[2] Bolehkah Istirahat?

7 2 15
                                    

"Woy!" kejut Lais tiba-tiba duduk di sampingku.

Andai ini di sinetron, pasti pura-pura akrab dengan menepuk pundak orang yang tadi mengageti. Tapi ini bukan sinetron, apalagi keadaan moodku buruk seperti ini.

Aku melirik sekilas, dengan tampangnya dia tersenyum tanpa rasa bersalah. Menyadari ekspresiku yang tidak baik, dia pun langsung mengubah ekspresinya menjadi datar.

"Ada masalah apa? Jangan bilang galauin Aiza?"

Asal nyeplos aja nih anak. Sama siapa tadi? Aiza? Lintang? Galauin Aiza?

Aiza? Cewek egois, digalauin?

Aiza itu teman satu ekstra dengan Lintang, yaitu di ekstra matematika. Namun Lintang tidak suka dengan sikap Aiza yang merasa sok pintar, sombong, ga mau berbagi ilmu dll. Kalo disebutin, bakal banyak nanti.

"Udah lah, Lintang. Masih banyak cewek yang lebih baik dari Aiza. Kamu itu wajahnya lumayan kharismatik, banyak kok yang masih mau sama kamu. Ga harus Aiza."

Lais bicara tanpa henti. Bukan membuat Lintang happy, malah membuat tambah badmood. Tanpa memperdulikan Lais, Lintang pergi begitu saja.

"Woy! Ke mana!?"

"Ke kantin, cari amunisi," jawab Lintang tanpa berkeinginan menoleh.

"Ikut!"

Lais mengekor Lintang, Lintang membiarkan hal itu. Dia segera memesan makanan dan mencari tempat duduk. Lais juga melakukan hal yang sama.

"Lintang, Lentera sakit."

Suara Lais

"Lintang, Lentera sakit. Dia sekarang di rumah sakit."

Suara Lais membuat perhatian Lintang teralihkan. Pasalnya dia kemarin bertemu Lentera baik-baik saja. Dan sekarang mendengar kabar, Lentera di rumah sakit?

"Sakit apa emangnya?" Lintang mencoba tenang.

"Kecelakaan."

"Ga usah becanda, Lays."

Lintang memanggil Lais dengan sebutan itu, itu artinya dia sedang kesal.

"Aku ga becanda. Kemarin dia kecelakaan."

"Parah?"

"Lumayan, sempat percobaan bunuh diri juga."

Sungguh Lintang terkejut. Pikirannya tertuju pada sehari yang lalu. Pada saat pengumuman seleksi olimpiade. Namun saat itu Lentera masih terlihat baik-baik saja.

"Lentera? Mau bunuh diri?"

Lais mengangguk lemah. "Aku ga tau masalahnya dia apa. Kemarin belum bisa diajak bicara banyak."

Lintang merasa bersalah. Dia tak tau menahu tentang Lentera. Apa iya karena hasil seleksi? Atau ada masalah lain? Kenapa sampai berpikiran bunuh diri?

Tak lama pesanan mereka datang. Lintang memesan kopi dan Lais memesan susu kacang hijau. Susu kacang hijau bisa dibilang adalah minuman favorit Lais. Entah, anak itu suka sekali dengan minuman hijau itu.

"Kamu lagi ada masalah? Tumben minum kopi?"

Tentang kopi, sebenarnya Lintang tak terlalu menyukai minuman berkafein itu. Tapi karena beberapa waktu terakhir ini keadaan sering membuatnya begadang, maka kopi adalah teman terbaiknya. Dan ... karena kebiasaan itu, Lintang jadi menyukai kopi. Apalagi ketika stress dan banyak pikiran seperti ini.

Lintang mengabaikan Lais sejenak, dia mengirim pesan pada Lentera. Permintaan maaf karena belum bisa menjenguk.

"Ga ada masalah kok," alibinya.

Sayangnya Lintang berbohong pada orang yang salah. Lais orang yang tidak mudah dibohongi. Apalagi masalah seperti ini, dari raut wajah Lintang saja sangat terlihat.

"Masalah ambisi orang tuamu? Atau ada masalah dengan anak pramuka?"

Lintang menyeruput kopi hitamnya, dia tidak ingin membahas hal tersebut.

"Anak-anak udah pada jenguk Lentera?" Lintang mencoba mengalihkan topik pembahasan.

Lais sebenarnya sadar, jika itu adalah cara Lintang. Namun Lais tidak ingin memperdebat. Dia memberi waktu untuk Lintang sendiri yang ingin bercerita.

"Kita udah jenguk dari semalam. Kamu aja yang dihubungi ga bisa."

Reflek Lintang membuka log panggilan, ternyata benar. Banyak pesan masuk dari sahabat-sahabatnya. Lintang memang sering mengabaikan pesan. Dia juga sudah biasa menumpuk pesan yang belum terbaca. Alibinya sih akan dibuka kalo ada waktu luang. Tapi dia tidak punya waktu luang.

***

Sepulang sekolah Lintang tidak bisa langsung menjenguk Lentera, ada kewajiban yang harus dia selesaikan. Di hari rabu ini, jadwalnya setelah pulang sekolah adalah rapat pramuka. Kali ini membahas persiapan persami yang semakin dekat.

Dan nanti agenda Lintang dilanjut dengan les matematika dan bahasa yang sudah menjadi rutinitasnya. Malamnya dia harus mengaji di madrasah diniyah. Maka dari itu baru bisa menjenguk Lentera sekitar jam setengah sembilan.

"Ini nanti setelah upacara api unggun kan biasanya ada pentas seni. Tapi kemah Kali ini rencananya ngga pakai pensi yang bebas, tapi fashion show. Nah tema dari fashion show itu batik. Jadinya Indonesia banget kan tuh. Itu bebas mau pakai hiasan kain batik atau pakai bawahan batik. Yang penting ada unsur batiknya," tutur Alsha panjang lebar kali tinggi.

Alsha itu koordinator divisi kegiatan. Jadi ga heran dia membuat konsep perkemahan.

"Ini udah kamu ajukan ke kak Reza?"

Kak Reza itu pembina lapangan. Pembina yang paling dekat dengan dewan galang, pembina yang mengurusi pramuka tiap jum'at.

"Ya belum lah, Bapak ketupellllll sekaligus bapak pratama yang terhormat. Kan harus meminta pertimbangan bapak ketupel dulu, baru bisa naik ke pembina."

Alsha itu kalau berurusan dengan Lintang suasananya pengen marah saja. Menurutnya Lintang membuat emosinya membuncah. Namun bagi Lintang, Alsha tidak menyebalkan, tapi malah menggemaskan. Ya, Lintang tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika dia kagum dengan sifat-sifat yang melekat pada Alsha. Namun Lintang tidak akan memilih jalan pacaran.

"Hmm," dehem Lintang.

Begitulah Lintang, mencoba cuek untuk menutupi perasaannya. Maka dari itu tidak ada yang mengira kalau dia suka Alsha, termasuk 4L. Malah Lais mengiranya Aiza.

"Pak boss!" seru Danish-koordinator divisi dekorasi dan dokumentasi- memecah pembicaraan antara Alsha dan Lintang. "Ga pengen acc vidio coming soon? Ayolahhhh, aku juga mau edit yang lain."

"Itu udah ku ajuin ke kak Reza, tapi belum di respon."

"Awas sampe banyak revisi, satu divisi mogok ga mau edit," cetus Danish.

"Dihh."

Mana ada mogok kayak gitu.

Hidup itu tak boleh lelah, apalagi kalau diniatkan ibadah.

Itu kata-kata yang menjadi pegangan Lintang. Kata-kata penyemangat kalau dia lagi lelah. Padahal lelah itu hal yang wajar, namun tidak bagi Lintang, dia tak boleh lelah. Dia tak boleh gagal.

Jadwalnya hari ini sudah padat, maka dari itu dia tidak boleh lelah. Dia tidak boleh sakit. Dia juga harus pura-pura kuat, meskipun sebenarnya jiwanya meminta dikuatkan.

Andai tubuhnya bisa bertanya, mungkin akan bertanya, "Bolehkah Istirahat?"

Agenda terakhirnya adalah menceramahi Lentera dengan segala dalilnya. Setidaknya membuat Lentera sadar jika yang dilakukan itu salah. Apalagi pemikirannya.

Jika saja Lintang termasuk orang yang banyak bicara, mungkin nanti dia akan cerewet menceramahi anak itu ketika menjenguknya nanti malam.

Lintang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang