Gamang

6 0 0
                                    

Khawatir mulai hadir kala aku mengantar kau kembali bernegosiasi dengan uang

Tiba saat dimana terus terang menjadi barang langka

Tiap kali kau kembali dengan jawaban tak apa, seolah menyuruh aku untuk tenang

Sudahlah diam hanya akan menambah  prasangka

Bisakah kau menepati janji seperti sediakala

Lelah aku menyakiti perasaan putra putri kita yang sangat berharga

Tampaknya kau rela membiarkan aku terus bermain sandiwara

Sampai kapan, jangan bilang sampai kami terbiasa

Akhirnya terdengar suara rengekan dari mereka yang terus menanyakan

Meminta jawaban kapan kau pulang, mana mungkin aku abaikan

Rutinitas baru bertambah, termasuk kami yang setia menunggu hadirmu dimeja makan

Hingga jenuh aku bertanya pada lauk yang selalu kau sisakan

Aku berusaha tegar sambil menyisir rambut gadis cantik yang sangat kau manja

Ia mulai meragukan sosok ayah yang selalu dipuja

Lihatlah cerminan kami berdua, tak terasa ia semakin mirip aku saja

Terharu aku melihat perubahan mereka, seolah paham isi hati sang bunda

Tak heran bila tangisan bisa bergema hingga menjadi balada

Bagaimana bisa bila tak ada nahkoda, menahan kuatnya badai tanpa jeda

Rasa bersalah terus bertambah, kala melihat  raut wajah penuh lelah

Putra kita mau tak mau dipaksa untuk mengalah

Malu aku tiap kali harus menatap dengan mata sembab

Tak seharusnya ia menjadi korban atas kaburnya tanggung jawab

Isi puisi : Hampa masuk mengisi ruang kosong dalam keluarga yang menanti hadirnya ayah

Approved by Instagram @puisiindomedia
200 karya terbaik dari 1096 naskah

Tentang Kata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang