9. Sebuah takdir

4 1 0
                                    

9__Sebuah takdir

Syanum berdiri sendirian melihat kepergian Syakir dengan motornya meninggalkan lapangan parkir. Pipinya masih terus dibanjiri airmata yang memang Syanum biarkan. Syanum sangat kesal dengan keadaan yang menghimpit perasaannya. Ingin Syanum berteriak memgakui dirinya masih dan selalu mencintai Syakir. Namun, tak ada untungnya hal bodoh itu diungkapkan. Dan fakta terbodoh yang harus Syanum terima lainnya adalah Syakir malah menyuruhnya untuk menerima Syaqib. Syanum benar-benar tak habis pikir dengan isi kepala laki-laki.

Syanum membawa diri ke musalla. Ia berwudhu lalu mengucapkan istigfar berkali-kali. Andai ia sedang suci tentu sudah dibentangkannya sajadah. Syanum menghela napas lalu membuka mushaf di ponselnya. Awalnya Syanum membaca ayat-Nya, namun pikirnya masih bergelut seperti benang kusut. Lalu ia putuskan membaca terjemahanya saja.

Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran : 133)

(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran : 134) 

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (Ali Imran : 135)

Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal. (Ali Imran : 136)

Syanum tersentak lalu beristigfar lebih banyak. Perlahan hatinya melembut. Marahnya juga mereda.

"Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan." Syanum mengucapkan salah satu bacaan pada zikir pagi petang yang artinya : Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya.

Syanum yang berhasil tenang kemudian berjalan ke kamarnya. Ia mengetuk pintu hati-hati. "Yas?"

Syanum bisa mendengar pergerakan kecil di dalam ruangan. Ia pun tersenyum sambil menunggu pintu dibuka. Syanum tak menyangka kalau Yasmin benar-benar menangis. Terlihat dari bekas di pipi dan bengkak matanya. Syanum lalu mengunci pintu.

"Syaqib udah pulang?" tanya Yasmin menyeka hidung dengan tisu.

"Udah."

Kamarnya yang hanya berukuran 5X3 tak bisa menyembunyikan kecanggungan diantara mereka. 

"Maaf ya. Spreinya jadi basah," katanya lalu menangis lagi.

Syanum menepuk-nepuk punggung Yasmin. "Gak apa-apa, bisa dicuci."

"Aku ngerasa luar biasa bodoh, Sya."

Syanum tidak mengucapkan apa-apa.

"Malu, memalukan," rutuknya kesal.

"Semua orang pernah merasa malu. Malu itu bagian dari iman."

"Coba aku ikut saran kamu, pasti Syaqib juga gak bakalan tau. Kalo gini, gimana ketemu sama dia besok?!"

Syanum paham perasaan Yasmin. "Aku yakin Syaqib tau batasan bercanda."

Yasmin menutup wajahnya. "Aku juga malu sama kamu, Sya!"

Sya,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang