Yang pergi, yang tertinggal, dan yang tersesat

130 10 19
                                    

.

.

.

.

Suasana restoran sempat sunyi sepeninggal pemiliknya yang dibawa kabur orang misterius itu beri­­kut dengan seorang pelanggan setianya, kejadiannya baru beberapa menit yang lalu, tapi rasanya waktu berjalan lambat, orang-orang yang disisakan (?) di situ sedang duduk melingkari suatu meja.

Juggler selaku orang yang paling mengerti apa yang baru saja terjadi ketimbang si tiga anak ilang sedang bengong sendiri ketika diinterogasi. Suara-suara yang menanyakan pertanyaan demi pertanyaan itu tidak ada yang masuk ke kepalanya, karena dia sedang sibuk dengan dilemanya sendiri.

Gai dan Pak Black...

Selametin gak ya? Apa dia harus ikut campur? Seharusnya dia bisa langsung bilang "Bodo amat dah" lalu ngacir pergi melupakan semua ini, namun kok rasanya berat banget untuk langsung caw? Apa jangan-jangan... ia ingin menyelamatkan seseorang? Sejak kapan dia peduli? Bukankah ia tipe orang yang menggali kegembiraan dari penderitaan orang lain? Tapi.. coba pikirkan lagi...

1. Kopi Pak Black itu spesial sama sekali tidak bisa ditemukan di tempat lain.

2. Gai.

3. Warung Pak Black adalah salah satu tempat ngaso terasik.

4. Gai.

5. Ia tidak rela Pak Black disuruh kerja paksa di tempat Belial tanpa gaji.

6. Gai.

7. Sekali lagi, Pak Black kopinya enak.

8. Gai.

9. SI STURM SIALAN ITU BERANI MENGHINA JASNYAAA?

10. Gai.

Gai.. entah kenapa ucapannya tadi tentang 'masa sekarang dan masa depan jauh lebih penting dari masa lalu' terngiang terus.

... si bodoh itu. Sialan. Bikin repot saja. Tidak ada pilihan lain sepertinya.

Juggler melirik kertas remuk di meja, 'undangan' katanya? Tak bisakah sopan sedikit menyampaikannya lewat amplop? Atau E-mail kek, atau chat WA saja juga bisa, dunia udah canggih, woy!

Belial, kupikir kita 'teman'. Bawahanmu lancang sekali.

"Om. Om, wey."

Ia akhirnya tersadar kembali ke dunia nyata ketika ada yang menggebrak meja dengan tidak santai.

"Tolong jawab pertanyaan kami."

Ah bocah-bocah ini masih di sini ya... "Ini tidak ada hubungannya dengan kalian, pulanglah."

"Tapi— Pak Mie dan Mas G—"

"Biar aku yang urus."

"Biarkan kami membantu juga—"

"Hei nak." Ia menghela napas. "Pulanglah. Kalian sama sekali tidak akan bisa mengerti apa yang sedang terjadi, dan kami itu-itu sebenarnya-"

"Alien, kan."

"..."

Isami menyodorkan garpu yang berlumur sesuatu berwarna kehijauan, berkilau di bawah lampu. "Atau spesies apa pun itu yang berdarah seperti ini." Jujur saja ini kayak adonan nutrijel melon.

"Alien? Alien seperti, Adudu?!" Asahi membuat gambar kotak dengan jarinya. Adudu ijo.

"Adudu siapa— ah sudahlah, sekalian saja deh, jadi iya benar kami bukan dari planet ini, tapi kami tidak bisa dibilang satu spesies juga," sebenarnya dia juga tidak yakin Pak Black itu dari mana asalnya. "Si aneh tadi, Alien Sturm, bintang tempat tinggal mereka musnah dulu sekali, organnya memang hijau-" rasanya tidak pantas membicarakan hal seperti ini di restoran, tapi toh tidak ada yang sedang makan juga. "-Pak Black silahkan tanya sendiri, kalau aku dan Gai... berasal dari tempat yang jauh sekali." Ia menjelaskan seambigu mungkin sehingga orang bisa aja nangkep dia bilang dia dan Gai berasal dari Bandung (kan tempat yang jauh sekali)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hotel Atrocious (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang