"Sya!"
Syanum tersenyum, perasaannya sukacita. Kulit yang membungkus tubuhnya terasa begitu nyaman. Teksturnya, dan aromanya. Keseluruhannya Syanum suka.
"Sya!"
Syanum bergerak masih dengan mimpi indahnya. Namun, suara memanggil namanya yang kedua berbeda. Nada mencicit seperti itu hanya Yasmin pemiliknya. Syanum membuka mata. Pagi pasti sudah menyapa Pulau Bangka. Biasanya Yasmin selalu datang paling pagi jam sembilan.
"Sya!"
"Iya! Bentar, Yas." Syanum masih lemas. Setengah malas ia meraih ponsel dan menelepon Yasmin.
"Buka pintu," pinta Yasmin terdengar menggema.
"Aku baru bangun. 30 menit lagi ya. Kepalaku masih pusing."
"Hm. Oke. 30 menit ya Sya. Bukan 3 jam."
"Iya." Syanum menutup panggilan dan menerawang.
Barangkali Syanum sudah tak waras lagi. Bagaimana bisa ia bermimpi sevulgar itu. Pasti sedikit banyaknya karena hasutan Yasmin kemarin. Syanum menepuk-nepuk pipinya agar lebih sadar, tapi tetap saja ingatan mimpi itu terus memintal perutnya. Syanum merasa malu terhadap dirinya sendiri. Ia beranjak membersihkan diri dari sisa kemarin dan dari buaian bunga tidur yang aneh. Setelahnya Syanum turun tepat 30 menit seperti janjinya.
"Tumben," Yasmin melihat jam. "Laper, Bu?"
"Iya, alhamdulillah. Teh sama roti aja kali ya."
"Siap!"
Syanum membuka ponselnya. Ia lalu mulai zikir pagi sambil menunggu Yasmin menghidangkan sarapannya. Syanum mendengar suara lonceng tapi ia tak melirik pintu, malah melihat sekelilingnya. Tak lama kemudian Yasmin menghampiri dengan dua cangkir teh dan piring berisi roti.
"Mentang-mentang lagi libur salat, malah malas-malasan."
Syanum tersenyum tak menyangkal. "Sesekali, Yas."
"Apa karena tau seseorang gak akan datang?"
"Hah?" Syanum melihat gelagat Yasmin yang mulai akan mengusilinya. "Enggaklah. Karena kemarin tidur siang kelamaan, malamnya jadi susah ngantuk. Bukan karena siapa-siapa."
Syanum tiba-tiba berbalik badan dan melihat pintu. Tepat di mana lelaki itu kembali datang. Lonceng yang sengaja digantung di atas pintu berbunyi lalu sosok itu berjalan mendekati Syanum.
"Selamat pagi, mau pesan apa, Pak?"
"Kopi sama bubur ayamnya satu."
"Makan sini, Pak?"
"Iya. Di atas, ya."
"Baik."
Syanum menguping pembicaraan diantara mereka. Setelah membayar lelaki itu langsung menuju lantai atas. Syanum berpura-pura tak melihatnya. Namun, Yasmin malah terang-terangan membuntuti setiap gerak-gerik Syakir dengan mata kepalanya.
"Udah, Yas," tegur Syanum mengusap wajah terpesona sahabatnya.
"Kayaknya aku jatuh cinta sama dia, Sya. Sampai ke bawa mimpi."
Syanum bekernyit. Yasmin malah terlihat mabuk kepayang. "Kok bisa?"
Yasmin mengendus udara. "Aromanya, Sya. Maasyaallah."
"Sadar, Yas."
Lonceng pintu terdengar lagi. Tapi kali ini Syanum lebih fokus kepada Yasmin.
"Assalamu'alaikum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sya,
SpiritualDulu sudah pernah Syanum berangan menikah dan bahagia. Sayangnya itu dulu, sebelum tragedi mengakhiri semua perjuangan Syanum tentang mimpinya membangun rumah bahagia. "Subhanallah, Sya. Aku akan menunggu. Pilihanku kuserahkan pada Allah. Allah akan...