Part 03 : Memperhatikan

3 1 0
                                    

"Ke sini mulu lo." Ardan meletakkan dua gelas jus ke atas meja. "Kenapa lo?" tanyanya.

"Mau lihat Kaivan, lah," jawan Kanaya.

"Kaivan mulu. Hari ini Kaivan enggak datang. Dia itu cowok sibuk, Ya. Enggak suka nongkrong kecuali lagi free," papar Ardan. "Beda sama lo yang gabutnya hampir tiap jam."

Kanaya tidak menepis hal tersebut. Ia tau Kaivan adalag cowok yang sangat menghargai waktu.

"By the way,Dan, lo punya lowongan pekerjaan enggak?" tanya Kanaya sambi menopang dagu "Apa aja, deh. Yang penting bikin gue enggak gabut-gabut banget gitu."

"Kesambet apaan lo?" Ardan tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini. "Jangan aneh-aneh, deh, lo."

"Gue enggak aneh-aneh, Dan. Gue emang mau kerja. Gue, kan, juga mau coba jajan pakai uang hasil keringat sendiri." Kanaya menaik-turunkan kedua aslisnya.

"Emangnya apa aka kebisaan lo?" tanya Ardan.

"Tidur," jawab Kanaya. Cepat dan tanpa beban.

"Selain itu," ucap Ardan. Masih berusaha untuk sabar. "Yang lebih detail. Lo mahir dibidang apa?"

"Dibidang mencintai Kaivan dengan tulus dan ikhlas."

"Tolol banget sampai ke DNA. Lo dulu pasti dicipatain dari tanah pajak, ya?!" seru Ardan kesal.

Kanaya tertawa. "Ya, lagian lo tanya begitu. Gue, kan, belum pernah kerja, Dan. Sehari-hari gue cuman ngintilin Kaivan doang. Mana tau gue apa yang gue bisa. Gue ulangan aja sering remed."

"Sudah tau bego masih aja lo ngejar Kaivan. Makin bego dong lo setiap hari."

Kanaya mengerucutkan bibirnya. "Bawel lo. Jadi, ada loker atau enggak, nih?"

"Ada. Jadi tukang cuci piring, mau?" tawar Ardan. "Soalnya cuman pekerjaan itu yang enggak membutuhkan skill khusus. Kebetulan di café ini cuman ada dua orang yang jadi tukang bersih-bersih."

"Boleh, deh." Kanaya mengangguk cepat. "So, when can I work, Boss?"

"Kalau hari ini lo enggak ada kesibukan, lo boleh langsung kerja," ucap Ardan. Ia meneguk jus buah naganya sedikit. Masih agak shock karena Kanaya mengiyakan saja tawarannya.

"Tugas lo cuman di dapur. Tapi, sepuluh menit sebelum closing lo ke depan, bantu buang sampah. Setuju?"

"SETUJU!" Kanaya senang.

Itulah awal mula Kanaya bekerja di café milik Ardan. Tidak ada yang tau kecuali Ardannya sendiri. Bukannya malu, hanya saja Kanaya tidak ingin Kaivan tau, sehingga membuat Kaivan merasa risih saat datang ke café tersebut karena ada keberadaannya, walaupun cuman di dapur. Namun, alangkah baiknya jika Kaivan tidak tau.

* * *

"Lo sebut dia crush, dia sebut lo trash," ucap Binar.

"Enggak jelas. Minta ditabok, ya, lo?" Kanaya melotot kepada Binar. "Gue sama Kaivan sebenarnya berjodoh, cuman Kaivan aja yang enggak mau."

"Bego, skip."

"Jodoh enggak jodoh, pokoknya gue sama Kaivan harus berjodoh."

"Memaksa, anying," Binar memang sudah tidak heran, cuman tetap saja ia selalu dibuat melongo dengan perkataan ngawur Kanaya.

"Ya, karena gue naksir, pea."

"Gini, nih, tololnya ke sel darah merah. Dari hemoglobin jadi hemogoblogin," cibir Binar.

Kanaya langsung meletakkan jarinya ke depan bibir Binar. "Shut your lambe, before I slepet pakai centong rice," ucapnya dengan aksen bahasa inggris.

Lakuna ; Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang