3

11 4 4
                                    

Aditya sejak tadi hanya mengaduk aduk bubur di hadapannya—sepertinya—tanpa berniat memakannya. "Gue bosen."

Tristan yang sedang fokus dengan game online di laptopnya tersentak, lalu menghentikan sementara permainannya dan mengalihkan perhatiannya pada pria di hadapannya. Sebenarnya, sejak tadi ia tidak benar-benar bermain. Pikirannya terbagi ketika melihat pria beralis tebal itu hanya melamun sambil mengaduk-aduk makan siangnya.

Tristan bangkit dari kursinya, lalu berjalan mendekati kasur Aditya. "Lo mau gue ajak jalan-jalan?" tanya Tristan. Ia kemudian tersadar, "Eh, gue lupa, masih sakit gak kaki lo? Bisa enggak ya naik kursi roda, ditekuk aja belom bisa."

"Nah itu lo tau. Gue cuma bosen sama bubur, Tan. Gue pengen sate. Sate padang enak kayanya."

Tangan Tristan melayang ke bahu Aditya, membuat pria itu meringis. Badannya masih memar sepertinya, dan Tristan menambahnya. Dan jangan lupakan tulang iganya yang patah di beberapa ruas. "Bisa-bisa cedera gue nambah kalo deket-deket sama elo, nih."

Tristan meringis. Ia mengusap belakang kepalanya, "Lagian elo mintanya aneh-aneh aja. Makan nasi aja belum boleh, apalagi sate."

Aditya memang belum diperbolehkan mengonsumsi makanan keras beberapa hari ke depan. Menurut dokter, tulang rusuknya yang patah, membuat lambungnya sedikit terluka. Jadi, selama beberapa hari ini, ia hanya mengonsumsi 'makanan bayi'. Sayuran yang dihaluskan. Daging yang dihaluskan. Serta nasi yang dihaluskan.

Tristan tersenyum, matanya menyipit. Dengan sigap, ia merebut sendok dari tangan Aditya, mengambil bubur itu, dan mengangsurkannya ke mulut Aditya. "Buka mulutmu. Aaaaa."

Aditya mendengus, kemudian merebut sendok itu kembali, "Gue bukan bayi, Tan." Gumamnya seraya memakan 'makanan bayi' itu dengan cepat dengan harapan semuanya dapat masuk ke dalam perutnya tanpa ia harus tersiksa dengan rasa aneh darinya. Menjijikan. Seumur hidupnya ia paling tidak suka makan nasi yang terlalu lunak. Apalagi bubur seperti ini. Sepertinya, ketika ia sudah sembuh nanti, ia akan menjadi trauma terhadap bubur.

Ponsel Aditya bergetar di atas meja, menampakan nama 'Rachel di layarnya. Baik Tristan maupun Aditya sama-sama menoleh ke arah datangnya suara, namun Aditya bergeming. Tidak sedikitpun ia bergerak untuk berusaha mengambil ponsel itu ataupun meminta bantuan Tristan.

"Rachel telfon, nih. Elo gak mau angkat?" tanya Tristan setelah meraih ponsel Aditya dan mengarahkan layarnya pada wajah sahabatnya itu. Orang yang di hadapannya itu hanya menghela napas dan kemudian menggigit bibirnya.

"Enggak usah, nanti aja gue telfon balik, anggap aja gue lagi tidur."

Tristan yang sedang tidak ingin ambil pusing, meletakkan ponsel itu kembali ke atas meja dan melanjutkan fokusnya pada laptop yang sempat tertunda.

Rachel merupakan salah satu bagian dari Adityadan Tristan. Tentu saja karena mereka sudah saling mengenal sejak duduk dibangku SMA. Kalau boleh jujur, bagi Aditya, Rachel adalah sebuah kesalahan.Kesalahan yang sungguh ia sesali. Sosok wanita yang membuat dirinya menjadipria brengsek yang tidak tahu diri.

 Sosok wanita yang membuat dirinya menjadipria brengsek yang tidak tahu diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aditya Herdy

Tristan Hartanto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tristan Hartanto


Thanks for reading.


My EncouragementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang