16

474 64 18
                                    

Setelah 1 hari 1 malam Gus Shadiq menginap di Semarang, ia pulang dengan di jemput oleh sopir dari dari pondok.

"Kita mampir solat dulu kang," ucap Gus Shadiq sambil menunjukkan Maos menuju arah salah satu restoran di area dusun semilir.

Setelah solat, ia mengajak sopirnya untuk makan siang.

"Saya puasa daud Gus." Tolak sang supir halus, Gus Shadiq meringis karena malu lalu membatalkan niatnya untuk makan siang disana.

"Ampun Gus, mboten nopo, Kulo gampil mangke teng pondok." Ucap supir itu segan, tapi Gus Shadiq juga enggan makan sendirian, akhirnya ia naik ke atas tempat pemesanan kopi untuk memesan segelas kopi agar supirnya tidak merasa segan dengan dirinya.

"Zahra," ucapnya refleks saat melihat perempuan bergamis abaya hitam yang sangat tidak asing di matanya.

Zahra Tampak shock saat melihat Gus Shadiq disana, sedang ia sudah tidak bisa melarikan diri ke manapun saat ini.

"Sama siapa?? Bukannya kemarin masih di pondok?" Tanya Gus Shadiq to the point.

"Sepupu, Gus. Ada acara khataman hari ini, saya di jemput tadi malam.  Ini mau balik ke pondok lagi." Sahut Zahra.

Gus Shadiq tiba-tiba merasa canggung, ia duduk di kursi bar yang berjarak 2 kursi dari kursi yang duduki Zahra.

"Kamu masih saya??" Tanya Gus Shadiq basa-basi. "Kamu dulu manggil saya Adi karena nama saya susah buat kamu sebut."

Alis Zahra tertaut, mengingat masa kecilnya lagi. "Gini-gini saya pernah ngemong kamu dulunya." Tambah Gus Shadiq mulai bisa menetralkan rasa canggungnya.

"Kamu ngga inget saya ternyata, ya sudah saya permisi dulu. Hati-hati di jalan." Ucap Gus Shadiq saat pesanan kopinya jadi sambil beranjak pergi.

"Njenengan terlalu jauh sekarang untuk saya gapai, Gus. Jangan buat saya menyesal diam sejak dulu." Ucap Zahra, entah setan darimana yang berhasil membisikkan kekuatan agar ia mampu mengatakan kalimat seberani itu, bukan hanya berani tapi berbahaya.

Gus Shadiq terpaku, lalu memutar tubuhnya, menatap balik Zahra yang juga tengah menatapnya dengan berani.

"Maksud kamu?" Tanya Gus Shadiq.

"Ternyata saya salah mengartikan sikap njenengan sebelum pernikahan njenengan dulu, Gus. Harusnya saya tidak melupakan branding playboy kakap dalam diri njenengan." Sahut Zahra.

"Siapa bilang saya berniat menjadikan kamu target saya?"

"Buktinya njenengan menikah dengan Amira." Zahra benar-benar berani menyebut Amira tanpa embel-embel Ning seperti biasa.

"Pernah mendengar istilah perjodohan? Lagipula siapa yang memberi respon seakan menolak saya?"

"Jadi njenengan menyalahkan saya?" Tandas Zahra.

"Kamu mengharapkan saya??" Tanya Gus Shadiq.

Zahra terdiam, gestur tubuhnya menandakan ia sedang bingung. "Bahkan kamu ngga ngerti sama perasaan kamu sendiri kan, Zah?? Jangan salahkan saya jika saya juga lebih tidak mengerti."

-*-*-*-*-*-*-*-*-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"-"

Gus Shadiq memijat keningnya karena obrolannya dengan Zahra barusan semakin membuat perasaannya tidak karuan, apakah ia benar-benar mencintai Zahra atau hanya sisa perasaan saja yang membuatnya menjadi seperti ini??

"dospundi, gus??" tanya Sopir yang mendapati raut wajah gus Shadiq yang benar-benar merasa tidak nyaman.

"Nggak papa, kang. Saya baik-baik aja kok." sahut Gus Shadiq.

"Ning Amira wau pesen njenengan Kedah dahar riyen Gus. Dospundi Niki?" Ucap sang sopir
"Ning Amira tadi pesen anda harus makan dulu Gus. Bagaimana?"

"Mangke mawon, kang. Di deket-deket pondok aja." Sahut Gus Shadiq.

Kang Azar yang menjadi sopir hanya mengangguk mengiyakan.

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Amira menyambut Gus Shadiq dengan senyum manis, rasanya seperti merontokkan lelah yang dirasakan Gus Shadiq sejak kemarin. "Mpun dahar mas?? Nak dereng Ajeng nyuwun di masakke nopo?" Tanya Amira lembut.
"Sudah makan mas?? Kalau belum mau di masakin apa?"

Gus Shadiq tersenyum, ia tau Amira hanya sedang memastikan ia sudah makan karena Ini sudah lewat jauh dari jam makan siangnya.

"Mpun kok, kamu udah?" Sahut Gus Shadiq.

Amira mengangguk, "mau langsung mandi?? Aku siapin air hangat." Tanya Amira. Gus Shadiq mengangguk, "ngga papa?? Kalo kamu capek aku ngga papa mandi air dingin aja."

"Ngga papa kok, ngga capek. Masa ngga ngapa-ngapain capek." Sahut Amira sambil beranjak dengan membawa pakaian kotor milik Gus Shadiq ke ruang cuci.

Setelah mandi, Gus Shadiq merebahkan tubuhnya ke atas kasur sambil menunggu Amira yang sedang membuatkan jahe hangat untuknya.

Tiba-tiba sebuah notif masuk ke ponselnya, sebuah nomor asing.

From = +6282133******

"Saya mengerti perasaan saya Gus."

Jantung Gus Shadiq berdebar kenang, ia tau ini adalah lanjutan dari obrolannya dengan Zahra tadi. Ia buru-buru mengarsipkan nomor itu. Ini bukan saat yang tepat untuk membahasnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Maap pendek🙃

Ayat Mahabbah dari Gus ShadiqTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang