan menu yang berlemak. Aren menatap mangkuk di depan matanya.

Nama hidangan itu sedikit berlibet membuat lidahnya terpelintir karena penyebutan aksen yang sangat kental, bahkan ia hanya menangkap perkataan pelayan yang menjelaskan nama makanan itu seperti orang yang sedang berkumur.

Yang pasti, makanan itu adalah sejenis sup yang terbuat dari susu kuda yang difermentasi kemudian dicampur dengan susu sapi yang masih segar. Sup itu terlihat creamy dengan isian daging sapi, brokoli, dan telur yang direbus.

Berbeda dengan dirinya, Marcus hanya memakan sayuran rebus dan 6 butir telur yang juga di rebus. Dengan saus berwarna hijau khas kerajaan Horwei.

Aren ragu-ragu untuk berbicara "Yang Mulai, apa anda yakin akan kenyang makan itu saja?" Setelah bertanya Aren pun akhirnya menyuap sesendok ke mulutnya sup itu. Ia tergugah dengan rasanya.

Marcus melihat ekspresi Aren yang seperti terlihat suka dengan sup itu "berbeda dengan mu, aku sangat ketat dalam menyeleksi makanan yang akan masuk ke perutku, kalorinya harus ku pertimbangkan."

Aren pun terpana mendengar informasi kecil itu, pantas saja tubuh Marcus terbentuk sangat sempurna, ternyata ada perjuangan dibalik itu semua

"Sesekali tidak apa makan makanan berat, Yang Mulia. Anda tidak perlu terlalu memforsir diri anda dalam hal itu, saya rasa bahwa tubuh anda saat ini sudah sangat luar biasa."

Marcus tersenyum kecil "kau tahu? Makanan polosan membuatku lebih nyaman, karena aku tidak perlu khawatir apakah terdapat racun atau tidak karena mudah terdeteksi."

Aren menahan nafasnya sejenak, ia menghentikan kunyahannya. Aren melirik ke Marcus yang makan dengan tenang.

"Tidak mudah hidup sebagai putra mahkota, seperti yang diinginkan banyak orang." Aren menatap pada Marcus yang tidak menunjukkan tanda-tanda kesedihan. Wajah pria itu lurus dan sulit dibaca olehnya.

"Ya, anda benar." Aren hanya sanggup menanggapi seperti itu dan tidak berkata apa-apa lagi. Ia juga ikut makan dengan tenang seperti Marcus.

Keheningan yang asing berjalan selama beberapa menit. Yang Aren tak nyaman dibuatnya.

"Jangan berbicara terlalu formal denganku, Aren."

Tiba-tiba suara Marcus memecah keheningan di antara mereka "ya?" Aren bertanya untuk memastikan pendengarannya.

"Jangan menggunakan kata 'Anda' dan 'saya' di antara kita, kau adalah istriku, Aren."

Aren menaruh sendok di atas alas makan "kita masih belum melaksanakan pernikahan, Yang Mulia."

Marcus terkekeh kecil "kenapa dengan itu? Tak lama lagi kita akan melangsungkan pernikahan."

Aren berkedip beberapa kali, kenapa Marcus bertingkah menyebalkan lagi? "Saya rasa itu tidak sopan selama hubungan kita belum sah, Yang Mulia."

Marcus terperangah dan merasa lucu dengan ini, salah satu tangannya menopang dagunya dan jari telunjuknya mematuk meja.

"Tidak ada bedanya baik sekarang maupun nanti, sayang." Marcus mendengus "tapi karena aku sangat menghargai istriku, maka aku akan membiarkannya untuk kali ini saja." lelaki itu meminum air "namun, setelah acara pernikahan kita, aku ingin kau mengubahnya, Aren."

Aren menyembunyikan wajahnya menatap ke samping dan berdecih, kemudian kepalanya mengarah lurus lagi dan tersenyum sampai kedua matanya menyipit "baik, Yang Mulia."

TBC

[BL] THE CROWN PRINCE FIANCÉ (ON GOING🟢)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang