Hari ini hari selasa, hari terpadat bagi Lintang dalam seminggu. Mungkin karena hari selasa ada ekstrakuliler olimpiade matematika. Meskipun hanya satu jam, namun untuk jadwal Lintang yang termasuk padat, itu menjadi hal yang menyibukkan.
"Ini kan sudut berpelurus kak, dijumlahkan menjadi 180 kan, kak?" tanya Chessy.
"Iya, tapi dicari yang sudut yang siku-siku dulu, dicari x nya dulu. Kalo ini kan dua variabel," jelas Lintang menahan kesabaran.
Menjelaskan matematika ke Chessy itu sungguh melatih kesabaran Lintang. Belum lagi kalo kaget atau bingung gitu yang jadi korban sampingnya. Entah itu mukul lengan atau mukul pakai buku.
"Lintang, nomor sepuluh sudah selesai?" tanya bu Rani yang tak lain adalah pembina matematika.
"Sudah, bu."
"Coba tulis di depan ya. Kayaknya dari teman-teman kamu banyak bingung di nomor itu. Nanti kamu jelasin sekalian."
Lintang menuliskan jawabannya didepan, sekalian menjelaskan. Ini bukan pembelajaran matematika. Tapi ini sedang ekstrakulikuler matematika. Ya, olimpiade matematika di Leorasi School menjadi ekstrakulikuler. Yang ada bimbingan setiap minggunya.
Selain untuk mencari bakat dari para siswa yang terpendam terkait matematika, juga untuk mempersiapkan sebelum olimpiade. Entah itu olimpiade yang diadakan sekolah tingkat SMA atau universitas.
Seperti saat ini, sedang melakukan persiapan untuk lomba OSN, olimpiade sains nasional. OSN ini penyelenggaranya bukan dari sekolah tingkat SMA atau kampus, tapi lebih bergengsi lagi, penyelenggaranya kemendikbudristek. Makanya ada seleksinya, dan yang dipilih pun ya cuma 3 anak dari bidang matematika.
"Kalian nunggu hasil seleksi ya?" tanya bu Rani memecahkan suasana. Sontak kelas yang semula tegang pun sedikit mencair. "Tapi yang tidak lolos jangan berkecil hati ya. Masih banyak event olimpiade lainnya kok."
Lintang berharap lolos, tapi bukan sebab dirinya, tapi dia tak ingin mengecewakan orang tuanya. Orang tuanya sangat berharap dia dibidang itu.
"Aiza, Lian dan Lintang. Selamat ya ..."
Lintang menatap Lentera sahabatnya. Ada guratan sedih di netranya. "Ra, are you okay?"
Lentera hanya mengangguk, senyuman terbit dengan lebar. Tapi Lintang yakin, jika itu hanya senyuman untuk memanipulasi. Dia tau perjuangan Lentera selama ini, dan itu ga mudah. Dia tau karena Lintanglah teman belajar Lentera.
"Aku gapapa kak," tutur Lentera setelah keluar ruangan.
Lintang tersenyum, "Masih banyak olimpiade selain OSN. Masih semangat kan?" Lentera mengangguk semangat. Lentera ini sudah Lintang anggap adik sendiri. Bukan Lintang saja, tapi 4L juga menganggap Lentera sebagai adik. Karena dia yang paling bontot.
"Dah jam dua, aku duluan ya," cetus Lintang buru-buru meninggalkan sekolah.
Ada bimbel matematika jam dua yang berakhir jam setengah empat. Dan nanti jam empat dilanjut dengan bimbel bahasa. Ada jeda 30 menitan untuk dia istirahat. Dan nanti setelah maghrib harus ke madrasah diniyah. Ya inilah Lintang dengan kepadatan jadwalnya. Tapi ini sudah menjadi kebiasaannya.
Kalo kata Lintang, 'Yang penting dijalani'.
***
Kini waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, namun Lintang belum berkeinginan beranjak dari serambi masjid. Dia tak ingin beranjak sejak setengah jam yang lalu, para jamaah pun sudah pergi meninggalkan masjid. Masjid di sini melaksanakan jamaah isya' pukul setengah delapan, itu dilakukan agar santri madrasah diniyah bisa ikut melakukan sholat jamaah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintang Malam
Novela JuvenilTuntutan, ambisi dan keinginan yang berjalan beriringan. Terasa menyesakkan ketika tidak sejalan. Ini cerita tentang Lintang, lelaki pecinta malam. Bukan lelaki yang kelayapan di setiap malam, namun baginya malam adalah waktu terbaik untuk dirinya m...