Alangkah baiknya vote dulu sebelum membaca, thanks sudah berkenan mampir di cerita ini. Semoga sesuai ekspektasi kalian. Fyi, cerita ini berlatar tahun 1998 yah.
🐠🐠🐠
Aku pikir, aku adalah ikan yang hidup di darat. Daratan semakin sempit dan menyesakkan. Tapi lautan, semakin luas bukan?
Aku memandang laut biru yang terbentang tanpa ujung. Berdiri di atas tebing ini sedikit membuatku gemetar.
Namun daratan terlalu kejam, aku lebih suka lautan karena ia selalu ada untuk mendekap ku. Saat aku menyerah dengan dunia ia seakan berbisik,
"Datanglah padaku! Maka hidupmu akan damai."
Karenanya aku menutup mata. Hembusan angin terasa dingin di kulitku. Saat itu pula ku bentangkan lengan selebar mungkin.
Tunggu aku laut, sebentar lagi aku akan memelukmu. Dan kita akan hidup bersama dalam ketenangan selamanya.
Byur!!
Aku merasakan tubuhku menghantam air, cukup sakit dan menegangkan ternyata. Namun, aku merasa lega.
Apakah kebebasan telah kudapatkan? Apakah kebahagiaan telah menanti ku. Jika memang seperti itu, maka inilah saatnya untuk ku berpisah dengan dunia.
Wahai dunia, mengapa kau begitu kejam padaku. Padahal aku tak menuntut banyak hal darimu. Yang aku mau hanya mengembalikan semua pada tempatnya.
Tempatku bukan di pulau ini, aku lebih suka kota gersang yang di penuhi demonstran. Meskipun kerusuhan terjadi dimana-mana, tapi aku ingin berada disana.
Bermain musik dengan teman-teman band ku, menghamburkan uang seolah esok akan kiamat. Sungguh, aku rindu masa itu.
Satu persatu kenangan muncul dalam benakku, duniaku yang indah dan mewah mendadak roboh. Aku masih ingat wajah ayah saat polisi membawanya.
Aku juga ingat ucapan terakhir kakak sebelum tragedi itu. Ya, tragedi sialan yang terus-menerus terjadi di negeri ini. Kenapa harus keluarga kami?
Apa salah kami hingga mendapat cobaan yang bertubi-tubi? Namun jika aku tidak pindah ke pulau ini, kita tak akan pernah bertemu.
Saat itu pula kesadaranku kembali, aku membuka mataku dengan berat. Perih yang terasa karena air mengisi semua ruang di laut.
Ketenangan yang kurasakan lenyap seketika, tatkala kulihat mereka di hadapanku. Tapi mengapa mereka tak membuka mata? Apa mereka suka ketenangan ini?
Sisa oksigen dalam paru-paruku sepertinya semakin menipis, aku merasakan sesak yang luar biasa. Berkali-kali air masuk ke dalam mulutku.
Namun, apa yang terjadi dengan teman-teman? Mengapa mereka sama sekali tak bergerak. Gelembung yang keluar dari hidung dan mulut mereka perlahan menghilang seiring dengan tubuh mereka yang jatuh semakin dalam.
"TIDAK!!"
Aku membuka mulutku, hal itu membuatku ikut tertarik ke bawah. Barulah kini kurasakan apa itu artinya hidup.
Aku pikir aku ingin hidup. Tidak! Aku sungguh ingin hidup. Seseorang tolong kami! Selamat kami dari laut ini.
"Ohokohokkkkk!"
Tubuhku meronta, aku berusaha sekuat tenaga berenang ke atas. Namun semuanya terlambat. Tampaknya memang takdirku hidup bersama laut.
Maafkan aku ibu, aku tidak percaya semua menjadi kenyataan.
Ku pejamkan mata menerima takdir ini. Ada hal yang belum ku sampaikan dalam surat wasiatku. Ayah, tampaknya ucapanmu waktu itu salah.
"Tidak ada yang lebih ganas daripada lautan. Dia menipu manusia dengan warna birunya. Namun nyatanya justru kegelapan yang ada didalamnya."
Kamu mengatakan itu karena amarahmu, bukan lautan yang ganas. Melainkan manusia tamak seperti kita. Bahkan saat ini, aku masih membayangkan kehidupan mewah waktu itu.
Jika aku bisa menghentikan waktu, aku ingin kembali ke daratan. Meskipun itu mustahil.
Aku sudah tidak sanggup lagi, rasanya sangat menyesakkan dan perih. Kini aku harus merelakan semuanya. Masa mudaku, keluargaku, teman-temanku dan kamu.
"Selamat tinggal dunia!"
Blummmp!
🐠🐠🐠
Gimana chingu prolognya? Zani pake sudut pandang orang pertama nih, maaf banget kalau terlalu kaku. Apalagi disini zani gak pake bahasa gaul😌. Tapi semoga kalian suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
FURY : Aku Suka lauT
Teen FictionAku mengatakan pada ibuku bahwa aku mengalami perundungan. Namun dia berkata, "Bertahanlah! Kamu harus menahannya." Tapi, saat aku mengatakan menyukai laut. Kenapa dia marah? Ibu, aku hanya menyukai laut. Karena mimpiku adalah hidup bersama laut. "S...