Chapter 15. Getaran hati

39 32 10
                                    

Shea duduk di kursi ruangannya setelah Kaizen pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shea duduk di kursi ruangannya setelah Kaizen pergi. Ia masih bisa merasakan hangatnya pelukan Kaizen yang entah kenapa membuat dadanya semakin sesak. Matanya memandang ke luar jendela, mencoba mengalihkan pikirannya. Namun, kata-kata Kaizen tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Jangan karena rasa sakit mu, kamu lupa kalau kamu pernah menyukaiku sedalam itu."

Shea menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Kenapa semuanya jadi serumit ini?” gumamnya pelan. Ia tak mengerti kenapa Kaizen bisa begitu tenang menghadapi semua ini, sementara dirinya hampir runtuh setiap kali mengingat masa lalu.

Pikirannya terganggu saat Tania mengetuk pintu dan masuk. “Bu Shea, tadi saya lihat artis itu keluar, tapi mukanya kayak nggak tenang gitu. Apa Ibu baik-baik saja?” tanyanya hati-hati.

Shea mengangguk cepat. “saya baik-baik saja, Tania. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Kamu fokus saja sama pekerjaanmu.”

Tania tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan.

Shea berdiri, berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Hatinya terus bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Kaizen inginkan? Kenapa dia begitu keras ingin bicara dengannya?

Di sisi lain, Kaizen duduk di dalam mobilnya, memandangi pintu masuk gedung perusahaan Shea. Wajahnya terlihat murung. Ia menggenggam setir erat-erat, mencoba menenangkan diri.

"Kenapa dia begitu sulit didekati?" gumamnya. Kaizen teringat senyuman Shea saat mereka pertama kali bertemu di fan-sign. Itu senyuman yang tulus, senyuman seorang gadis yang penuh harapan. Tapi kini, semuanya berubah.

Ponsel Kaizen berbunyi, membuyarkan lamunannya. Itu panggilan dari Andini.

"Kaizen, kamu sudah bertemu Shea?" suara Andini terdengar cemas di telepon.

"Sudah," jawab Kaizen singkat.

"Bagaimana? Apa dia—"

"Dia masih marah, Ma," potong Kaizen dengan nada lelah. "Aku nggak tahu apa aku bisa memperbaiki semuanya."

Andini terdiam sejenak. "Kaizen, aku tahu ini sulit. Tapi kamu harus terus mencoba. Mama juga bakal terus nyoba buat memperbaiki apa yang udah Mama rusak. Mama yakin, Shea dan Bara pasti akan terketuk hatinya."

Kaizen hanya mendesah. "Aku harap begitu."

Sementara itu, di kantor, Shea memutuskan untuk memeriksa dokumen-dokumen kerja sama dengan Kaizen. Meski ia berniat membatalkan kontrak, ia tahu prosesnya tidak akan mudah. Namun, saat membaca salah satu dokumen, matanya tertuju pada sebuah catatan kecil yang terselip di dalam dokumen. Catatan yang ditulis dengan tangan Kaizen sendiri

"Untuk Shea, terima kasih sudah memberiku kesempatan menjadi bagian dari mimpimu. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuktikan bahwa aku pantas untuk mendapatkan maaf mu. - Kaizen."

LOVE IN HEA(U)RT [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang