Assalamualaikum!
Hytrrahmi kembali! Sebelum kalian lupa karena keasyikan baca, mending tekan tombol vote di sudut kiri dulu hihi
Kalau udah, silahkan lanjut scroll ke bawah dan selamat membacaaa.
***
Angin malam membelai kulit Meta perlahan-lahan, seraya mengamati keindahan kota di malam hari dari rooftop kafe milik keluarga Dewa. Kecepatan gerak angin mengayun rambut Meta yang tergerai sebahu, sesekali mengganggu dan membuat pemiliknya berdecak malas. Pandangan Meta jauh, tampak dari bagaimana cara ia menatap hamparan kota dari sini. Putra yang tengah duduk bersama Yoga dan Andre tak melepaskan pandangannya dari gadis itu sejak kedatangan mereka ke tempat ini.
Putra bangkit, hendak menghampiri Meta yang saat ini berdiri di pembatas rooftop. Namun langkahnya terhenti saat Yoga dan Andre menyadari keanehan sifat Meta dan Putra malam ini. Dari mulut Yoga terlontar pertanyaan, "Malam ini penampilan kita kurang memuaskan, lo berdua nggak fokus. Agaknya gue kecewa, nggak ada yang mau minta maaf?"
"Perlu lo tau kalau musik adalah nyawa kita. Lewat musik kita bisa bicara dan bercerita kalau kita sedang terluka, ataupun sedang bahagia. Tapi penampilan kita barusan bikin gue khawatir bakal dikritik habis-habisan sama Bu Tria. Sebagai guru seni dan sosok hebat dibalik kesuksesan kita, gue yakin beliau nggak mau ekskul musik dan band sekolah jadi taruhannya." Andre mendadak jadi orang paling benar, membuat Yoga terpukau.
Yoga mengacungkan jempol. "Malam ini lo cukup pinter. Jadi lo mau diamuk Meta? Liat keadaannya kayak apa," omelnya pada Andre.
"Gue mau bilang, jangan menjadikan band kita sebagai taruhan atas kekacauan dalam hidup kita. Jasa Bu Tria perlu diingat, dan yang terpenting gue bergantung sama band ini untuk memenuhi kebutuhan sekolah gue," papar Andre melebih-lebihkan. Putra hanya diam saja, sedang berpikir bahwa Meta juga sama sulitnya seperti mereka. "Kalau kita bubar, otomatis gue jadi beban lagi."
Yoga kesal mendengar celotehan Andre yang akan membuat Meta tambah kecewa. Bahkan saat cowok itu melirik Meta sekilas, cewek itu memandang sedih dan bersalah hingga kembali memperlihatkan punggungnya. Karena tak tahan, Yoga pun menyentil bibir Andre kelewat kencang, membuat si empunya memekik keras.
"Bangsat! Najis tangan lo nyentuh bibir gue!" maki Andre sambil mengusap bibirnya.
"Diem anjing atau gue buang lo ke bawah?!" ancam Yoga, untungnya berhasil membuat Andre diam walau hatinya tidak demikian.
"Lo berdua pulang duluan. Gue harus ngobrol sama Meta untuk ngebahas masalah ini. Jangan khawatir, Ndre. Kita pasti bisa mempertahankan band sekolah dan ekskul musik yang nggak berkembang dari tahun ke tahun," balasnya yang setengah mencibir Andre. Sebab keberhasilan mereka juga bukan atas dukungan pihak sekolah saja, melainkan karena keinginan dan kegigihan mereka untuk mengembangkan band dan ekskul musik. Tapi Putra juga tidak mau sombong, peran Bu Tria memang amat besar untuk mereka sebagai pendamping.
Setelah mengatakan hal itu, Putra berlalu meninggalkan teman-temannya yang berisik dan tidak tahu diri atas kesedihan yang dialami oleh Meta. Setibanya di samping Meta, Putra menghirup udara sebanyak-banyaknya. Mencoba untuk ikut tersesat bersama Meta dalam kesedihannya sendiri.
Saat Meta menyadari kehadiran Putra, ia tersenyum hangat. Putra pun membalasnya dengan senyuman dan sebuah pertanyaan. "Kapan gue bisa dapat penjelasannya, Ta?"
"Lo butuh jawabannya sekarang?" tanya Meta sambil menyerong tubuhnya sedikit pada Putra.
Cowok itu mengangguk, lalu mengantarkan pandangan pada langit. "Kalau lo berkenan, kenapa enggak. Gue nggak mau lo merasa semakin tertekan, Ta. Soal penampilan hari ini, lo tetap memukau dengan cerita sedih yang lo bawa ke atas panggung. Kita nggak akan bubar, gue yang akan bertanggung jawab atas itu," jelas Putra tanpa berani menatap manik mata gadis di sampingnya. Sebab jika tidak demikian, mungkin Meta akan tahu bahwa ada perasaan yang lebih dari sekadar teman untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
META 2022
Teen FictionSpin off Renata Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehila...