"Jam segini baru pulang." Aksel terkejut saat pintu rumahnya terbuka, menampilkan seorang pemuda berbaju kaus abu-abu dan celana boxer hitam selutut. Cowok itu bersidekap di depan dada, menjalankan kewajibannya sebagai saudara yang tertua. "Dari mana lo? Sengaja banget ngehindarin gue. Tapi seenggaknya lo mikirin bunda, dia nungguin lo sampe ketiduran di sofa."
Cowok yang lebih tua tiga tahun dari Aksel itu bernama Alvaro, yang saat ini sedang menempuh pendidikan S1 di universitas Jaya Bangsa. Mengambil jurusan manajemen yang satu tahun lagi akan menempuh semester akhir. Sejauh ini, hubungan Aksel dan Alvaro tidak begitu baik lantaran terjebak pada sebuah kesalahpahaman yang tidak bisa Alvaro jelaskan. Hal itu menjadi alasan mengapa Aksel menjauhinya, mendiamkannya, marah padanya hingga detik ini. Tetapi bagaimanapun hubungan mereka, bagi Alvaro, Aksel tetaplah adiknya.
Aksel hanya menatap Alvaro tanpa ekspresi, kemudian hendak berlalu pergi jika Alvaro tidak menahan pundaknya. "Jangan hukum bunda juga, Sel, dia nggak salah. Lo berhak ngelakuin apapun ke gue, tapi jangan bikin bunda ikut sedih," pintanya ingin dimengerti.
Mata Aksel menajam menatap tangan Alvaro di pundaknya, kemudian beralih pada helm full face di tangan kanannya sambil menghela napas. Cowok itu mencoba untuk mendinginkan kegerahan jiwanya tiap kali berhadapan dengan Alvaro, sebab tidak ingin mengecewakan Elna-bunda mereka.
"Minggir. Gue masih ngomong baik-baik, nih," desis Aksel setelah tatapannya dilemparkan pada Alvaro. Cowok itu juga menepis tangan Alvaro dari bajunya, sengaja membuat Alvaro naik pitam. Karena Aksel tak pernah mengindahkan peringatan yang ia berikan sebagai kakak.
Tak terima diabaikan begitu saja oleh Aksel selama tiga tahun, Alvaro menarik kerah seragam Aksel dengan emosi yang membuncah. Alvaro hanya tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya pada hari itu, yang membuat perpecahan di antara mereka berlarut hingga detik ini.
"Gue emang salah, Sel. Kita semua tau itu. Kalau lo anggap gue sodara lo, berhenti bersikap kekanakan kayak gini. Karena gue punya alasan dibalik itu semua."
Aksel menyunggingkan senyumnya, mengerlingkan mata pada Alvaro sedang Alvaro mengirimkan permohonan lewat tatap matanya.
"Alasan?" Aksel tertawa remeh yang terdengar menyakitkan. "Alasan apa yang lo punya sampe nggak ada di hari itu, Al? Lo tau ayah sekarat!"
"Iya, gue salah! Makanya gue minta maaf sama lo dan bunda!"
"Lo nggak tau diri, sialan! Maaf nggak akan bikin ayah balik."
Aksel melepaskan tangan Alvaro yang mencengkeram kuat kerah seragamnya, mendorong laki-laki bertubuh tinggi dan sedikit kurus itu kemudian mengayunkan helm di tangannya. Alvaro yang melihat tanda bahaya itu segera melindungi kepalanya dengan menamengkan kedua tangannya. Dan helm itu pun mendarat di kedua tangan Alvaro, mendapatkan tiga kali serangan beruntun.
"Anjing! Gue bersumpah lo akan mati hari ini, Al! Gue nggak sudi punya sodara kayak lo!"
Kemarahan Aksel memicu keributan yang tentunya akan membangunkan Elna, yang baru terlelap lima belas menit yang lalu di kamarnya. Perkelahian itu tak dapat dihindari oleh Alvaro, sebab semakin ia mengingatkan Aksel tentang hari itu, Aksel hanya akan semakin menggila dengan amarahnya.
Saat ini yang bisa Alvaro lakukan hanyalah menghindari Aksel, dia tidak akan menyerang adiknya itu sehingga ia yang nantinya akan babak belur. Alvaro tidak peduli jika ia akan berakhir mengenaskan di depan mata Aksel, asal cowok itu memaafkannya, Alvaro sudah sangat senang.
"Serang gue, jangan diam aja lo!" teriak Aksel, tidak sadar Elna telah berlari tergesa-gesa menuruni tangga.
"Gue nggak akan nyerang lo, karena lo adik gue. Lo harus inget janji gue ke ayah sama bunda!" balas Alvaro yang terpelanting ke dinding, kemudian tak sengaja menyenggol vas dan guci di atas meja dekat dinding. Menimbulkan teriakan histeris dari sang bunda yang terkejut akan pemandangan yang ia lihat saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
META 2022
Teen FictionSpin off Renata Hidup dalam takdir yang sulit membuat Meta menyimpan tiga rahasia besar terhadap dunia. Rasa sakit yang ia terima sejak lahir ke dunia membuatnya sekokoh baja. Perlakuan tidak adil dunia padanya, diterima Meta dengan sukarela. Kehila...