A Couple of Cores

1. Di Bawah Bayang-Bayang

A COUPLE OF CORES
by Yessica Effendi

All chapters released on :
March 1, 2024 at 00:00 WIB

Cerita ini penulisannya karena Yesseh, tujuan personalku memang Yesseh dan pastinya dengan tidak melupakan tujuan utama dari penulisan seri Multiplicity.

Kupersembahkan tulisan ini sebagai hadiah ulang tahun Yesseh ke-24.

Happy birthday to our beloved core.

DISCLAIMER

Tokoh utama wanita dalam cerita ini memiliki moral abu-abu. Dikenal dengan istilah morally grey character.

Amanat dalam cerita fiksi disampaikan secara eksplisit maupun implisit melalui plot, alur, karakterisasi, serta dialog.

Karakter Yesseh sudah mengalami penyesuaian dengan elemen-elemen dalam cerita ini.

Baik-buruk yang sengaja ditunjukkan dalam cerita berjudul A Couple of Cores ini memiliki maksud dan tujuan yang jelas.

Present my second story.
This story is fictional.

A Couple of Cores
Sweet Romance

Happy reading.

***

Di mana bisa aku temukan cerita, tentang dua orang atau lebih dalam satu tubuh, yang penulisnya menghargai orang sepertiku?

Permukaan air yang semula tenang mulai memunculkan gelembung-gelembung kecil, disusul dengan ombak besar yang datang. Seseorang yang sudah lama bersembunyi di bawah sana memutuskan untuk menampakkan kembali dirinya. Mata sipitnya terpejam, dia tersenyum, merekah, hingga lesung pipinya muncul. Hanya satu, di sebelah kiri. Sebuah kecacatan pada otot wajah yang membuat pemiliknya terlihat semakin sempurna.

Dia mengibas-ngibaskan poninya yang mulai panjang, membuat air yang bersembunyi di surai hitam pekatnya kabur bercipratan. Lelaki itu menyugar rambutnya, jari-jarinya yang kurus panjang menyusuri kepala dari pangkal jidat hingga ke belakang lehernya. Dia menahan kedua tangannya di sana, bertahan di pose itu agak lama.

"Rekor baru, Yan." Seorang laki-laki dengan wajah blasteran India berteriak sambil mematikan stopwatch-nya. "Enam menit!" serunya sambil menunjukkan hasilnya. Hanya orang-orang tertentu yang bisa bertahan di dalam air dengan waktu selama itu.

Lelaki dengan kaus krem itu melepaskan kedua tangannya yang masih berada di belakang leher, lalu mengusap-usap wajah ovalnya yang semakin terasa panas. "Aku bisa lebih lama dari itu, Ran." Dia bergerak mendekat untuk melihat angka yang tercetak di stopwatch yang ada di tangan sahabatnya.

"Kau memang titisan duyung." Laki-laki berkulit sawo matang itu mencipratkan air ke wajah sahabatnya, yang sering dikira murni berdarah China karena visualnya, oleh orang-orang yang terkena stereotipe tentang bentuk fisik dari etnis Tionghoa.

Lelaki penyuka renang itu melihat kulit tangannya yang mulai kusam, mereka sudah terlalu lama mencumbu air kolam. Namun, dia masih enggan untuk menepi. Sekarang, matanya sedang khusyuk menatap papan lompat setinggi tujuh meter yang ada di hadapannya. Dia mulai berenang menuju ke tangganya.